Bab 21 Salon Mobil

5 1 0
                                    


Keriuhan tertampak dibumbuhi dengan gelak tawa, semburan air memercik kemana-mana, candaan itu kian panjang hingga Revan dan Yudha datang.

"Hmmm, kayaknya asyik nih," pekik Revan.

"Iya, Pak," jawabnya bersamaan menghentikan aktivitasnya mencuci mobil.

"Syukurlah kalian sudah bekerja," desisnya berdecak kagum mereka menjemput pertobatan.

"Lalu, di mana kalian tinggal?" Tanya Revan.

"Kami tinggal di rumah seberang, Pak milik Pak Revan, Pak Kifly meminta kami agar tidak ngontrak dan tinggal di sana saja, sayang katanya dibiarkan kosong saja.

"Syukurlah kalau begitu," jawab Revan.

Sebuah mobil alphard berhasrat memiliki wajah glowing, tentu bodi yang mengkilap. Suara mobil itu begitu parau pekikannya, jalannya pun berkelok-kelok seperti seorang yang baru belajar mengemudi.

"Eh, cari mati ya kamu?"

"Maaf, Pak. Selamat datang pencucian mobil di kota ini, Pak," jawab zidan dengan ramah.

"Segera bersihkan mobilku, jangan lama!"

Mereka personil pencucian mobil hanya terbelalak, seraya menggenggam tangannya menandakan menghormati pelanggan.

"Wei, kalian tunggu apalagi ayo kerjakan!" Seru lelaki itu dengan nada angkuh.

Jemari-jemari mereka telah menelusuri mobil setelah kotorannya yang memeluk erat mobil dihempaskan ke lantai bercampur dengan air hingga hitam pekat memolesi wajah lantai.

"Woi, jangan sampai mobilku lecet!" Pekiknya.

"Siap, Pak. Kami akan memberikan pelayanan terbaik."

"Tunggu! Apa kalian yang membikin retak cerminnya?"

"Bukan, Pak," jawabnya dengan lantang, tetapi debaran jantungnya memompa kencang sehebat pelari maraton.

"Apa-apan ini, pokoknya jika tidak diganti rugi, pencucian mobil ini aku tuntut!"

"Jangan Pak, kami tidak pernah memecahkannya, Pak. Mungkin saja itu sudah pecah dan itu bukan kesalahan kami," paparnya.

"Ah, kalian berani mengelak, mobilku ini mahal gak mungkin aku lengah merawatnya."

Suasana semakin keruh dengan pekikikan yang tak lagi bernada lembut, Revan pun bertapak menuju TKP.

Perasaan pekerjanya semakin bercampuraduk tak karuan, mereka sudah membayangkan akan disemprotkan kemarahan.

"Selamat siang, Pak. Kalau boleh tahu mengapa Bapak marah kepada karyawanku?"

"Oh, cocok. Aku harap sebagai pemilik pencucian mobil ini harus tanggung jawab atas keteledoran pekerja Anda," katanya dengan nada yang tinggi menampilkan raut wajah kekecewaan.

"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, di bagian mana yang rusak?"

"Di bagian belakang, sebelah kiri atas."

Revan pun bergegas melihatnya, seketika ia hanya tersembur gelak.
Para pekerjanya hanya saling beradu mata mendengarkan gelak tawa bosnya yang belum terdeteksi penyebabnya, mereka hanya menimpali jiwanya dengan sejumlah pertanyaan.

"Mengapa Anda tertawa, emang kalian semua tidak punya etika," hardiknya.

"Sabar, Pak. Kami tidak pernah mengecewakan customer kami dan juga selalu memberikan pelayanan terbaik bagi mereka yang datang ke tempat kami."

Revan mengarahkan telunjuknya dengan ibu jari yang sedikit dibungkukkan membuncit, sedia menjepit sedangkan jari lainnya hanya tertunduk. Sehelai rambut perempuan melata di cerminnya, hingga membikinnya tertunduk malu seraya merubah mimiknya yang tadinya membara seketika dipadamkan dengan realita saat ini menyenyumi jiwanya.

Senapan Yang Penuh Keajaiban (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang