DUA PULUH LIMA

4.8K 366 11
                                    

Pukul 03.00 pagi.

Jeana memijat pelipisnya pelan saat merasakan rasa pusing yang menyerangnya. Sudah dua hari Jeana selalu terbangun saat pagi buta dan kesulitan untuk kembali terlelap. Pilihan Jeana selalu sama selama dua hari ini, pergi ke dapur dan membuat teh chamomile.

Tapi hari ini, ada perasaan yang berbeda melanda hatinya. Ada desakan kuat yang mendorong Jeana untuk pergi mengunjungi rumah Andra. Ingatanya selalu melayang pada percakapan yang tidak sengaja Ia dengar dari Mama Andra. Jeana ingin memastikan kebenaran dari kalimat mertuanya.

"Oh God, it's too suck!"

Setelah menghabiskan secangkir tehnya, Jeana kembali ke kamarnya dan bersiap untuk mandi.

Saat jam menunjukan pukul 03.49, Jeana sudah berpindah didalam mobil Ian. Jalanan dipagi buta sangat lenggang. Seharusnya Jeana bisa mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang lebih tinggi agar segera sampai dirumah Andra.

Tapi Jeana memilih untuk mengendarai mobilnya dengan pelan. Selain mengutamakan keselamatan untuk Dia dan bayi yang tengah dikandung, Jeana juga berusaha menenangkan segala kemelut dihatinya. Ia tidak ingin lepas kendali saat bertemu Andra setelah hampir satu minggu tidak bertemu.

"Lho? Bu Jeana dari mana jam segini Bu?" seorang satpam komplek yang berjaga terkejut saat mendapati Jeana ada dibalik kemudi dipagi buta seperti ini.

"Dari rumah Abang Saya, Mang. Kangen sama Gisel jadi pengen buru-buru kesini. Mari Mang."

Suasana komplek sedikit gelap, sepi masih memeluk disetiap sudut rumah dan jalanan. Mobil yang dikendarai Jeana berhasil berhenti didepan pagar rumah Andra. Setelah mesin padam, Jeana keluar dari mobil. Ia melangkah menuju pintu yang ada disamping gerbang utama dan mendorongnya setelah melepas pengait pintu.

"Ibu Jean? Kaget saya pikir siapa." seruan tertahan Pak Guntur menyambut Jeana yang tengah melangkah dihalaman rumah. "Mobil Ibu dimana?"

"Saya parkir didepan Pak. Mari saya masuk dulu." Jeana membatalkan langkahnya saat melihat gelagat aneh dari Guntur. "Kenapa?" selidik Jeana.

"Ibu Jean.. sudah bilang sama Bapak kalau mau kesini?" tanya Guntur gugup.

"Belum. Tidak dikasih masuk ya sama Bapak kalau Saya kesini nggak bilang-bilang dulu?" Jeana melirik rumah dan Guntur bergantian. "Pasti nanti Pak Guntur dimarahin Bapak ya kalau Saya tetap masuk?" kali ini Jeana merasa ragu dengan pilihanya untuk masuk kerumah.

"Bukan gitu Bu, Saya hanya.. kaget kok Ibu kesini.. pagi-pagi begini."

"Yakin? Nggak papa kalau Saya masuk?" tanya Jeana lagi.

"Em.. Mari Bu saya antar kedalam."

¤¤¤

Tempat yang dituju Jeana pertama adalah kamar Gisel. Sudah empat hari Ia tidak bertemu dengan Gisel. Anak itu juga tidak menghubunginya lewat Mbak Ani seperti biasanya. Rumah masih gelap dan sepi, bahkan Mbak Iis belum bersiap membereskan rumah atau Mbak Ani yang bersiap untuk membantu Gisel bersiap untuk pergi sekolah.

Derit pintu berbunyi, menguak sosok putri cantik yang masih terlelap dibalik selimut Frozen kesukaanya. Gisel memeluk boneka stroberi yang mereka beli saat berlibur bersama.

Jeana duduk disamping Gisel, mengulurkan tangan untuk mengusap rambut Gisel lembut. "Kakak, bangun. Sudah subuh loh." Jeana berbisik didekat telinga Gisel.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang