Sepuluh tahun kemudian.
"Welcome back Tami, keponakan tante yang cantik. Selamat yah sayang atas kelulusan kamu. Tante, bangga." Soraya menyambut Tami dan Rendra yang baru saja datang dengan hangat. Bahkan mereka berpelukan cukup lama.
"Tami juga kangen sama, Tante," ucapnya penuh kerinduan. Sudah dua tahun ia mengambil program magister jurusan bisnis di luar negeri. Ini sengaja Tami lakukan sebagai tanggung jawab yang harus ia penuhi karena sudah membohongi keluarganya. Syarif sendiri sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan perihal kebohongan Tami itu. Karena baginya apa yang membuat Tami bahagia adalah yang utama. Berbeda dengan Sekar yang terus menuntut Tami mengikuti sejarah keluarga, karena perusahaan keluarga mereka nantinya akan dipegang oleh Tami.
Awalnya Tami merasa terpukul begitu mendengar kabar sang ayah koma di rumah sakit. Terlebih ketika ia pada akhirnya harus mengakui segala kebohongannya dindepannkeluarga besar. Tahun-tahun pertama Tami habiskan untuk merawat sang Ayah dan mengurus perusahaan. Barulah setelah kesehatan Syarif stabil dan perusahaan bisa dikatakan maju, Tami memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya.
Selama dua tahun di luar negeri iantidak hanya sekedar kuliah. Ia juga masih tetap bekerja walaupun dari jarak jauh. Melelahkan memang, tetapi ia cukup bahagia dengan itu. Karena setelah ia berhasil menyelesaikan magisternya, pintu gerbang menuju impiannya akan terbuka. Sesuai perjanjiannya dengan Sekar, ketika ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dan perusahaan bisa bergerak maju, maka perusahaan orang tua Tami baru bisa diserahkan kepada dirinya.
Syarif yang melihat Tami sudah jauh lebih dewasa merasa haru. Betapa waktu sudah berlalu begitu cepat dan kini Tami sudah berubah menjadi wanita mandiri. "Ayah gak pengen peluk aku?" tanya Tami sambil berlari kecil menuju sang Ayah.
"Mana mungkin Ayah tidak rindu sama anak nakal Ayah ini." Syarif memeluk Tami tidak kalah erat. Ada rasa lega dan bangga. Tami yang sejak kecil tidak tinggal bersamanya, nyatanya bisa tumbuh menjadi wanita yang dewasa dan kuat.
"Selamat datang, Mi." Sekar datang dan memeluk Tami dengan wajah datarnya. Tami pun turut memberikan pelukan pada tantenya itu.
"Jangan berbangga diri dulu, Mi. Jalan kamu masih panjang," ucap wanita itu.
"Wajar kalau kami bangga sama dia. Pencapaian Tami itu bisa dibilang sangat-sangat berhasil. Gak semua anak pengusaha bisa seperti Dia." Soraya nampak tersenyum sinis pada Sekar, sepertinya gendering perang sudah mulai ditabuh.
"Kamu memang keturunan Bagaskara, Mi. Keturunan Bagaskara memang tidak pernah gagal." Soraya kembali berceloteh. Ia tidak terima dengan apa yang Sekar katakan pada Tami.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet (Complete) Move To Fizzo
Chick-LitMenjadi seorang pria tampan, berpendidikan tinggi dan memiliki konsultan hukum miliknya sendiri, memiliki itu semua tidak serta merta membuat seorang Pratama Aprilio mudah mendapatkan pasangan. Walaupun banyak wanita yang rela melakukan apapun demi...