BAB 30

726 36 12
                                    

Teruntuk pembaca setiaku. Ini adalah hadiah buat kalian. 😘
Yuk penuhin komentar biar aku semangat nulisnya.



- Victoria POV

Apa aku salah lihat atau hanya kebetulan pria ini mirip dengan dia?
Tapi aku dikagetkan saat pria itu menoleh ke arahku dengan santainya.

Apa yang dia lakukan ditempat seperti ini. Sangat bukan dia. Apa dia sudah bertobat? Tidak mungkin.

"Hai." Ucapnya sedikit terlalu keras. Apa dia gugup? Haha lucu sekali. Dia gugup? mana mungkin dia bisa gugup.

"Duduklah. Aku tidak akan memakanmu? " Ucapnya lagi ketika aku tidak menjawabnya.

"Aku tidak bilang kamu akan memakanku." Jawabku sedikit kesal sambil berjalan duduk di kursi seberangnya.

Setelah duduk dia masih diam. Tatapannya mengarah ke depan. Hening.

"Aku sudah duduk. Lalu?" Tanyaku mulai tidak sabar.

"Aku menyukai Anata." Ucapnya setelah hening cukup lama. Walaupun sudah menebak hal itu tetap saja terasa nyeri di dadaku.

"Dulu. Sebelum aku melihat seorang gadis gaun merah malam itu." Lanjutnya. Kali ini dia menatapku. Kami saling menatap.

"Aku tidak pernah jatuh cinta pada wanita manapun. Ketika aku bertemu Anata aku merasa nyaman dan begitu leluasa dengannya. Jadi aku pikir itu cinta." Aku masih diam membiarkannya melanjutkan ceritanya.

"Saat Carl memberitahuku dia akan melamarnya. Aku pikir aku tidak akan menemukan wanita lain yang bisa menggantikan Anata. Tapi aku bisa melihat mata penuh cinta Anata ketika menatap Carl begitupun sebaliknya. Jadi aku merelakannya. Jujur saya aku patah hati."

"Aku tidak percaya cinta pada pandangan pertama. Tapi ketika aku melihat wanita gaun merah itu semuanya berubah. Ada begitu besar rasa untuk memilikinya. Aku tidak bisa menghilangkan wajah dan harum tubuhnya dari ingatanku. Seketika Anata tidak lagi menguasai otakku. Aku mungkin terdengar brengsek. Tapi aku mengatakan yang sejujurnya." Dia berhenti sebentar dan menarik nafas panjang.

Dalam otakku terus berpikir siapa gadis gaun merah itu? Jadi sainganku sebenarnya bukan Anata?

"Kau memang brengsek." Ucapku spontan dan mendelik padanya.

Sudut bibir kanannya terangkat dan sialnya dia terlihat begitu seksi dengan ekspresi itu.

"Gadis gaun merah itu kau tidak ingin tahu siapa?" Tanya Nio padaku.

"Tidak ada hubungannya denganku. Selagi dia tidak menjadi nenek sihir untuk anakku. Sisanya bukan urusanku." Jawabku cepat.

"Aku yakin dia akan menjadi ibu yang luar biasa."

"Kau terdengar begitu mengerti dirinya?"

"Tidak juga. Jika aku mengerti dirinya. Dia tidak akan meninggalkanku hari ini."

Kepalaku dengan cepat menoleh padanya. Membalas tatapannya yang sedih itu.

"A..apa maksudmu?" Aku terlalu kaget untuk meresponnya. Aku takut salah mendengar.

"Di bar malam itu kau menabrakku dan pergi tanpa meminta maaf. Wajar kau tidak mengingatku tapi aku sangat mengingatmu." Nio berdiri dan berjalan mendekatiku yang masih terdiam begitu shock.

"Malam itu aku melihat kau digoda pria lain dan aku begitu marah pada pria itu. Dia memberimu obat tanpa sepengetahuanmu. Dia ingin menidurimu." Aku lebih shock lagi mendengar perkataanya yang ini.

"Tapi aku tidak akan membiarkannya. Jadi aku mengklaim dirimu dari pria itu. Beraninya dia menyentuh milikku." Aku sedikit bergidik saat mendengarnya mengklaim diriku miliknya.

"Aku memang mabuk saat itu. Tapi aku masih bisa mengontrol diriku. Tapi ketika melihatku berada di ranjangku aku kehilangan kontrolku. Aku sangat sadar dengan semua yang aku lakukan. Aku mengingat semuanya dengan sangat jelas dan begitu menikmatinya." Sekarang dia duduk disebelahku. Aku dapat mencium aroma parfumnya yang khas. Aku tidak berani menatapnya jadi aku hanya menatap ujung sepatuku.

"Aku sering mendengar Al bercerita tentang kehidupan bebasnya. Setelah pagi dia akan memberikan sejumlah uang untuk menyenangkan wanitanya. Jadi pagi itu aku memberimu uang tapi kau malah melempar uang itu kewajahku. Aku begitu bingung. Apa uangnya kurang jadi kau marah? Setelah kau pergi aku  bertambah bingung. Bagaimana aku bisa menghubungimu lagi? Tapi kau sudah pergi. Jadi mau gimana lagi." Dia menghelah nafas panjang lagi.

"Kau menganggapku pelacur jika membayarku dengan uang." Ucapku kesal.

"Itu juga yang dikatakan Al. Jadi aku berpikir wajar saja kau begitu marah saat itu. Tapi aku tidak berpikir seperti itu. Aku pria pertamamu. Jadi mana mungkin aku menganggapmu pelacur. Aku hanya bingung. Itu pertama bagiku." Jawabnya membela diri.

"Jadi kau tidak pernah pacaran?" Tanyaku tidak percaya. Dia menjawab dengan gelengan kepala.

"Pegangan tangan, pelukan, ciuman juga tidak pernah?" Tanyaku tidak percaya. Lagi dia menjawab dengan gelengan kepala dengan wajah datarnya.

"Wow. Kau lebih polos dariku ternyata."

"Tapi aku bisa memuaskanmu." Aku tersedak oleh ucapan vulgarnya itu.

"Hei, jaga ucapanmu. Ini tempat suci jangan mencemarinya dengan perkataan vulgarmu." Aku yakin pipiku sudah semerah tomat sekarang.

Aku terkejut saat tangannya menarik tanganku dan tangannya bersalaman dengan tanganku. Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya yang ternyata sudah menatapku lebih dulu.

"Namaku Nio D'Feehop. Aku tiga bersaudara. Aku memiliki saudara kembar. Umurku 28 tahun. Aku memiliki sejumlah tabungan. Aku memiliki 1 rumah dan 4 apartemen di Jepang, Paris, Las vegas, dan Swiss. Lalu 3 mobil dan 1 privat jet. Aku sedang membangun rumah untuk putraku. Aku memiliki seorang putra. Ibunya bernama Victoria." Jelasnya panjang lebar tapi membuatku sangat bingung. Mau apa orang ini? Kenapa dia memberitahuku asetnya? Anaknya tentu saja aku tahu. Aku ibunya. Dasar gila.

"Kenapa kau memberitaku semua itu?" Tanyaku akhirnya.

"Beri aku kesempatan untuk mengejarmu dan membuktikan kalau aku bisa menjadi pendampingmu yang pantas. Kau tidak akan kekurangan jika bersamaku. Aku jamin. Aku memaklumi jika wanita akan mengkhawatirkan masalah keuangan pasangannya. Aku akan menjamin semua keinginanmu terpenuhi dengan baik dan cukup." Ucapnya mantap.

Aku menatapnya horor. Apa ini termasuk lamaran?

Ketika kaki kanannya menyentuh lantai dan tangannya mengeluarkan kotak dengan cincin indah yang begitu berkilau karena berliannya yang begitu besar. Aku hanya bisa melongo dan mematung. Aku bahkan berhenti bernafas.

"Victoria aku tahu aku pria brengsek aku menyakitimu dan tidak memikirkan perasaanmu. Aku akan belajar menjadi pria yang lebih pengertian padamu dan selalu untukmu. Tolong jangan tinggalkan aku. Maukah kau menjadi pacarku?Memberiku kesempatan kedua?" Ucapnya lantang dengan wajah cemas diwajahnya.

Aku tidak tahu kenapa tapi aku menangis. Air mataku mengalir dengan deras. Otakku membeku seketika sehingga aku tidak dapat berpikir dan bereaksi. Dia masih berlutut dan menatapku dengan wajah cemasnya.

"A..aku.." Air mataku terus mengalir. Aku tidak dapat mengeluarkan suaraku.

"Beri aku waktu 30 hari. Jika aku tidak bisa meyakinkanmu. Maka aku akan merelakanmu. Cincin ini simpanlah." Dia menutup kotak cincin itu dan meletakkannya ditangan kananku. "Jika setelah 30 hari kau memakai cincin ini maka kau telah menerimaku menjadi pacarmu. Tapi jika tidak maka aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku janji." Dia mendekat dan memelukku yang masih terus menangis.

"Baru ditembak saja sudah seperti ini. Bagamana kalau aku langsung mengajakmu menikah tadi? Sebenarnya rencana awalnya aku ingin mengajakmu menikah langsung hari ini. Tapi untung saja aku berubah pikiran. Jika tidak aku yakin kau akan langsung terkena serangan jantung. Dan aku akan kehilangan calon pengantinku." Ucapnya yang membuatku tidak bisa menahan tawaku begitupun dia. Kami tertawa begitu kencang bersama. Ini pertama kalinya aku merasa begitu bebas bersamanya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DESTINY ( Nio And Victoria )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang