Telescope

26 0 0
                                    

Seperti untain mutiara berderet bertasbih, embun pagi yang menetes sejuk berkilau kala mentari menyingsing bersinar. Sinaran kecil menembus sela jendela sebuah rumah susun yang terhalang kelambu. Denting alarm berbunyi kala waktu menunjuk angka 6. Teropong bintang kecil berdiri tegak dengan tripod murahan yang tak lagi bagus. Seperti barang lama.
Dari balik pintu kamar mandi seorang pemuda berjalan kearah meja dekat tempat tidurnya, ia mematikan bunyi nyaring yang sudah 15 menit berlalu dengan lantang. Sejenak ia berdiri menatap teropongnya. Entah apa yang difikirkan, entah mengapa. Sejenak itu ia hanya termangu, ia hanya menatap teropong tuanya itu.
************************************
Ini kisah 2 tahun lalu sebelum hari dimana ia hanya menatap teropong tanpa pernah lagi menggunakannya. Kisah tentang sebuah perhatian yang mendalam akan insan yang saling berkasih. Tentang bagaimana sudut pandang mata merisalahkan keindahan.
Seperti pagi umumnya, pemuda bernama Yudha hanya menikmati aktivitas rutin yang selalu ia jalani. Pagi itu tanggal 29 Agustus, ia ada janji untuk bertemu dengan pelanggan yang akan membeli beberapa foto hasil festival daerah beberapa saat lalu. Setelah selesai berkemas, ia mengendarai sepeda pixie kesayangannya menuju café tempat janjian.
Pemandangan kota yang cukup padat dan kendaraan bermotor yang semakin banyak membuat kondisi udara semakin kurang baik, pepohonan dan ruang terbuka tidak memiliki porsi yang cukup menghadapi besarnya polusi udara.
20 menit bersepeda, ia pun sampai di café tempat mereka rencana bertemu. Di depan Café tersebut terlihat beberapa meja pelayanan yang terletak diluar, payung teduh dan hiasan bunga menambah cantik tempat itu. Disudut dari taman terlihat seorang pemuda dengan seorang wanita cantik sedang berbincang sembari meneguk jus berwarna merah jambu. Iya, itu pak Andre yang akan membeli beberapa foto, namun entah siapa gadis disebelahnya.
Yudha menghampiri dan menjabat tangan Pak Andre,
"Selamat pagi pak, Maaf saya agak telat" ucap Yudha.
"Ah, pak Yudha tidak telat kok, ini kan café saya, rumah saya dibelakang. Jadi kepleset saja sudah sampe"
"Ah bapak bisa saja"
"Bagaimana foto festival yang saya pesan kemarin, sudah siap?" Tanya pak Andre.
"Sudah pak, kebetulan sudah saja pack sekalian didalam map coklat"
Pak Andre mengambil map coklat yang diserahkan oleh Yudha, sesekali Yudha melirik kearah gadis cantik sebelah pak Andre. Tak butuh waktu lama, pak Andre pun menyadari apa arti gerak gerik Yudha itu.
"Ohya, saya belum kenalkan ya? Ini keponakan saya, namanya Melissa"
"Melissa" ucap Melissa sembari menjabat tangan Yudha.
"Yudha"
"Pak Yudha ini hasil Shootnya bagus loh Mel" Puji Pak Andre.
"Ohya?" Tanya Melissa
"Ah Pak Andre berlebihan, hanya factor keberuntungan saja kok pak"
"Foto Festival Cap Go Meh yang diruang tamu rumah paman itu hasil bidikan Pak Yudha."
"Oh foto naga meliuk itu ya paman, hmm, klo itu kayaknya bukan keberuntungan deh, tapi mahir" Melissa membenarkan.
"Ah saya jadi besar kepala nih"
"Pak Yudha orangnya jujur dan polos sekali, hasil bidikan pak Yudha memang bagus"
"Ohya, Melissa ini tinggal di Apartement sebelah rumah susun yang Pak Yudha tinggali loh, lantai berapa Mel?" Pak Andre menyambung ucapannya.
"Lantai 4 Paman" Jawab Melissa.
"Oh Apartement Indah Sedayu ya? Lantai 4? Sama donk, saya juga dilantai 4 tetapi apartement ala kelas bawah" ucap Yudha.
"Haha..Pak Yudha ada ada saja. Ohya, pembayarannya seperti biasa ya via transfer."
" Baik pak, tidak masalah. Ohya saya langsung kekantor ya pak, soalnya setelah ini masih ada janji dengan beberapa client lagi"
"Wah, tidak sarapan dulu? Saya jadi tidak enak" ucap pak Andre.
