[Chapt 22] 🕊

3.3K 478 271
                                    

©Haruwoo_o prensent

The Truth Untold
[Hajeongwoo story]

.
.
.

Me me or this book? wkwk.

Up karena tiktok darari hjw tuing-tuing! Ide langsung muncul saking happy-nya.

Warn!
Part ini mengandung konten yang mengundang amarah.

Memejamkan kedua netranya menggenggam pedih, kedua tangannya terangkat guna menutup telinganya. Air mata mengalir deras membasahi kedua pipinya dengan tubuh yang semakin bergetar ketakutan saat suara nyaring pecahan tertangkap oleh indra pendengarnya.

Suara teriakan, raungan tangisan juga suara sirat akan putus asa menjadi penghias latar belakang. Membuat suasana malam yang seharusnya sunyi dan tenang berakhir riuh.

"KAU BERBOHONG HARU!! KENAPA KAU MENIKAHI DIA! KENAPA KAU MENIKAHI JALANG ITU!!"

Tak ada yang bisa dilakukannya selain menangis dengan hati yang rasanya diremat dengan kuat. Sosok yang biasanya tersenyum lembut juga menaruh rasa sayang padanya kini tengah berteriak memakinya, menangis putus asa semua karena dirinya.

PLAK!

Kedua netra cantiknya yang semula tertutup langsung terbuka begitu suara tamparan yang cukup keras terdengar. Menangkap bagaimana Yedam yang berdiri tak jauh darinya tengah membuang wajah ke samping dengan satu tangan yang memegang pipinya karena tamparan yang diberikan oleh Haruto, suami mereka.

"Jaga bicaramu, Watanabe Yedam!" tekan sang kepala keluarga dengan kepala yang menggeleng tak percaya. Tak menyangka kalau kata-kata tadi akan terlontar dari bilah bibir Yedamnya.

"Jaga bicaraku?" Yedam mendecih pelan sebelum kembali menjatuhkan pandang pada suaminya. Menatap Haruto dengan binarnya yang meredup karena diliputi rasa sakit yang teramat.

"Disaat kau menyembunyikan fakta sebusuk ini, apa aku masih harus menjaga cara bicaraku?"

"Ini semua aku lakukan juga karena permintaanmu. Kau yang memaksaku melakukan ini semua, Yedam-ah."

Melihat bagaimana sudut bibir Yedam mengeluarkan sedikit darah karena tamparannya, Haruto kembali melunak. Berujar selembut mungkin mencoba memberikan penjelasan, berharap Yedam mau mengerti.

"Aku memintamu untuk mencari ibu pengganti. Bukan menikahi jalang seperti dia, Haru!" namun sayangnya Yedam masih tak mau mengerti.

"Oh atau yang sebenarnya kalian memang punya hubungan di belakangku sebelumnya? Aku dengar kalau Jeongwoo juga bekerja sebagai sekertarismu dulu, IYAKAN?!"

Haruto langsung menggeleng, menyangkal apa yang baru saja Yedam katakan.

"Apa kau sadar apa yang baru saja kau katakan? Kau menuduhku, Yedam-ah. Padahal disini aku hanya mencoba memberikan apa yang kau mau." tertawa kecil pada akhir kalimatnya, Haruto menghela nafas panjang sebelum kembali membuka suara. Mencoba mengendalikan dirinya agar tak ikut tersulut.

"Bahkan karena rasa sayangku untukmu terlalu berlebih, aku sampai membuat ayahku kecewa. Tapi apa yang aku dapat sekarang? Tuduhan juga dipojokkan seperti sekarang ini?"

Tak ada balasan dari lawan bicaranya yang masih setia menangis di depannya. Membuat senyuman tipis Haruto spontan terukir pada wajah penuh lebamnya. Rasa kecewa ayahnya membuat Haruto mendapatkan semua luka pada wajahnya. Kedua sudut bibirnya pun masih setia mengalirkan darah.

Ayah kecewa padamu. Bahkan kalimat itu masih terngiang memenuhi pendengarannya. Tapi sekali lagi, jika itu untuk Yedamnya, maka Haruto akan selalu mencoba memberikan yang terbaik. Memberikan apa yang Yedam inginkan selama ini.

Sekalipun setelah ini ia tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di mansion kedua orang tuanya. Haruto tetap memilih mempertahankan perjanjian ini demi Yedam. Mengabaikan perintah Jihoon yang menyuruhnya untuk melepaskan Jengwoo dari perjanjian.

