Somewhere in July, 2019
Seperti hari-hari sebelumnya, Haneul mencoret tanggal demi tanggal yang sudah terlewati di kalender. Pupilnya bergerak seakan menghitung, berapa hari lagi yang harus Ia lalui untuk sampai ke bulan Agustus. Entah mengapa hatinya begitu berat ketika Ia mengetahui bahwa masih ada dua puluh hari lagi menuju bulan Agustus.
Dengan tak acuh, Haneul melempar spidol merah yang Ia gunakan untuk mencoret kalender ke meja belajarnya. Tak lama, bel rumahnya berbunyi , menandakan bahwa seseorang telah tiba di rumahnya. Haneul menarik mantelnya dari gantungan dan berlari kecil menuju pintu depan.
" H-haneuri... " Seorang pria yang tinggi dan badannya dibalut pakaian yang tebal dan hangat terengah-engah dan berdiri di depan Haneul sambil membawa buket bunga berwarna kuning, warna kesukaan Haneul.
" T-tuan Eun? A-ada apa.. " Ucap Haneul , badannya mengisyaratkan pria yang Ia panggil Tuan Eun itu untuk masuk ke rumahnya. Tetapi, pria itu hanya menggeleng-geleng dan menyerahkan buket itu kepada Haneul. Haneul terpatung, seakan tidak percaya oleh perbuatan Tuan Eun barusan. D-dia memberiku bunga? Apakah Ia sudah ingat?? Batin Haneul tak percaya. Haneul menerima bunga itu dan mendekapnya.
Tuan Eun yang melihat wajah Haneul malu-malu, tersenyum kesal sambil berkata, " Haish! Itu bukan buatmu bocah!" Tuan Eun mengambil kembali buket bunganya dari dekapan Haneul. " Aku mau menghadiri kencan buta yang direncanakan Ibuku. Aku mampir kemari karena ban mobilku gembes, kebetulan dekat rumahmu. Kau punya perkakas untuk itu nggak? " Jelas Tuan Eun panjang lebar. Haneul hanya ber-oh ria dan berjalan ke gudang untuk mengambil perkakas yang diinginkan Tuan Eun. Haneul menyerahkannya dengan satu tangan. Saat Ia sedang menyerahkan perkakasnya, Ia melihat Tuan Eun dari atas hingga bawah lalu kembali lagi. Celana kulit, kemeja, mantel tebal, boots, dan bau Sauvage milik Dior bercampur dengan bau rokok, ini sangat Eun Jiwon.
Haneul tersenyum ironi, dan sebuah kalimat yang Ia tak pernah berpikir akan mengucapkannya untuk Eun Jiwon, " Semoga beruntung di kencan butamu. " Haneul meremas bagian dalam saku mantelnya yang berada di samping pahanya. Tuan Eun menaikkan alisnya sembari tersenyum , memperlihatkan gigi depannya yang khas.
Tak sadar, Haneul memanggil Eun Jiwon yang berjalan keluar . Eun Jiwon menengok ke belakang, menunggu Haneul yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu. Haneul yang sadar, berpikir keras . Bodohnya Haneul, kau ingin bilang apa sih?!
" K-kalau sudah selesai, tinggalkan saja perkakasnya di depan pintu. A-aku... mau tidur! I-iya mau tidur! Ugh... " Haneul mengaduh kecil di akhirnya. Tanpa menunggu respon Jiwon, Haneul langsung menutup pintunya dan berlari menuju kamarnya.
Tanpa berpikir apa-apa, Ia berlari kecil menuju jendela kamarnya dan mengintip Jiwon dari celah kecil di antara teralis jendelanya. Terlihat Eun Jiwon yang dengan tingkahnya yang kikuk mengganti ban mobilnya. Bibirnya yang terlihat tengah bersumpah serapah dan menertawai diri sendiri, membuat Haneul bergumam, Kau masih tetap sama, ternyata. Yang berbeda hanya tidak ada 'kita' dalam memorimu.
Summer, 1 August 2015
Hari yang ditunggu-tunggu Kang Haneul telah tiba. Hari yang Ia pikir adalah hari di mana semua orang menyayanginya tanpa henti. Yang jauh akan mendekat dan yang dekat akan semakin dekat. Meskipun hanya satu hari...
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Haneul selalu membeli delapan buah kopi sebelum berangkat menuju tempat kerjanya. Sebelum koleganya meminta untuk ditraktir macam-macam, Ia sudah menyiapkannya terlebih dahulu di depan.
" Selamat pagi, selamat datang di Bumericano. Silakan pesan .. " Sapa seorang pekerja Bumericano. Haneul dengan cepat mengeluarkan kertas berisi apa saja yang ingin Ia beli . Haneul tidak pandai berbicara , bahkan dengan kasir minimarket pun. Untuk berbicara pada orang asing saja, Haneul membutuhkan waktu berjam-jam untuk mengumpulkan keberaniannya. Tidak, Ia tidak trauma akan sesuatu, hanya saja, itulah Haneul.
KAMU SEDANG MEMBACA
GORGEOUS : Eun Jiwon
FanfictionHaneul memperhatikan pria itu dari balik tirai kamarnya. Semuanya masih sama. Kemeja berlapis, mantel tebal dan nyentrik, celana kulit, serta sepatu boots. Tidak ada yang berubah, hanya satu yang berbeda. Adalah aku tidak ada dalam memorimu lagi. Ki...