" Ah tidak apa apa pak, saya malah harusnya berterimakasih karena bapak banyak mengambil foto hasil shoot saya"
"Sama sama pak Yudha"
"Baik pak saya pamit, Mari ibu Melissa"
Terlihat senyum manis Melissa dari kejauhan, terfikir oleh Yudha mengapa tak pernah ia sadari ada bidadari diujung sebelah bangunan yang ia tinggali. Namun pikiran tersebut berlalu seiring dengan deru debu yang sudah mulai terangkat oleh terpaan angkutan umum yang melintas.

Malam sedikit berjalan pelan, seakan pagi tak kunjung memberi cahaya kepastian mentari. Dari ujung jendela teras angin membelai kelambu coklat hingga sedikit terbuka. Malam itu Yudha terlihat mengerjakan beberapa foto di komputer yang terletak membelakangi teras balkon. Sedikit penat terasa, mata agak terlihat perih. Diteguknya air putih berharap sedikit menahan kantuk, karena masih membujang apalah daya semua hal harus dilakukan sendiri, terkadang untuk membuat kopi pun agak sedikit malas. Semenit kemudian ia berdiri meregangkan badan yang mungkin sudah 3 jam duduk di depan komputer.
Ditatapnya jendela, agaknya dingin angin malam mulai terasa merasuki tulang. Ia mencoba menutup jendela dan pintu menuju balkon yang memang sedari sore terbuka. Ia menyadari cahaya lain dari bangunan seberang masih menyala, hanya satu petak dari puluhan petak jendela yang terlihat dari tempatnya berdiri.
Seperti teringat hal penting, ia mencoba memfokuskan pandangan pada arah cahaya tersebut, siapa tahu masih ada orang yang bangun meski terlihat di jam tangan yang ia pakai menunjukan pukul 2 pagi. Usahanya terlihat gagal karena jarak pandang memang kurang pas untuk malam hari. Ia hanya dapat melihat cahaya lampu ruangan tanpa terlihat seorang pun.
Hari berjalan kian cepat, mentari yang menyingsing tak terasa sudah tenggelam kembali, deru suara angin malam melewati jendela kamar Yudha. Dari sudut gelap luar jendela terlihat cahaya bergerak memasuki ruangan. Cahaya senter, benar. Awalnya Yudha tidak menghiraukannya, namun lama kelamaan cahaya itu sedikit mengganggu konsentrasi karena pergerakannya yang tak berarah. Ia pun menengok keluar.
"Aneh, kenapa ada seseorang yang melakukan hal aneh seperti ini sih" Gumam Yudha.
Ia melihat seorang gadis yang menggerak - gerakan senter kearah kamarnya. Hal ini seperti memberi sebuah kode atau menarik perhatian khusus. Namun apa yang sebenarnya terjadi? Kini gadis itu melambaikan tangannya ketika melihat Yudha keluar di teras balkon rumahnya. Samar samar tak jelas, malam sudah cukup larut. Ia awalnya ingin meninggalkan dan tak menghiraukan semua tindakannya, tetapi hati kecilnya berkata lain.
"Siapa tahu ada perampok di rumah gadis itu, atau ada sesuatu" Ucapnya dalam hati.
Sedikit curiga ia mengambil teropong tua dari dalam lemarinya. Teropong bintang sebenarnya, tetapi cukup untuk melihat sesuatu yang terjadi di seberang dimana jarak pandang tak lagi jelas karena jarak dan kondisi malam.
"Apa sih yang dilakukan cewek itu?" Ucap Yudha sembari mengintip dengan teropong.
Gadis itu melambaikan tangan dan beberapa kali menunjuk kearah atas. Seperti ada hal yang sedang terjadi diatas tempatnya berdiri sekarang. Gelap, semua kamar sudah mematikan lampunya. Pencahayaan hanya terlihat dari beberapa lampu teras yang menyala, ironisnya jaraknya cukup jauh dengan posisi gadis itu melambaikan tangan. Sembari mencoba untuk fokus pada arah tangan gadis itu, akhirnya Yudha dapat melihat sesuatu bergerak tepat satu lantai diatas gadis itu tinggal. Itu kucing, atau anjing kecil pandangannya masih terlihat samar.
Ia lalu mengambil senter kecil dilacinya. Ia memberikan kode yang sama ke gadis diseberang. Gerakan cahaya senter seperti sebuah kode bahwa ia akan datang membantu. Ia mengarahkan senter ke bawah lalu kearah gedung tempat gadis itu tinggal. Yudha bergegas turun, berharap gadis itu mengerti akan kode yang diberikan.
Setelah melapor pada petugas jaga, ia pun mencoba menghitung tempat dimana gadis itu berdiri. Petugas jaga yang ada pun akhirnya membantu Yudha. Berselang 5 menit setelah keluar dari lift, terlihat sebuah pintu dengan tulisan " Melly House". Sesaat sebelumnya Yudha tak sadar jika gadis itu adalah Melissa keponakan dari pak Andre. Hingga Seorang gadis cantik pun keluar setelah ketukan ketiga.
"Loh" Yudha agak kaget.
"Ayuk buruan sebelum kucingnya mati" Ucap Mellisa
Reaksi Melissa yang sepontan menarik tangan Yudha membuat pria itu sedikit bingung. Namun rasa aneh yang dirasakannya segera dibuyarkan oleh pandangan dimana kaki seekor kucing terjepit diantara pagar teras. Kucing itu terlihat lemas, entah sudah berapa lama ia terjepit.
"Wah cukup tinggi juga ya, kau punya jaring?" Tanya Yudha
"Tidak punya, tapi sebentar coba saya carikan sesuatu" Ucap Mellisa.
Yudha mencoba berfikir jalan keluar atas kejadian itu, dahinya berkerut. "Abang bisa naik?" Tanya Yudha pada Petugas Jaga yang bersamanya.
"Saya takut ketinggian Mas" Jawabnya sembari menengok kebawah.
" Agak susah nih, tidak ada pegangan kecuali pipa pembuangan air ini" Pikir Yudha. " Mbak, punya tali atau sabuk yang kuat?"
"Sebentar Mas" Teriak Melissa dari dalam ruangan. Ia pun terlihat keluar beberapa saat kemudian. "Saya cuma punya ini Mas". Melissa menunjukkan Plastik sampah, Gagang kain pel, dan sabuk polkadot.
"Saya rasa cukup, sabar ya" Ia terlihat merangkai Plastik sampah pada gagang kain pel.
"Ada plakban?" Tanya Yudha.
"Ada, sebentar ya" Ucap Mellisa.
Melissa berlari kedalam dan terlihat keluar dengan sedikit berkeringat.
"Ini Plakbannya"
"Terimakasih ya" Ucap Yudha.
Ia merangkai plastic sampah dengan gagang kain pel menggunakan Plakban. Setelah dirasa cukup kuat ia pun naik pondasi pagar untuk mencoba menyelamatkan kucing itu. Awalnya usahanya gagal, karena pijakannya masih kurang tinggi. Karena melihat kegigihan Mellisa, maka ia berusaha mengikatkan dirinya ke pipa pembuangan menggunakan ikat pinggang. Untuk ukuran wanita, ikat pinggang yang dikenakan agak sedikit besar. Aksi nekatnya membuahkan hasil, ia berhasil menyentuh kaki kucing yang tersangkut dan mengupayakan agar kucing itu terjatuh kedalam plastic yampah tang sudah dirangkai. 10 menit yang menegangkan pun berlalu, kucing yang terlihat sangat lemas itu pun berhasil diselamatkan.
"Uduh kasihan sekali kucing ini" ucap Mellisa ketika menerima kucing kecil itu dari Yudha.
"Mas ini nekat juga ya, padahal kan klo jatuh bisa tamat." Ucap petugas Jaga.
"Yah itung itung amal Bang, kalau mati ya berarti belum rezeki" Ucap Yudha dengan sedikit tertawa.
" Terimakasih ya" Ucap Mellisa.
"Iya sama sama" Ucap Yudha.
" Ah kemarin siapa namanya? Yudha ya? Maaf pasti terganggu dengan kilatan cahaya senter tadi"
" Iya benar Yudha. Sedikit sih, tadi kalau tidak pakai teropong tidak bisa lihat ada apa"
"He? Pakai teropong apa?" Tanya Mellisa.
" Teropong Bintang"
" Serius nih?"
"Iya, kan cukup jauh dari tempat tinggal saya jadi tidak terlihat dengan jelas. Tapi kenapa cahaya senternya kearah kamar saya?"
" Habis Cuma kamarmu yang terlihat masih menyala, coba deh tengok dari sini" Mellisa menunjuk kearah Rumah susun di seberang.
"Ah iya juga, lagian sekarang sudah jam 2 pagi ya?"
"Tuh kan" ucap Mellisa membenarkan.
Yudha kembali setelah memastikan bahwa kucing itu masih hidup dan melakukan pengobatan kecil bersama Mellisa, ia pun pamit pulang.
Sepanjang jalan terlihat sepi, sesekali ia menengok kearah ruangan Mellisa yang tak lama kemudian lampu dimatikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senandung Kisah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang