Prolog

20 17 11
                                    

Mendung sore ini mendukung suasana hati Dena setelah serangkaian kejadian kurang mengenakkan datang bertubi-tubi menyerangnya.

Entah pertanda apa untuk menebak-nebaknya pun rasanya ia sudah lelah.

Seperti sebatang pohon ditengah hamparan tanah lapang dia membiarkan angin menerpanya kesegala arah.

Dena membuka ponselnya, sekadar melihat apakah pesan yang dia kirim beberapa menit lalu sudah dibalas oleh teman anonimnya.

Dengusan kesal dengan bibir mencebik lucu muncul dari raut wajahnya.

"Sok banget lu, cuma diread doang lagi. Bales kali!"

Setelah memasukkan ponsel kedalam saku roknya Dena melanjutkan perjalanannya yang masih panjang dengan hanya mengandalkan kedua kaki yang terbiasa mager karena terlalu sering rebahan.

"Ya Allah, Dena janji beso-besok nggak nakal lagi Ya Allah.."

"Yok semangat maraton! Dena pasti bisa! HUHHAH!!" Dengan langkah pasti Dena mulai melangkahkan kaki dengan hentakan semangat 45 untuk memulai perjalannya yang lumayan jauh untuk kedua kaki mungilnya.

Sampai di post satpam Dena menyapa Pak Bagyo dengan suara tidak terlalu nyaring, senyum, dan anggukan ringan.

Namun sayang sekali Pak Bagyo yang sedang fokus menonton pertandingan bola dan suara Dena pun juga tidak dapet menyaingi kerasnya volume tv sehinggah dia tidak menyadari sapaan Dena.

Melihat tak ada respon balasan membuat Dena memutar mata malas karena malu sendiri.

Rasanya baru 15 menit setelah keluar dari gerbang sekolah Dena sudah mulai kelelahan, padahal rumahnya masih jauh. Dan jarak yang ia tempuh belum ada setengah perjalanan.

Sebenarnya dari awal Dena keluar dari gerbang sekolah, dia merasa ada suara montor yang membuntutinya dari kejauhan.

Namun Dena tidak sekalipun menoleh kebelakang karena dia berfikir itu hanya perasaannya saja, sebab disepanjang jalan menuju rumahnya lumayan banyak kendaraan yang berlalu lalang karena jalan yang ia lewati adalah jalan raya.

Namun setelah beberapa menit suara motor yang tidak asing itu tetap intens berada dibelakangnya.

Dengan kedua tangan mencengkeram tali pada tas ranselnya dahi Dena berkerut mengingat-ingat suara motor siapa yang terdengar tidak asing itu.

"Masa DIA sih?"

Karena penasaran akhirnya Dena berhenti dan menoleh kebelakang.

"Lah, bener!"

Ternyata tebakannya benar, seseorang dengan motor yang ia kenali berada tidak jauh dibelakangnya.

Pengendara motor yang sudah ketahuan itu akhirnya menghampiri Dena yang sedang menatapnya dengan mata menyipit.

"Hallo Deden!" Sapa laki-laki dengan hoodie abu-abu kesayangannya.

"Loh Kak, ngapain lu ngintilin gue? Bukannya udah pulang dari tadi?"

"Lah..siapa yang ngintilin elu orang cuma kebetulan lewat depan sekolah aja"

"Ish... Bilang kek dari tadi, tau gitu gue kan nggak perlu jalan kaki jauh-jauh!"

Tanpa diperintah, Dena langsung duduk di jok belakang motor klasik kakak kelasnya yang kebetulan juga tetangga depan rumahnya itu dengan senyum merekah karena ia tidak perlu melanjutkan perjalanan yang masih sangat panjang.

Ia juga bersyukur tidak berjalan kaki sambil hujan-hujanan melihat mendung yang semakin lama kian pekat yang siap menumpahkan butir-butir air kapan saja ia mau.

"Nih helm pake dulu."

"Loh kok bisa kebetulan gitu sih? Jangan-jangan lu emang mau jemput gue?"

Laki laki itu menjedotkan helm dengan kepala Dena dengan ringan.

"PD amat lu, tadi gue baru nganterin Mama dulu kerumah Budhe."

"Ohh.. gitu, kirain.."

Tanpa Dena sadari dibalik spion sepasang mata memperhatikan gerak geriknya yang sedang memasang helm yang mengakibatkan seulas senyum samar yang tidak dapat terelakkan.


🌬️~~~~~~~~~~
.


.
.
.
.
.
.
.
.
Hallo mantemannn... Jangan lupa vote dan komen yaa...
Luv yuuu🌸🌸🌸
28/02/22
.
.
.
.
.
.
.

Dariku yang mencintaimu💋😚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DENARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang