03. MASA LALU

3 2 2
                                    

***
Mereka terdiam, masing-masing fokus menikmati pemandangan di hadapannya. Angin laut malam yang dingin menerpa, seakan menyambut kehadiran mereka.

Lama mereka terdiam seperti itu. Tak satupun dari mereka yang ingin membuka percakapan. Masing-masing hanyut dalam pikirannya sendiri.

Di bawah sinar bulan yang redup, dan taburan bintang-bintang di langit, Lara kembali menatap Liam. Laki-laki yang sedang berdiri di sampingnya itu menatap lurus ke depan.

Dan sekali lagi, Lara takjub dengan ketampanan Liam. Sempurna. Itu lah kata yang cocok untuknya. Rambut hitam yang rapi dan berkilau, bola mata kecoklatan serta jakun yang sedikit menonjol di lehernya. Sungguh. Tuhan tidak main-main saat menciptakan Liam.

"Emang gak ada yang bakal kecewa kalau tau kamu dijodohin sama aku?" cetus Lara tiba-tiba. Sebenarnya ia tidak ingin bertanya tentang ini. Tapi hanya itu topik yang terpikir olehnya. Ia tidak suka lama-lama terjebak dalam kabut kesunyian yang tebal.

Mendengar pertanyaan Lara, Liam sontak memalingkan pandangannya. Ia menatap Lara lama. Dahi nya sedikit berkerut dan alis kanannya sedikit terangkat.

"Nggak ada"

"Serius?! Masa iya gak ada yang mau sama kamu?!" ujar Lara. Tentu saja ia tidak percaya. Mana mungkin tidak ada satu pun perempuan yang tertarik pada laki-laki sempurna seperti Liam.

Ganteng? Iya. Kaya? Jangan ditanya. Pintar? Sudah pasti. Liam terlahir seakan tanpa kekurangan.

"Iya, gak ada Lara"

"Kok bisa ga ada? Masa iya gak ada satu pun cewek yang nembak kamu?"

"Banyak, tapi aku tolak semua" itu lah jawaban Liam. Terkesan sombong, tapi memang seperti tu kenyataannya.

"Kenapa ditolak? Kamu gay?!"

Liam menyipitkan matanya. Kerutan di dahinya kian jelas terlihat. Apa yang ada di pikiran perempuan ini? Kenapa pula ia bisa berpikir seperti itu?

"Jangan aneh-aneh. Aku normal"

"Yaaa terus, kenapa ditolak?" tanya Lara. Rasa penasaran di hatinya meluap. Ia harus mendapatkan jawabannya.

Liam menarik nafas panjang. Menatap teman masa kecil di hadapannya itu.

"Aku gak punya waktu untuk itu. Setiap hari, jadwal aku udah tersusun rapi dari pagi sampai malam. Dalam satu bulan, aku bisa ada didua sampai tiga negara yang berbeda. Aku ketemu orang-oramg baru. Perempuan-perempuan baru"

Tiba-tiba ia terdiam. Liam kembali menarik nafas panjang. Ia membasuh wajahnya kasar. Memalingkan pandangannya dari Lara. Kembali menatap pasir putih yang terbentang di hadapannya.

"Sangking banyaknya, kadang aku gak ingat nama mereka. Lagi pula, aku gak mau terikat dalam hubungan. Aku takut kalau aku punya pacar, aku gak bisa bagi waktu untuk dia, aku takut dia bakal ngerasa dicuekin atau kesepian. Aku gak mau nyakitin perempuan" tambahnya lagi.

Entah karena apa, tapi Liam yang biasanya lebih banyak diam dan hanya berbicara saat diperlukan itu, kali ini malah berbicara panjang lebar kepada Lara. Mungkin karena chemistry masa lalu diantara mereka, atau suasana malam ini yang mendukung. Entahlah. Yang jelas saat ini Liam merasa nyaman dan damai.

Sementara itu, Lara fokus mendengarkan Liam. Menatapnya dari samping. Membuat siluet Liam terlihat lebih menakjubkan.

"Gitu ya. Kamu pasti sibuk banget. Tapi jangan terlalu berlebihan. Jangan sampai sakit. Kamu kan bukan robot. Kamu juga perlu istirahat. Perlu refreshing." balas Lara.

Liam tertegun. Dari banyak kata-kata yang biasa orang ucapkan padanya, Lara mengucapkan kata-kata yang berbeda. "Jangan sampai sakit", itu membuat Liam terkesan.

LIAM & LARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang