SATU

10 1 2
                                    

"WOI JANGAN KE MUKA GUE, ANJ--"

Kalimat Arkan mendadak tertelan di tenggorokan begitu bogeman mentah mendarat kasar di wajahnya. Cowok itu terhuyung beberapa langkah ke belakang, mendadak kehilangan keseimbangan.

"Segitu doang tenaga lo? Aih lemah!" seruan remeh itu keluar begitu mulus menyindir Arkan. Sementara Arkan, cowok itu masih mengumpulkan tenaga. Nyeri mendadak menyerang rahang cowok itu, pun dengan isi kepalanya yang mendadak berputar. Sepertinya ini karma karena Arkan tak mendengarkan nasehat Bunda untuk beristirahat di rumah. Tiga hari cowok itu diserang demam, bukannya istirahat, ini malah adu jotos. Bunda, maafin Arkan. Kalau Arkan pulang biru-biru lagi, tolong bilangin Ayah jangan potong uang jajan aku minggu depan.

"Kasihan sih gue ngeliat lo sebenarnya. Emang apa hak lo ngelarang gue deket-deket sama Raya? Lo pacarnya? Tapi sayangnya Raya yang cantik itu bukan pacar lo lagi bro."

"Diem lo!" balas Arkan kesal. Bram, cowok sok lakik di hadapannya ini malah menatap Arkan makin mengejek.

"Hahaha.. Ngomong-ngomong boleh dong gue jadiin Raya mainan berikutnya?"

"Bangsat!" emosi Arkan begitu tersulut mendengar kalimat merendah untuk Raya yang keluar dari mulut busuk Bram. Arkan segera mengumpulkan tenaga, menghajar balik wajah Bram marah. Lalu bertubi-tubi memukul perut Bram saat ada kesempatan dan Bram juga tak kalah membalas. Tampak terjadi aksi baku hantam yang tidak bisa terelakkan. Dua cowok SMA beda sekolah itu tampak sama-sama ingin menunjukkan siapa yang paling kuat.

Tapi sepertinya ini bukan hari beruntung untuk Arkan, belum lama aksi jotos itu berlangsung, Arkan sudah tergeletak di tanah cukup tragis sementara Bram yang duduk di perut Arkan menunjukkan wajah songong.

"Nyerah?" tanya Bram mengejek. "Kalau masih mau lanjut, gue siap matahin leher lo atau mungkin tangan lo."

Arkan meludah tepat di wajah Bram. Salah satu aksi di luar dugaan Bram yang tidak pernah ia pikirkan. Bram mengumpat kesal, tentu saja, harga dirinya diremehkan. Segera, Bram bangkit dan langsung menyeret Arkan untuk bangun.

Bugh!

Satu pukulan gratis dari Bram kembali meluncur. Kali ini lebih keras sampai-sampai Arkan langsung terjatuh ke tanah. Darah segar mengalir di sudut bibir Arkan yang sobek. Tapi Arkan tetaplah Arkan. Cowok itu malah terkekeh.

"Kita liat," Arkan terbatuk. "Apa Raya mau sama cowok kasar kayak lo?"

Arkan seolah bisa membaca apa yang bisa memancing emosi Bram. Menjadi musuh bebuyutan cowok itu membuatnya hapal. Mereka memang seperti ini, menyelesaikan masalah dengan adu kekuatan. Tidak ada yang tahu pasti apa akar masalahnya. Tapi salah satunya mungkin karena mereka menyukai gadis yang sama.

Arkan merasa wajahnya semakin mati rasa. Sementara emosi Bram malah makin menggunung. Bram menarik kerah seragam Arkan. Namun saat cowok berbadan besar itu bersiap menghajarnya sekali lagi, suara seseorang menghentikannya.

"WOI! SINI LO LAWAN GUE!"

Dua cowok itu membelalak besar melihat seorang cewek beropi hitam dengan rambut kuncir kuda tahu-tahu sudah berdiri di dekat mereka.

"Siapa lo?" tanya Bram tak santai.

"Cuma banci yang berani ngehajar saat lawannya lemah. Kalau lo gak mau dibilang banci, sini lo lawan gue!" tantang cewek itu.

Arkan cukup tersinggung dikatakan lemah oleh cewek yang tidak ia kenal. Tapi ia tidak bisa mengelak juga bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk menang dari Bram.

"Sori, gue gak ngelawan cewek," jawab Bram tanpa minat. Menurutnya berkelahi dengan cewek sama saja menurunkan harga diri sendiri!

Cewek itu menarik senyum sinis. Dengan cepat ia memasang kuda-kuda dan langsung melakukan tendangan maut sampai mengenai perut sebelah kiri Bram, membuat cowok itu meringis.

IRASIONALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang