Adam mencoba memberanikan diri melihat dari sela-sela punggung orang. Sosok tersebut tersenyum ngeri menatap ke arah wajah Gea. Air liur bertetesan dari mulutnya seolah ia tengah menikmati sesuatu yang sangat enak. Matanya tidak sengaja berpapasan dengan sosok tersebut, lalu sosok itu menghilang bersama dengan tatapan tidak suka yang ia berikan pada Adam.
Clara hampir berlari ke arah Gea. Namun, seorang guru menghadangnya. "Nak, kembalilah ke kelas. Anak ini sudah meninggal. Kami sedang menelepon rumah sakit untuk membawanya agar dapat diurus."
"Semuanya tolong kembali ke kelas! Ini bukan pertunjukan, lanjutkan istirahat kalian." Perintah guru tersebut bersamaaan guru lainnya mengusir murid-murid yang masih berdempetan mencoba melihat Gea, tetapi dihalangi oleh guru-guru yang menutupi tempat kejadian tersebut.
Clara kemudian menyingkir dalam diam. Ia menyenderkan dirinya ke tembok koridor sekolah. Ia menutup matanya dan mulai menangis. Tak menyangka teman yang cukup dekat dengannya sudah tidak ada di dunia ini. Telinganya berdenging saking hebatnya Clara menangis. Mungkin karena ini pertama kalinya ia melihat orang yang baru saja menjemput ajal, apalagi itu Gea.
Adam menghampirinya dan mengusap pundaknya dalam diam memberikan ketenangan untuk Clara. Aneh, sudah lama mereka tidak bertemu tapi rasa tenang yang Adam berikan tidak berubah sama sekali bagi Clara. Rasanya masih hangat seperti dulu.
"Ikhlas, ya, Clara, kita balik ke kelas dulu. Sudah diumumkan pelajaran hari ini sampai besok ditiadakan. Kita pulang ya?"
Clara mengusap air matanya. "Beneran udah disuruh pulang? Kalau gitu aku mau ke Makku dulu Adam."
"Ya, kamu terlalu sibuk nangis sampe gak sadar mayat Gea aja udah dibawa keluar. Kita ke Makmu dulu kalo gitu." Adam melihat tempat terakhir Gea berada, masih ada darah di sana. "Meski ditiadakan, kelas sore masih ada. Kita tetap aja di sekolah. Makmu di sini sampai jam kelas sore, kan?"
Clara mengangguk. "Kok kamu tau Makku jualan sampe sore?"
"Uhm, denger dari teman-teman kelas," ucap Adam sambil berjalan mengikuti Clara kemudian mengalihkan pandangannya ke tembok.
Nana, teman hantu Adam terkikik. Ialah yang telah memberitahukan hal itu dari Adam. Saat ia berjalan-jalan di sekolah Adam yang baru, hampir banyak orang membicarkan ingin makan seblak Mak Tiem di kantin.
"Adam hati-hati, Mak Tiem jelek ada penunggunya. Nana nggak suka. Dia juga nggak suka sama kita." Nana berucap dengan serius.
Adam mengangguk pelan takut Clara memperhatikan. Mereka sampai ke kantin. Clara langsung menuju tempat Mak Tiem dan langsung memeluk neneknya itu.
"Mak, G-gea meninggal tadi. Jatuh dari tangga."
Wajah Mak Tiem sedikit terkejut lalu mengelus kepala Clara dengan lembut. "Sabar, ya, itu udah takdirnya Gea, Clara. Mak juga teu nyangka kalo jadi gini, tapi itulah takdir, gak ada yang tau."
"Iya, Mak." Clara mengangguk. "Oh, ya, kenalkan ini Adam. Maksudku, Mak masih inget sama Lino temenku dulu? Dia orangnya."
Mak Tiem menoleh ke arah Adam lalu tersenyum. "Lino apa kabar? Kasép pisan, euy."
"Baik. Nuhun pujiannya, Mak," balas Adam dengan sopan.
"Kalian pasti syok. Mau makan dulu nggak?" tanya Mak Tiem lalu melepaskan pelukannya dari Clara.
"Nggak, Mak, Clara mual gara-gara kejadian tadi," jawab Clara
Adam menggaruk kecil lehernya. "Adam gak laper, Mak."
Mak mengangguk pelan lalu melanjutkan cucian piringnya yang belum selesai. Suasana kantin sangat sepi. Mungkin banyak yang sudah pulang ke rumah atau pergi jalan-jalan bersama temannya. Adam mendudukkan diri di kursi sambil melihat-lihat kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seblak Mak Tiem (End)
TerrorSiapa yang tidak suka dengan seblak? Makanan khas Bandung yang sangat nikmat jika dimakan dalam keadaan panas. Begitu pun dengan murid SMA Negeri Khayalan yang sangat menyukai seblak, khususnya seblak buatan Emak Tiem. Namun, di balik rasa nikmat se...