Tami datang bersama Rendra memasuki gedung yang merupakan perusahan tempat Ayah dan Ibunya pertama kali merintis bisnis, sekaligus tempat yang menurut Tami oenuh dengan kenangan dirinya dan sang ibu. Di sini, biasanya Tami akan menemani sang Ibu bekerja selepas pulang sekolah. Tempat ini sudah serasa taman bermain baginya. Ia pernah mendengar dari sang ibu jika dahulu ia dan ayah hanya mengontrak sebuah ruko saat merintis bisnis konsultan arsitek.
Selama di perjalanan, senyum Tami terus mengembang. Ia tidak sabar ingin segera sampai. Namun, ketika sampai Tami justru mengerutkan dahinya. Banyak yang berubah dari bangunan itu. Seperti... tidak terurus. Ada apa sebenarnya? Tami memang sudah mendengar kabar jika perusahan ini mengalami kerugian. Tetapi apakah separah itu, hingga untuk melakukan pemeliharaan gedunh saja tidak mampu, pikirnya.
Ketika sampai, Tami bergegas menuju ruangan Sekar. Ruangan itu yang akan ia gunakan nantinya. Sesampainya di ruang Sekar, Tami mencoba untuk bersikap senormal mungkin. Ia menyapa tantenya itu dengan ramah dan sedikit berbincang-bincang mengenai perusahaan beberapa tahun terakhir. Setelah beberapa menit mereka bercakap-cakap, mereka kini berada di ruang meeting. Ruangan itu ternyata sudah dipenuhi oleh karyawan yang nampak penasaran akan sosok pemimoin baru mereka. Tami pun melangkah memasuki ruangan dengan senyuman ramah yang ia miliki. Dapat ia dengar beberapa orang saling berbisik mencoba menilainya. Entah itu penampilannya ataupun juga wajahnya. Tapi, Tami mana peduli. Toh alasan mereka semua dikumpulkan di sini untuk mempeekenalkan siapa pemilik baru perusahaan itu.
Selesai acara perkenalan, Tami pun tidak menyia-nyiakan waktunya di sana. Ia langsung mengadakan meeting dengan seluruh manager yang ada diperusahaan. Para manager Tami minta untuk mempresentasikan laporan mereka selama beberapa tahun belakangan. Entah mengapa selama meeting, Tami merasa ada hal yang janggal. Namun, ia belum memiliki bukti akan perasaannya itu. Selain itu ia juga merasa jika sejak tadi Sekar nampak tidak menyukai apa yang Tami lakukan saat ini.
Seharian melakukan meeting yang melelahkan, akhirnya Tami dan Rendra kini berada dalam perjalanan menuju rumah orang tua Tami. Yah, Tami memilih tinggal di sana dibandingkan di rumah kakek dan neneknya bersama Sekar. Selain karena Tami enggan kembali diatur oleh Sekar, Tami juga ingin kembali ke masa dahulu saat ia masih kecil.
"Kok gue ngerasa ada yang aneh dari laporan yang diberikan sama keadaan kantor om yang sekarang?" ucap Rendra sambil menatap ke arah jalanan yang sedang mereka lewati.
"Gue juga ngerasa gitu. Cuma gue gak bisa ngomong apa-apa sekarang. Kayaknya gue bakalan minta kantor audit buat cek laporan perusahaan deh," putus Tami.
"Soalnya kalau cuma berdasarkan opiningue doang, yang ada Tante Sekar tersinggung. Gak enak aja kita sebagai keluarga berantem karena hal yang belum jelas gini," lanjut Tami lagi dengan nada suara lelah.
"Lo gak bawa Sheril ke sini?" Melihat Tami yang nampak lelah, membuat Rendra teringat akan asisten setia Tami. Biasanya wanita itu akan membantu Tami mengerjakan pekerjaannya.
"Sheril gue minta monitor Mall yang ada di Thailand, Sai. Mungkin baru beberapa bulan ke depan dia bantu gue di sini kalau semakin parah." Tami jadi teringat akan asisten cantiknya itu. Ia pun segera membuka email yang dikirimkan Sheril bberapa jam lalu.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet (Complete) Move To Fizzo
Literatura FemininaMenjadi seorang pria tampan, berpendidikan tinggi dan memiliki konsultan hukum miliknya sendiri, memiliki itu semua tidak serta merta membuat seorang Pratama Aprilio mudah mendapatkan pasangan. Walaupun banyak wanita yang rela melakukan apapun demi...