On playing
Emptiness - Madtown
• selamat membaca
• bila suka boleh meninggalkan jejak yaa/sudah jatuh cinta sama Juan?
😊😊😊
Sambil mengentak-entak lantai, Juan membenahi kerah Niko yang belum terlipat dengan benar. Ia kemudian menyisir rambut anak itu hingga serapi miliknya. Kini tampang mereka jadi tak jauh beda. Bahkan, Juan sengaja meminjamkan kemeja favoritnya karena yang ia temukan di lemari hanya kaus warna-warni dengan berbagai motif. Bukan jelek, hanya saja Juan tidak merasa itu pantas untuk dipakai ke gereja.
Selama menjadi caregiver, Juan belum pernah main-main ke tempat ibadah umat lain. Lebih tepatnya, seumur hidupnya baru ini diposisikan demikian. Biasanya, ia hanya menemani kakek-nenek yang diasuhnya beribadah di rumah. Kalau boleh dan mereka mau, tak jarang ia yang mengimami. Juan tidak pernah keberatan, malah ia senang merasakan kehangatan dari sana. Lain hal dengan hari ini.
Setelah banyak bertanya pada Ina tentang keyakinan Niko--sebab tidak mendapat respons dari Hendra, Juan mengajak anak yang mendengarkan musik lewat headset itu ke gereja terkait di sekitar kompleks. Tidak terlalu jauh sehingga mereka memutuskan untuk berjalan kaki. Meski semula bapak sopir menawarkan diri, Juan menolaknya secara halus. Ia ingin menghabiskan waktu sambil berolahraga.
"Niko, ini Kak Juan simpan dulu, ya? Boleh?" Juan menunjuk headset Niko saat tiba di halaman gereja.
"Nanti boleh dipakai lagi?"
"Boleh, dong." Juan mengangguk yakin. "Nggak apa-apa, ya?"
"Oke."
Sebelum berubah pikiran, Juan lekas menerima headset pemberian Niko. Ia kemudian memasukkannya ke tas kecil--mirip yang dipakai pedagang sayur--dan mengajak anak itu untuk melanjutkan langkah. Namun, kakinya berhenti saat tiba di ambang pintu gereja yang tak tertutup. Ia beringsut-ingsut ke pinggir dan mendongak, menatap langit yang seolah menunjukkan jawaban atas kegalauannya.
Apakah ia boleh masuk?
Juan mengusap wajah. Ia mendengkus, lalu melirik ke dalam yang sedang menyanyikan lagu asing--belum pernah ia dengar sebelumnya. Detik berikutnya, ia memandangi Niko yang tampak menikmati alunan piano. Seketika Juan tersenyum. Hatinya bergemuruh hangat saat melihatnya. Ia lekas mengusap lengan Niko agar anak itu beralih ke arahnya.
"Niko masuk, ya. Di sini aja, jangan jauh-jauh. Tolong jangan lepas tangan Kak Juan juga."
Lelaki yang bingung dengan tingkahnya itu mendorong tubuh Niko agar masuk ke gereja. Karena tak bisa melepaskannya sendirian, Juan tetap menggenggam tangan Niko dan menunggu di luar. Kini, dua orang itu terpisah garis pintu dengan tangan yang masih bertautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk the Line ✔
Teen FictionJuan tak lagi sekadar hidup setelah bertemu Niko, pengidap autisme yang baru kehilangan sosok ibunya. Hari-hari sebagai caregiver menuntunnya untuk mengenalkan dunia lama yang sempat terlupakan oleh anak itu. Melodi piano yang senada dengan perjalan...