46. Pelukan

13 3 0
                                    

Selamat membaca!

Semoga suka sama cara penyampaiannya, ya!😘

Jangan lupa tekan ⭐ dulu, hehe.

🖤*****>_<*****🖤

"Bukan saya. Raka yang menghubunginya," sahut Sean membuat mereka berempat kompak menatap ke arahnya.

"Raka? Kok bisa? Bukannya dia pergi ke luar negeri?" Arden mengerutkan keningnya.

"Bisa. Dia menghubungi ambulance sebelum berangkat ke Jerman," balas Sean santai. Ia berdiri di samping Jia.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Arden menyalakan ponselnya dan segera menghubungi Raka. Namun, nomornya tidak aktif. Hal itu, lantas membuat mereka mengerutkan keningnya, tentunya kecuali Sean.

"Kenapa tidak om saja? Dan juga, jika sebelum berangkat ke Jerman, berarti sekitar satu jam yang lalu. Kenapa ambulancenya baru datang?" Pemuda berparas tampan itu, merasa tidak mengerti.

"Om kan datang ke sini saat Raka sudah berada di bandara. Om tidak tau bahwa Reina meninggal. Raka hanya bilang kalo Reina dalam bahaya dan menyuruh om untuk datang ke sini," papar Sean seolah-olah mengatakan yang sebenarnya.

Arden mengangguk-anggukan kepalanya paham. "Tolong hubungi Raka," pintanya.

"Bukannya nomornya tidak aktif? Kamu kan sudah mencobanya," sahut Sean mengerutkan keningnya.

"Saya hanya ingin menghilangkan perasaan curiga kepada om. Jadi, saya ingin om menghubungi Raka. Saya rasa, Raka mempunyai nomor lain dan berbeda dengan nomor yang saya simpan," tutur Arden. Nada suaranya serius, begitu juga tatapannya.

Sean tersenyum sinis tanpa mereka semua ketahui. Tangannya mengambil ponselnya yang berada di dalam saku celananya. "Liat. Terakhir saya bertelponan dengannya jam sepuluh lebih. Berarti sekitar satu jam yang lalu," jelasnya memperlihatkan riwayat komunikasinya dengan Raka.

Disya, Jia, dan Sela terlihat menganggukkan kepala mereka secara kompak. Namun, Arden malah bersikap biasa saja. Seolah tidak yakin mengenai ucapan Sean barusan. Kemudian, ayah Kayla tersebut segera menekan tombol hijau. Mereka menunggu selama satu menit. Hingga terdengar suara 'Maaf, nomor ini tidak aktif.'

"Kamu masih mencurigai saya? Ah, gimana kalo samakan saja nomornya? Kamu akan yakin kalo nomornya sama atau berbeda," ujar Sean seraya menyerahkan ponselnya kepada Arden yang langsung menerimanya.

"Gimana? Sama atau enggak?" tanya Sean menatap Arden dan Disya yang tengah melihat nomor Raka.

"Sama," sahut Disya dengan nada suara sedikit pelan dari biasanya.

Arden pun mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya. "Maaf sudah mencurigai om." Tentunya sikapnya sopan.

"Iya tidak apa-apa. Om tau kalo Reina itu teman dekat kamu, dan kamu pernah bermusuhan dengan Raka," sahut Sean santai seraya memasukkan kembali ponselnya.

"Om tau darimana?" Arden penasaran.

"Dulu saat mengantar Kayla ke sekolah menengah pertama, om pernah mendengar itu semua. Apa om salah?" Setelah menjawab pertanyaan Arden, Sean juga bertanya.

Arden mengangguk pelan. Ucapan Sean memang benar. Ia terkenal di sekolah, sehingga kedekatan dan musuhnya cukup menghebohkan dan diperbicarakan.

"Cctv. Kita harus liat cctv di sekitar hotel," ucap Disya membuat semua orang menatap ke arahnya.

"Kamu benar. Ayo," ajak Sela antusias dengan saran yang diberikan oleh Disya.

Para wanita pergi ke ruangan cctv hotel. Sedangkan Sean dan Arden berjalan menuju jalanan yang terdapat cctv, mungkin ambulance itu melewati jalannya. Beberapa menit kemudian, mereka kembali ke tempat semula. Arden mengatakan bahwa ambulance itu pergi ke arah rumah Raka. Tentunya hal itu membuat mereka terkejut, kecuali Sean yang terlihat biasa saja.

Everything is Revealed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang