Selang beberapa hari setelah Orlin dan Kanu pergi ke kafe, Kanu tidak masuk sekolah selama tiga hari. Pada saat itu, situasi kelas masih kondusif, semua siswa belajar dengan tenang. Termasuk Orlin, Chiquita, dan Abay. tiga orang tersebut tidak merasakan hal yang berbeda dari sebelumnya, bersenda gurau bersama.Orlin memutuskan untuk pergi ke kantin bersama Chiquita di jam istirahat, setelah sampai di kantin mereka bertemu dengan Theo.
"Chiquita, gue mau ngomong lo," tegur Theo to the point.
"Ada apa sih, Kak? Jangan bilang tentang Divo lagi," sahut Chiquita malas.
Theo langsung mengangguk cepat. "Iya. Dia minta tolong gue buat ngomong ke lo, kalo dia pengen ketemu," terangnya lagi.
"Bilangin ke dia, Kak. Kalau emang ada perlu sama gue suruh dateng langsung ke rumah. Nggak usah beraninya minta tolong orang lain buat jadi perantara. Cemen amat," cerocos Chiquita emosi. Padahal dia sadar kalau sedang berada di kantin dan sekarang menjadi pusat perhatian sebagian teman-temannya.
Orlin justru diam saja, tidak berkata apa pun, karena dia juga sudah mengerti sifat temannya itu, yang tidak akan menerima nasehat darinya. Satu-satunya cara yang saat ini Orlin lakukan hanya mengajak Chiquita kembali ke kelas dan menyuruhnya untuk duduk di kursi.Chiquita merasakan emosi sekaligus sedih. Dia merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya padahal kipas angin sudah dihidupkan dan diarahkan ke dirinya.
"Padahal dia udah lama ninggalin gue, selingkuhin gue tapi tiba-tiba pengen ketemu. Maunya apa sih itu orang," umpat Chiquita kasar.
"Nggak usah emosi terus. Lagian ngapain lo terlalu mikirin dia, sih. Coba tenang dulu," ucap Orlin mencoba mencairkan suasana.
"Lama-lama lo kayak Kanu, nyuruh orang buat tenang terus. Ya gimana Lin, soal perasaan emang susah, batin gue udah terlanjur dihancurin sama dia, gue nggak terima ya kalau dia sok baik ke gue."
"Oke gue paham. Tapi nggak seharusnya juga marah ke gue, gue salah apa emang?" Orlin mencoba menyadarkan Chiquita yang sedari tadi marah-marah padanya.
"Iya-iya maaf."
Chiquita lalu memeluk tubuh Orlin, berharap dirinya bisa lebih tenang sedikit.
Orlin membalas pelukan sahabatnya sambil terus mencoba agar emosinya mereda.Padahal gue udah lega banget, beberapa hari ini nggak diganggu dia.Tapi malah dateng lagi, batin Chiquita.
***
"Kak, gimana? Lo udah bisa bujuk Chiquita biar mau ketemu sama gue?" tanya Divo pada Theo penuh harap.
Cowok bertubuh tinggi tersebut diam beberapa detik, tidak langsung menjawab pertanyaan Divo. Divo yang tidak sabar dengan respons Theo pun bertanya ulang. "Kak, gimana?"
"Nggak ada hasil. Dia malah marah-marah ke gue. Udah ya! Lo nggak usah minta tolong lagi ke gue, urus aja kisah percintaan lo sendiri. Soalnya gue pikir-pikir malah gue yang ribet," ucap Theo dengan nada memaki.
"Tapi Kak, Lo nggak kasihan sama gue jadi menderita begini," balas Divo dengan ekspresi wajah memelas.
"Menderita lo sendiri yang buat. Jadi pikirin sendiri aja gimana caranya biar Chiquita bisa maafin lo," kata Theo sebelum memutuskan untuk pergi, memberi waktu untuk Divo menyadari kesalahan serta kebodohannya.
Divo yang merasa diselimuti rasa bersalah begitu dalam pun memutuskan untuk pergi ke rumah Chiquita pada saat itu juga, tidak ada kata untuk menunda-nunda lagi.
Meskipun Divo sedikit merasa takut akan reaksi yang diberikan Chiquita nanti, Dia tak peduli. Yang terpenting dia sudah bertemu dan sudah berniat baik.
Motor Divo berhenti di depan rumah Chiquita. Chiquita yang kebetulan sedang berada di terasnya sempat tidak mengenali. Namun, beberapa detik kemudian dia tahu kalau cowok yang sekarang sedang di rumahnya adalah Divo. Divo turun dari motor dan berjalan mendekagsung meliriknya sinis.
"Chiquita," panggil Divo tanpa ragu.
"Ngapain lo ke sini? tumben nggak nyuruh sepupu lo buat bantuin," sindir Chiquita kejam.
"Gue kesini mau minta maaf. Gue salah waktu itu," balas Divo pelan. "Gue pikir tindakan gue udah bener karena bilang jujur ke lo."
Chiquita terdiam di tempat. Memorinya kembali mengingat kejadian yang tlah lalu, tepatnya satu tahun ke belakang di bulan Februari sehingga membuat dirinya melamun.
Chiquita berdandan di depan cermin kamarnya dengan penuh antusias. Karena hari itu dia berniat untuk pergi bersama pacarnya, yaitu Divo. Padahal saat itu dia sedang sakit demam tapi Chiquita tak begitu memedulikan kesehatannya. Rasa semangatnya untuk bertemu Divo memang sungguh tinggi.
Dia berjalan cepat ke luar rumah dan langsung mejalankan motornya. Namun, ketika sudah di rumah Divo, Chiquita mendapatkan hal yang begitu menyakitkan.
"Kita jadi pergi, kan?" tanya Chiquita dengan senyum mengembang.
"Di rumah aja. Nggak niat pergi kemana-kemana gue," jawab Divo datar.
Mendengar hal tersebut Chiquita diam beberapa saat, suasana menjadi canggung.
"Kenapa?"
"Nggak papa," jawab Divo datar.
"Kenapa cuek banget, sih?" tanya Chiquita bingung. Chiquita sempat bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah dia berbuat salah?
"Gue mau jujur sama lo, kalau gue udah suka sama cewek lain. Tapi untuk sekarang gue nggak berani nembak."
Betapa hancurnya perasaan Chiquita saat mendengar perkataan itu keluar dari mulut orang yang dia sayang. Tubuhnya seketika melemas dan jantungnya berdetak lebih cepat. Dia semakin yakin kalau hubungannya dengan Divo telah selesai.
***
Chiquita tersadar dari lamunan, menatap cowok yang di hadapannya dengan sorot mata tajam. "Apa lo bilang? Tindakan lo bener karena udah jujur. Gue nggak butuh kejujuran lo itu—"
"Gue bilang semuanya juga biar gue lega," balas Divo merasa bersalah.
"Apa lo sadar karena kejujuran lo dulu itu bikin mental gue rusak, bahkan gue sempet dapet peringkat ke 28 pas ujian semester dari total jumlah siswa 32. Harusnya lo mikir! Kalau lo berpengaruh di hidup gue." Chiquita menumpahkan semua kekesalannya yang tidak bisa tertahan, lalu masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Seolah tidak memberi kesempatan Divo untuk berbicara apa pun.
Divo berjalan ke arah motornya dengan langkah berat, dia masih belum bisa menghilangkan rasa menyesalnya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte Art
Teen Fiction[Revisi setelah tamat] Berawal dari keisengan Kanu yang ingin belajar membuat seni latte art membuat dia akhirnya bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Jovanka Orlin. Mulanya semua terasa menyenangkan tapi akhirnya ada satu hal yang membuat...