Agnes menatap curiga kearah keponakannya sekarang, selesai ia memperban luka dikepala Raline, wanita itu segera mencuci tangannya dan duduk dimeja dokternya. Geva sendiri dari tadi sudah menatap tantenya itu penuh tanya.
"gima—"
"anak orang kamu apain?" sela Agnes dengan mata memicing curiga.
"astaga tante! Mana mungkin Geva ngelukain anak orang! Tante tau sendiri, 'kan, Geva anaknya enggak tegaan? Bunuh semut aja Geva bisa mimpi buruk berhari-hari!" ucapnya dilebih-lebihkan.
Agnes mendengus kesal, ia baru saja ingin menutup kliniknya tapi urung ketika melihat anak dari kakak laki-lakinya itu mengendong seorang perempuan dengan wajah yang dilumuri darah. Agnes pikir keponakannya itu tidak sengaja menabrak perempuan yang kini terbaring diatas ranjang tersebut.
"dia gegar otak ringan, istirahat sebentar nanti juga sembuh," jawab Agnes sambil mencatat beberapa obat yang perlu dibeli nanti.
"nih, jangan lupa diminum, dia kayaknya stress juga, perhatikan kesehatannya," pesan sang tante.
Geva mengangguk kecil, ia membaca beberapa obat yang dicatat oleh Agnes barusan. Wanita muda itu lalu menatap Raline yang masih belum sadar, ia penasaran, siapa gerangan perempuan ini? Kenapa keponakannya itu sangat mengkhawatirkannya? Bahkan saat Agnes membersihkan lukanya tadi pun Geva tak henti-hentinya mengoceh.
"pacar kamu, ya?" tebak dokter muda itu tepat sasaran, yang ditanya hanya bisa menunjukan cengiran lebarnya.
Agnes mendengus kecil sambil menggeleng, "tante aduin papa kamu, loh!" ancamnya main-main.
"aduin aja, enggak takut, tuh! Wlee." Geva menjulurkan lidahnya keluar.
"pantesan enggak dibawa kerumah sakit, takut ketahuan, ya?" goda Agnes dengan tatapan jahilnya.
"tante sok tau!"
Keluarga Lazarus merupakan keluarga yang hampir semua generasinya adalah dokter, entah itu dokter bedah, dokter anak atau bidan. Mereka sendiri memiliki beberapa rumah sakit dinegara ini. Aryan Lazarus adalah pemimpin dari tiga rumah sakit besar yang ada sekaligus papa Geva.
Pria itu jarang berada di rumah karena sibuk dengan pekerjaan, namun walau begitu Aryan sangatlah peduli akan kebahagiaan anak-anaknya. Pria itu tak pernah memaksa kedua putra dan putrinya untuk mengikuti jejaknya.
Ditengah pembicaraan ringan antara Agnes dan Geva, keduanya mendengar suara samar dari arah kasur, Geva menjadi orang pertama dan yang paling cepat sampai disisi kasur. Cowok itu langsung menggenggam tangan Raline.
Ia benar-benar khawatir dengan keadaan Raline tadi, mungkin Raline tak menyadarinya, tapi Geva berkendara dengan kecepatan tinggi saking paniknya melihat darah yang terus keluar dari kepala kekasihnya tersebut.
"Raline? Sayang?" bisik Geva sambil menatap lekat wajah cantik itu.
Kelopak mata dengan bulu mata lentik itu perlahan terbuka, Raline mencoba sedikit demi sedikit menyesuaikan retinanya dengan cahaya lampu. Tak lama cewek itu mencium bau obat-obatan, ia menoleh kesamping dan menemukan Geva sekarang sedang menatap kearahnya.
"rumah sakit?" tanya cewek itu dengan suara serak.
Geva menggeleng, ia lalu mencium punggung tangan Raline, "di klinik tante aku, kamu enggak papa, 'kan? Atau pusing? Atau lapar? At—"
"pusing sedikit."
Kedua mata cowok itu membelalak, "pusing?!" tanyanya panik.
Ia lalu menatap Agnes yang kini berdecak melihat kemesraan kedua remaja tersebut, ia yang baru berusia 23 tahun saja masih sibuk dengan pekerjaannya. Heran, kenapa anak remaja zaman sekarang sangat mudah mendapatkan cinta?
KAMU SEDANG MEMBACA
EX! vers.2 [✔]
Teen Fiction"Raline." "apa lagi?" "balikan, yuk." "kita udah selesai, Geva." Raline masih mencintai Geva, walau dua tahun berlalu sejak kandasnya hubungan mereka. cewek itu masih mencintainya, tapi Raline tak bodoh untuk kembali bersama Geva. ia menerima Geva...