Hari pun berganti malam. Kini Gara sedang menunggu Dara berganti bajunya di sebuah toilet yang ada di dalam suatu mal. Gara yang menyuruhnya.
Gara menunggu di samping toko perhiasan, melihat-lihat cincin-cinin dan gelang-gelang yang berkilauan. Ia pun bermaksud untuk membelikan Dara sebuah gelang.
"Selamat malam, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sebuah suara dari dalam toko perhiasan itu, membuat Gara mendongakkan kepalanya.
"Saya ingin melihat gelang yang itu." Gara menuding gelang yang simpel namun ada bandul berlian kecil.
"Wah, pilihan yang bagus, Pak. Kebetulan, gelang itu baru saja datang dan sedang diskon besar-besaran! Buat istrinya ya, Pak?"
Gara terdiam sebentar lalu tersenyum. "Iya, Mbak. Buat istri saya yang akan berulang-tahun. Saya ambil gelang itu deh."
Setelah membeli gelang itu, Gara pun mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada Dara, menanyakan keberadaan Dara.
Gara: Kamu dimana?
Dara: Sebentar.
Dara: Aku papasan.
Dara: Sedang mengobrol sebentar dengan Raka. Tunggu ya!
Balasan dari Dara membuat Gara melirik kotak berwarna biru beludru itu lalu menaruhnya dalam saku celana.
"Hey!"
Gara tersenyum kembali mendengar suara itu. "Raka ke mana?" tanya Gara berbasa-basi.
"Oh, tadi katanya dia ingin ke kantornya lagi. Oh iya, kamu percaya kalau dia masih bujang?" tanya Dara sambil menggamit tangan Gara.
"Aku percaya. Aku pun bujang." Gara menjawab setelah terdiam beberapa saat.
"Kita akan makan malam, kan?" tanya Dara lagi. Gara mengangguk. "Seperti dulu. Di restoran biasa, di balkon restoran tepatnya. Sambil menikmati bintang."
Rupanya, Gara telah melupakan perjanjian mereka. Kalau Dara tidak boleh bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One Who Waits
ContoMenunggu. Menanti. Hanya itu yang bisa Gara lakukan. Ia menyesal dengan apa yang terjadi setahun lalu. Kini ia kembali mencari dan mencoba menghubungi Dara. Tapi, apakah setelah menunggu ketidakpastian ini Dara akan menerima Gara kembali masuk ke da...