BAB 1: Luna Duchanness Greenleaf

63 22 35
                                    

"Numbing the pain for a while will make it worse when you finally feel it." - J.K Rowling.

Detik, menit, jam, berjalan begitu lambat. Pikir gadis berambut merah bergelombang yang sedang menatap ke arah luar dari jendela rumahnya.

Pikirannya tidak pernah kosong walaupun dia terlihat sedang melamun, dia diam-diam menghitung waktu.

"Sepi," ucapnya, melantur.

Krek..

Terdengar suara kayu saat dia berdiri karena sudah mulai merasakan bosan yang hampir membuat tubuhnya terasa kaku.

"Aku harus keluar," katanya.

Memang aneh, begitulah dia. Seorang gadis bernama Luna Duchanness Greenleaf, berbeda dengan gadis yang lain.

Selain parasnya yang cantik bak seorang dewi, karakternya juga sangat unik.

Jika wajahnya yang indah bisa digambarkan, dia memiliki sepasang mata berwana biru muda, hidung yang mancung, struktur rahang yang tajam, alis yang tegas, lalu bibir tebal berwarna merah.

Dia memang selalu menghabiskan waktu berdiam diri, mengamati sekitarnya atau juga sering membaca buku.

Otaknya yang cerdas membuat dia pandai berbicara. Walaupun hampir sebagian dalam dirinya adalah introvert, namun terkadang dia juga menyukai hal-hal yang berbau menantang dan spontan.

Seperti berjalan-jalan tengah malam sendirian di London. Mana ada gadis yang berani melakukan hal yang hampir gila seperti itu. Memang dia sangat pemberani.

Ketika melangkahkan kaki keluar rumah, angin malam langsung menyambutnya. Rambutnya yang terurai pun menjadi berantakan.

Biasanya Luna dapat berjalan berjam-jam hingga terbitnya matahari, namun cuaca yang semakin dingin tidak memungkinkannya untuk berjalan lebih lama dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biasanya Luna dapat berjalan berjam-jam hingga terbitnya matahari, namun cuaca yang semakin dingin tidak memungkinkannya untuk berjalan lebih lama dari biasanya.

Langkahnya pun terhenti didekat sebuah lorong yang diatasnya ada jembatan.

Seharusnya dia tidak seperti ini, rasa sakit yang begitu dalam membuat dirinya telah berubah.

Luna melihat ke arah langit yang gelap gulita tanpa adanya sinar bintang, lalu memohon dalam hatinya.

"Aku tidak sanggup untuk menjalani hari esok, jika aku tidak mungkin merasakan kebahagiaan lagi. Setidaknya berikanlah aku ketenangan, tanpa harus merasa khawatir setiap harinya," bisik Luna dalam hatinya.

The UnderWorld - Kalung Liontin HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang