Sudah 10 melodi, sudah ratusan pesan terkirim, sudah letih rasanya hati. Namun bukannya mendekat, kelinci malah makin membentangkan sekat yang amat tinggi.
Kupanggil-panggil kelinci, tapi aku malah diacuhkannya. Kuperhatikan kelinci, namun dia resah karena nya.
Lalu harus apa lagi aku? Mengertilah, bahwa menahan gejolak perasaan ini lebih sulit dari memecahkan soal matematika.
Aku harus tersenyum saat putri lain mendekatinya. Aku harus menutup mata saat dia berlalu lalang tepat dihadapanku. Aku mesti menekan dada kuat-kuat saat putri lain menyatakan suka terang-terangan kepadanya.
Iri. Cemburu. Sakit hati.
Sepertinya tak cukup untuk menggambarkan semuanya.
Aku tak bisa marah jika putri lain juga mengincar kelinci. Aku tak berhak melarang siapapun juga menyentuh kelinci. Kalau kelinci suka, aku bisa apa?
Wahai hati kenapa kau tak mau mendengarkan aku sekali saja? Tinggalkan kelinci, berhenti menguntitnya. Kau hanya akan semakin luka dan luka.
Wahai kelinci, tak bisakah sedetik saja dalam hidupmu menghargai aku? Siburuk rupa yang tersakiti ini. Harus apa lagi aku? Untuk memendam sesak ini saja aku tak mampu. Untuk mencampakkan perasaan konyol ini aku tak bisa.
Aku tak bisa wahai kelinci. Jadi harus apalagi aku?
Kenapa rasanya aku terlalu konyol untuk sekedar mengeluarkan semua isi kepala?
Ah tulisan ini terlalu aneh. Bahkan aku sendiri bingung karenanya.
Kenapa aku bertemu pengeran, kenapa aku bertemu kelinci, kenapa aku malah jatuh hati kepadanya.
Yang aku tau dari melodi pertama. Aku mengatakannya dengan perasaan berbeda-beda.
Dan kini aku pun tau. Aku hanya berdua, bersama hati yang terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Melodi
Teen FictionKelinci dan Aku. Akan jadi apa kita nanti? Kapan melodi ini berhenti? Haruskah aku menunggu sampai aku tak jatuh cinta diam-diam lagi?