Prolog

1.1K 149 22
                                    

Aku melihat abangku menyeret mayat seseorang. Aku tidak tahu, rasanya seperti mimpi, tapi aku yakin itu bukan mimpi. Terlalu sulit untuk kuterima, sebab abangku terlalu baik. Dia bahkan tidak tega menginjak semut. Dia terlalu penyayang, seorang abang yang sempurna untukku, malaikat pelindungku.

Hari itu, hujan deras mengguyur kota. Sehabis dipecat dari kafe tempatku bekerja, aku pergi ke rumah masa kecilku, tempat abang tinggal, untuk berkeluh kesah. Aku ingat, aku membawa martabak manis isi kacang kesukaannya malam itu. Aku membuka pintu rumah, sepi, seperti tanpa penghuni, lalu aku mencari abangku di setiap ruangan, sampai akhirnya aku membuka pintu belakang yang langsung mengarah ke halaman belakang.

Seseorang dengan jas hujan berwarna kuning sedang menyeret manusia lain. Aku tidak memperhatikan siapa yang diseret. Aku terlalu ketakutan. Aku menatal si laki-laki berjas hujan warna kuning itu. Kupanggil nama abang, dia menoleh. Rintik hujan yang deras mungkin mengaburkan pandanganku, tapi aku tetap bisa mengenali laki-laki itu. Aku tidak bisa melupakan wajahnya. Itu abangku. Tidak salah lagi, itu abangku. Dan aku ingat jantungku berdebar begitu kencang, sangat kencang seakan mau meledak. Kepalaku pening. Aku menjatuhkan martabak manis itu dan aku kehilangan kesadaran. Aku terlalu syok sampai aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.

Paginya, aku terbangun. Martabak manis masih berhamburan di atas lantai kayu dan dikerumuni semut hitam. Pintu belakang masih terbuka dan aku masih mengenakan kemeja putih yang sama dengan yang kukenakan kemarin. Tidak ada yang berubah, kecuali satu hal. Aku tidak bisa menemukan abangku di mana pun. Jejaknya menghilang bagai hantu.

Apakah kejadian malam itu sungguh terjadi? Ataukah aku bermimpi? Lalu, ke mana perginya abangku? Benarkah dia membunuh seseorang?

~~~

Semu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang