Psikopat In Love

534 53 5
                                    

Warning!!!!
Mature content cause there have an harsh word, bloody adegan and kissed

.
.
.

So Junghwan, seorang pemuda yang merupakan putra tunggal dari So Jeffrey, seorang pengusaha sukses yang telah dikenal di seluruh Korea bahkan mulai menyebarkan sayap kesuksesannya di negara lain.

Junghwan begitu beruntung karena dikaruniai paras yang tampan, kekayaan yang tak lagi bisa diremehkan, kemampuan bela diri yang tak bisa diragukan, kepintaran dan kecerdikan otak yang tak banyak dimiliki orang lain, juga kekuasaan yang bisa menundukkan siapapun.

Sempurna? Mungkin itu yang bisa disematkan pada Junghwan.

Namun, setiap kelebihan pasti memiliki kekurangan. Dan kekurangan yang dimiliki Junghwan hanya satu. Hati nurani. Pemuda itu tak lagi memiliki hati nurani sejak kejadian di masa kecilnya merenggut nyawa ibu kandungnya, di depan matanya sendiri.

Ibunya harus meregang nyawa karena di bunuh oleh pamannya sendiri. Membuat Junghwan yang saat itu masih kecil mengalami trauma yang menyebabkan pemuda itu memiliki dendam.

Dendam pada orang yang sudah merenggut nyawa ibunya, dendam yang membuat pemuda yang awalnya polos itu memiliki niat membunuh untuk pertama kalinya.

Hingga di usianya yang ke 13 tahun, tuan muda So itu berhasil mengambil nyawa pamannya sendiri dengan menikamnya sebanyak tiga kali, tanpa belas kasihan sedikitpun.

Rasa puas setelah menuntaskan dendam yang ia pendam, dan ingatan tentang wajah kesakitan sang paman membuat Junghwan teramat senang.
Dari sanalah hasrat menyiksa bahkan membunuh pemuda So itu dimulai. Dan terus membesar hingga sekarang.

Junghwan tidak pernah peduli dengan setiap nyawa yang ia renggut. Nyawa orang-orang yang ia anggap tak pantas hidup karena yang pemuda itu sukai dan pedulikan hanya teriakan kesakitan, raut wajah yang memohon ampunannya, juga setiap tetes darah yang keluar dari luka goresan yang ia sebabkan.

So Junghwan adalah definisi psikopat yang ada akibat dendam.

.
.
.
.
.

Di suasana menjelang tengah malam yang amat sepi, Junghwan kini tengah menikmati hobinya. Tangan pemuda So itu asik membuat goresan demi goresan pada tangan sang korban. Korbannya kali ini adalah seorang pria paruh baya yang tengah mabuk dan berjalan sendirian.

Pria yang awalnya dimabukkan oleh minuman tak pernah menyangka dirinya akan berjumpa dengan Junghwan yang saat itu menunggu di lorong gelap, bersiap mengintai mangsanya.

Pria malang itu tak bisa berkutik saat Junghwan memukul tengkuknya. Membuatnya limbung ke tanah dan kesadarannya hampir hilang sebelum ia merasakan rasa perih mulai menjalar di tangannya.

Akibat luka goresan dalam yang ditorehkan oleh pemuda yang kini berjongkok didepannya, terlihat begitu santai dengan senyum miring juga sorot mata menyeramkan diwajahnya. Badan pria itu makin bergetar seiring semakin banyak luka gores yang kini juga merambat ke kedua kakinya.

Pria malang itu bahkan tak sanggup hanya sekedar mengucapkan beberapa kata dari bibirnya.

Mencoba memberanikan diri, akhirnya pria yang hampir sekarat itu menatap wajah bengis Junghwan, dengan sorot mata mengharapkan pengampunan.

"To-to-long am-puni saya"

Junghwan menghentikan tangannya, ia menjauhkan pisau lipat kesayangannya dari kulit si korban. Netranya makin menyorot tajam dan kekehan dalam yang menyeramkan lolos dari bilah bibirnya.

"Ampun? Hahaha. Orang seperti anda tak pantas mendapat pengampunan! Pendosa seperti anda lebih pantas mendapatkan kematian!!"

Pria itu tak kuasa menahan air matanya. Rasa sakit teramat ia rasakan saat pemuda yang masih terkekeh itu kembali menggoreskan luka di wajahnya. "Sa-ya mohon, am-puni saya"

AMARANTHINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang