Kita pacaran, kan?
Kita pacaran, kan?
Kita pacaran, kan?
Meski sudah lewat sepekan, tiga kata yang diucapkan Ryu itu masih membuatku melayang hingga kini. Sangat disayangkan kenapa waktu itu aku tidak merekam saat Ryu berkata begitu agar bisa kuulang lagi. Aku senang ketika dia mengucapkan tiga kata itu. Tidak apa-apa lah kalau Ryu tidak menembakku yang penting aku sudah dapat pengakuan dan kejelasan status hubungan kami.
Aku dan Ryu pacaran.
Aku punya pacar.
Akhirnya aku punya pacar setelah dua puluh tiga tahun jomblo.
Senyum di bibirku terus mengembang seolah bibirku baru saja diberi ragi sambil terus mengulang afirmasi di atas dari ketika aku mandi sampai aku selesai mandi. Hari ini aku juga akan bertemu Ryu lagi. Eh, tunggu. Kalau kami bertemu lagi dalam keadaan sudah berpacaran berarti ini bisa disebut kencan, kan? Senyumku mengembang makin lebar.
"—Pak."
"Oh, begitu ya. Kirain cukup pake pakan biasa aja gitu."
Saat sedang sibuk berpikir soal status baruku dengan Ryu, sayup-sayup kudengar suara orang yang mirip dengannya. Tapi mana mungkin, kan, itu Ryu sebab suara itu terdengar dari arah belakang rumah di mana kandang ayam piaraan bapak berada. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, menepis anggapan mustahil itu. Dia tidak ada urusan di sana jadi tidak mungkin itu dia. Lagipula dia bilang dia akan datang pukul sebelas sedangkan ini sepertinya masih pukul sepuluh.
"Saya tahu soalnya saya dulu juga pernah miara ayam petelur waktu masih SD. Tips begitu saya dapet dari papa saya, Pak. Cuma sekarang sih udah nggak miara sendiri soalnya udah diserahin ke karyawan."
"Oh, begitu ya? Berarti Ryu sekarang punya peternakan ayam sendiri?"
"Yah, peternakan kecil-kecilan sih, Pak, belum besar tapi hasilnya lumayan."
Suara itu terdengar lagi. Semakin lama didengar semakin mirip suara Ryu.
T-tunggu.
Aku segera ke kamarku kemudian membuka ponselku. Ternyata sudah ada satu notifikasi Telegram sejak beberapa menit yang lalu.
Tiga kata keramat yang pertama seperti biasa.
Diterima dua puluh menit yang lalu.
Itu adalah saat aku sedang asyik mandi.
"Hah? Apa? Dua puluh menit yang lalu? Jangan-jangan itu beneran …."
Aku buru-buru mengirim sebuah pesan Telegram ke nomor Ryu dan, ajaibnya, aku mendengar suara notifikasi dari halaman belakang rumahku. Betul-betul suatu kebetulan. Terdorong oleh rasa penasaran, aku akhirnya mencoba ke halaman belakang rumahku dan mengintip untuk membuktikan hipotesisku.
"Hai, Manis," panggil Ryu sembari melambaikan tangannya ketika aku melongokkan kepalaku ke kusen pintu yang menghubungkan antara dapur dan halaman belakang rumahku.
Aku refleks bersembunyi di balik dinding pemisah antara dapur dan halaman belakang rumahku karena aku kaget di sana betul-betul ada Ryu.
Bagaimana bisa?
Dan, apa itu tadi? Dia panggil aku 'manis'? Eh, beneran 'manis' atau bukan sih? Apa kupingku saja yang budek sampai salah dengar?
"Oh, Ganis udah selesai mandi ya?" tanya bapak pada Ryu. Bapak kemudian memutuskan untuk memasuki dapur dan terus masuk ke dalam rumah setelah Ryu mengangguk menjawab pertanyaannya. "Oh, iya. Masuk sini, Ryu. Ganis-nya udah selesai mandi nih," kata bapak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KADREDA | Tamat
RomancePengangguran sempat menjadi nama tengah Ganis selama enam bulan lamanya sampai akhirnya ia diterima bekerja di sebuah sekolah swasta bernama Republik Ganesha di bawah naungan yayasan yang sama. Di sanalah Ganis melihat sosok yang mirip aktor drama K...