"Sudah ya, aku lelah. Aku ingin istirahat. Kita bicarakan lagi semuanya besok pagi." setelah kalimat tadi terucap dari bilah bibirnya dengan lembut bahkan dengan senyuman, Haruto segera berbalik.

Mendekat ke arah Jeongwoo yang berdiri tak jauh di belakangnya kemudian membawa tubuh bergetar Jeongwoo ke dalam rengkuhannya. Mengangkat tubuh ringan Jeongwoo guna dibawanya naik ke lantai atas rumahnya. Meninggalkan Yedam yang kembali jatuh terduduk dengan suara isakannya yang semakin menjadi.

Tetap membawa tungkainya menaiki anak tangga, Haruto mencoba untuk mengabaikan sesak yang mendera kala raungan tangis Yedam memenuhi pendengarannya.

Lelah.

Semua yang terjadi malam ini menyerangnya secara beruntun. Mulai dari rasa kecewa ayahnya, sampai Yedam yang tanpa sengaja menemukan berkas pernikahannya dengan Jeongwoo tepat setelah mereka sampai di rumah.

"Tidurlah, berhenti menangis." membaringkan tubuh Jeongwoo di atas tempat tidur dengan perlahan, Haruto segera berlalu keluar dari dalam kamar Jeongwoo.

Karena sejujurnya, tangisan juga raut ketakutan yang Jeongwoo tunjukkan pun menimbulkan rasa sesak tersendiri baginya.

Malam ini adalah malam yang tak pernah diduganya akan terjadi. Tak pernah menyangka kalau sakit yang datang akan berlipat ganda tak berniat memberinya jeda bahkan untuk memejamkan matanya barang sejenak hingga pagi hari datang menyapa.

Harusnya skenario buruk ini tidak ditulisnya di dalam kisah hidupnya. Seandainya saja waktu itu dirinya bisa lebih tegas untuk mengatakan tidak, maka tak akan ada yang merasakan sakit seperti saat ini.

Tapi kini semuanya telah terjadi. Nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Maka tak ada pilihan lain selain tetap melangkah di untaian tipis benang yang kini ia pijaki.

Helaan nafas panjang kembali dihembuskannya bersamaan dengan tubuh tegapnya yang mulai basah terguyur di bawah shower yang dibiarkannya terus menyala. Mengabaikan rasa sakit di wajahnya karena saat ini Haruto berharap bebannya mau sedikit berkurang bersamaan dengan rasa dingin yang mulai masuk menembus kulitnya.

Cukup lama Haruto habiskan untuk berdiam diri di bawah air dingin yang berjatuhan membasahi tubuhnya. Sampai dimana dirinya merasa emosi tak lagi meliputi juga sesaknya yang sedikit berkurang, barulah Haruto keluar dari dalam mandi.

Mengenakan piyama hitamnya kemudian segera melangkah keluar dari dalam kamarnya. Ingin mengajak Yedamnya untuk kembali ke kamar mereka. Karena mau bagaimana pun, Haruto harus tetap menjadi pihak yang lebih melunak demi mempertahankan hubungan mereka.

"Sayang?" tak menemukan sosok manis Yedam di ruang tengah, Haruto lantas mulai menyusuri rumahnya dengan bilah bibir yang tak henti-hentinya memanggil nama Yedam.

Tidak. Yedam tidak boleh pergi dari sisinya.

Dengan langkah tergesa, Haruto segera berlari kembali ke dalam kamarnya. Menyambar kunci mobilnya kemudian segera berlari ke arah halaman depan rumahnya dimana mobil hitam miliknya terparkir.

Menyalakan mesin mobilnya kemudian pergi begitu saja guna menyusul sosok kekasih hatinya yang entah kemana, Haruto sampai melupakan sosok lainnya yang harusnya ia berikan perhatian tak kalah besarnya.

Melupakan sosok yang kini mulai berkeringat dengan air mata yang ikut tumpah karena rasa sakit yang mulai menjalar pada seluruh tubuhnya. Memanggil nama Haruto yang tak mungkin bisa mendengar suara lirihnya.

===== To Be Continue =====

[Lapak menghujat]

Don't forget to leave your vote & comment. See you in next part, babe~

Big love from me, H.

The Truth Untold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang