Getaran itu datang saat salah satu panca indraku mengabadikan kebahagiaannya.
Kebahagiaan yang begitu tulus menyunggingkan bibirnya, bibirku juga.
Membinarkan matanya, serta mataku.
Menyejukkan batin kami berdua, ku harap ...
Tapi kenapa dia, dia seorang teman. Sahabat! Apa pantas?!
*****************“Kok bisa ya kita dapat PR segini banyak?”
“Tau’. Mungkin Pak Ahmad lagi nggak punya bahan ngajar. Oh ya, Ra, kamu kok suka banget si ma Christiano Ronaldo?”
“Ya, iyalah ... Orang dia salah satu yang terbaik di Real Madrid”
“Oh ...” Aku tak bisa lagi melanjutkan obrolan itu. Aku benar-benar tak punya sedikitpun gambaran lain tentang si Christian ataupun Real Madrid. Satu informasipun aku tak punya. Hal inilah yang selalu membuatku tak pernah bisa mendekati Dira, seorang temanku yang sangat ingin ku sayang melebihi teman-teman ku yang lain. Bukan hanya dihalangi si Christiano Ronaldo, terkadang Valentino Rossi pun kerap sekali menyalip langkahku dalam mengejar podium di dalam hati Dira. Entah mengapa, aku tak pernah bisa punya hobi seperti yang dia punya. Resiko memang. Harusnya aku menyukai seorang gadis berkaca mata tebal dan kutu buku saja, ku rasa hal itu akan lebih memuluskan langkahku.Pernah satu ketika ku korbankan kasur empuk dan hangatku demi ikut menyaksikan final liga champions bersamanya. Huh ... sedikit menyebalkan karena aku hanya bisa melihatnya begitu lepas dalam lautan semangat para suporter kedua club yang sedang bertarung.
Kusaksikan dia begitu hanyut. Dan ku harap dalam impianku yang paling dalam dan rahasia, dia bisa sebahagia ini saat menerima luapan perasaan sayangku. Tapi, memang dasarnya hanya impian paling rahasia dan paling dalam, ya tidak mungkin keluar dan terbongkar.“Hei. Ayo dong. Kok ngelamun. Dasar dreamer!” Dira membuyarkan lamunanku, mengembalikan ku pada realita.
“Oh ... Ada apa?”
“Kok ada apa ... Ayo buat puisinya ... Kenapa sih harus puisi dalam bahasa inggris ... Kenapa nggak sekalian saja pakai bahasa Prancis ... Sapa tau Om Zidane bisa bantu?
“Siapa?”
“Jangan bilang kamu nggak tau si maestronya lapangan hijau, Zinedine Zidane?” Dira mengancam
“Dia? Kenal kok ... Ya uda, ni puisinya ...” Ku alihkan perhatiannya. Mampus aku, ni sainganku dari mana lagi ...My life loves you in love ...
My heart adores you like a rose ...
My eye sees you so nice ...
My mind’s keeping you no ending ...“Wow! Lumayan. Aku suka” Dira memuji. Aku tersenyum.
“Ku rasa setelah kita lulus SMA, sebaiknya kamu ngambil sastra inggris. Bisa ku bayangkan kamu bakal terus buatin aku puisi setiap hari” Oh, Tuhan, dengan senang hati. Segalanya akan ku buatkan untukmu ...
“Eh, ngomong-ngomong, aku suka banget lo liat pertandingan futsal kemarin. Si Aldo keren banget! Benar-benar seorang kapten yang ngerti ma posisi teman-temannya. Energinya benar-benar ngingetin aku sama Frank Lampard” Dira senyum. Aku bengong.Ku rengkuh embun saat bintang bias berpendar ...
Saat sejuk kabut tersebar ...
Saat surya hangat menebar ...
Saat engkau senyum tulus menyabar ...“Lho? Kok buat yang indo?”
“Gak, ini buat kamu”Hening. Dingin. Berdebar ...
“Makasi”Satu minggu ...
Dua minggu ...
Tiga minggu ...“Aku bingung, Ra. Harusnya aku katakan ini dari dulu. Mungkin aku harus minta maaf, maafkan atas kelancanganku.”
Dira terdiam
“Aku kadang berfikir, perasaan sayang itu begitu kuat. Saat kita begitu sayang pada seseorang, kita selalu berfikir untuk memberi dia yang terbaik dari diri kita, membuang segala yang negatif”
Dira tak bergeming
“Aku sayang kamu, Ra”
Dira ... aku tak bisa menterjemahkan ekspresinya. Ku harap aku salah. Dira menangis.
“Aku minta maaf, seharusnya hal ini ku utarakan tiga minggu lalu, aku tau aku salah. Aku tau kamu sudah punya pacar. Tapi aku tak punya ... aku tidak bermaksud buat kamu sedih”
Hening ...“Paling tidak, sekarang aku lega. Aku yakin. Kamu akan selalu bahagia bila selalu bersama Aldo. Kamu bisa ngobrolin apa pun tentang sepak bola. Kamu juga bisa selalu berbagi dan mungkin kesal bareng kalau tiba-tiba saja Valentino Rossi ketinggalan dua lap di belakang Doni Tata Pradira”
Ada senyum ...“Selamat ya ... Aku bahagia, akhirnya kamu dapat partnert”
Datar ...“Aku pergi ...”
Dan aku akan kembali saat kau butuh sejuk untuk gersang mu ...“Indra ..., makasi untuk semuanya ...” Dira tersenyum. Lembut. Sejuk. Bagai EMBUN ...