Ayo koment dong! Yang mau request bisa dm juga ya***
Kemiskinan itu seperti kutukan. Setidaknya itulah yang selalu ada dipikiran gadis bernama Nara semenjak masuk sekolah dari kalangan elit ini. Otaknya yang super pintar dan masuk ke Kwangya Internasional School hasil dari kerja keras otaknya tidaklah berguna saat ini.
Dulu, saat ia mengikuti tes beasiswa disini, Nara begitu penuh harap tentang banyak hal disini. Tidah berharap memiliki banyak teman memang, namun setidaknya ia bisa sekolah dengen tenang dan mendapatkan nilai terbaik untuk modalnya masuk ke perguruan tinggi impiannya.
Namun sayangnya, semua yang ia harapkan tidak berjalan. Semua orang disini terlalu memandang harta dan kasta disini, dan sialnya, Nara adalah salah satu yang terendah. Dalam segi ekonomi, penampilan, dan banyak hak yang berbau soal uang.
Seperti saat ini, saat ia harunya berganti baju olahraga untuk mengikuti kelas olahraga. Lia dan teman-temannya tiba-tiba datang dan mengguyurnya dengan air yang super bau ketubuhnya yang hampir telanjang.
Ia yang terkejut langsung menatap mata Lia dan teman-temannya.
"Cewek miskin kayak lo, berani natap gua?"
Sontak Nara menunduk, ia katakutan, gemetar dan akhirnya ia memilih untuk diam.
jika ada yang bertanya, kenapa tidak mengadu? Bukan tidak pernah, Nara sudah terlalu sering mengadu, namun hasilnya sia-sia. Sebab seberapa kuat bukti yang ia tunjukan pada pihak sekolah, Lia dan teman-temannya yang suka membeli akan selalu menang. Karena apa? Uang. Orang tua mereka punya banyak uang untuk menutup mulut sekolah hingga masalah bully anaknya tidak dijadikan masalah besar.
Hingga pada akhirnya, orang-orang seperti Nara akan semakin terinjak-injak di sini. Semakin hilang dan dipermainkan.
"Kenapa lo nggak keluar aja sih dari, Kwangya? Perempuan miskin kayak lo ini gak pantes ada di sini-" bentak Lia sambil mendorong-dorong bahu Nara, "lo liat perbedaan antara kita?" Lia mengangkat dagu Nara.
Gadis itu menatap Lia dengen pandangan bergetar, "liat bedanya?"
Nara menggeleng, karena baginya semua manusia adalah sama. Entah itu Nara ataupun Lia.
Namun gadis berambut coklat didepannya malah tekekeh, benci melihat Nara yang kelihatan sok polos dimatanya. Saat itu pula Lia menarik tali tangtop Nara dengen sekali tarik dengen cara memegang yang jijik.
"Nih, dari sini aja udah kelihatan- tangtop lima belas ribu, mana pantes disandingin sama sendal jepit gua yang harganya jutaan?" katanya sombong, "udah paham bedanya?"
Nara mengangguk patah-patah, ia menahan sesak di dadanya. Menahan air mata yang hampir jatuh di pipinya yang memerah tanpa polesan make up sedikitpun.
"One more.. you look so ugly, miskin!" katanya, dan teman-temannya langsung melempar seragam sekolah Nara dan mengacak rambut hitam Nara yang memang sudah berantakan.
"C'mon girl. Tinggalin dia atau kita ketularan jadi miskin."
Lia dan teman-temannya meninggalkan Nara sendirian di ruang ganti olahraga itu. Ia menangis menjadi-jadi, memeluk dirinya yang basah kuyup dengan bau yang menjijikan, rambutnya lengket, namun ia masih belum memiliki keinginan untuk beranjak dari sana dan mandi.
Bukan keinginannya samasekali untuk menjadi orang miskin, lagipula apa salahnya miskin? Bukankah hatunyaiia bisa dijadikan salah satu contoh baik karena bisa masuk Kwangya gratis tanpa biaya sedikitpun karena otaknya yang super cerdas.
***
Tidak ada yang bisa memalingkan wajahnya saat tengah berpapasan dengan Jino, laki-laki super tampan pemilik sekolah, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, matanya yang tajam namun jika tersenyum matanya ikutan melengkung. Sayangnya, Jino terbilang jarang tersenyum, bahkan malah tidak pernah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darkness Think Fangirl - NC-21++ (NCT ot-23)
FanfictionORIGINAL FICTION! cerita ini hanya fiksi belaka. Saya harap pembaca bisa lebih bijak dalam menanggapi cerita ini. Sekiranya ada yang merasa terganggu mohon untuk tidak membuka work ini. ⚠️Member NCT hanya visualisasi ⚠️Mature ⚠️21++ ⚠️No children