sembilan

28 4 0
                                    

Bagi yang ngerasa cerita ini menarik atau penasaran kelanjutannya gimana please vomment ya. Please appreciate my work. Okay? Atau gak comment aja gpp kok santai aja ngasih saran cerita jg boleh okeoke? Please tinggalin jejak. Lafya

***

Aku meneteskan air mata ketika semua kerabat dan sahabatku berkumpul di bandara untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal kepadaku. Aku memeluk mereka satu persatu. Aku tak percaya akhirnya saat ini akan datang.

Keenam orang spesial ku berada para urutan terakhir: mama, papa, adik, kaka, Nycta, dan Adit.

Perlahan aku berjalan menuju adit sambil terus terisak. Perasaan bangga, bahagia, khawatir, dan sedih ku bercampur aduk sekarang.

"Sukses ya disana." Ujar Adit sambil mengusap puncak kepalaku.

Setelah itu aku memeluk Nycta dan tak dapat menahan isak tangisku sekarang. Aku benar-benar sedih.

Apa aku akan menemukan sahabat yang seperti Nycta di Prancis?
Aku bukan type orang yang friendly. Ah aku rasanya ingin menculik Nycta pergi.

"Baik-baik ya disana. Kita masih bisa skype-an kok. Nanti disana jaga kesehatan ya, jangan jutek-jutek ke semua orang! Nanti gak punya temen lho." Nycta berkata sambil memeluk ku erat dan tertawa pelan.

Aku hanya dapat mengangguk perlahan. Kedua saudara lelaki ku sudah menunggu. Aku memeluk mereka satu persatu. Kak Jafi dan adikku Arland sekarang menatapku sambil berkaca-kaca. Aku pun memeluk mereka erat. Kemudian berpaling ke mama dan papa yang sudah menangis dari tadi.

"Jaga diri disana ya nak. Mama sama papa bangga sama kamu."

Hatiku benar-benar merasakan ada bunga yang bermekaran disana. Aku menatap mereka bahagia dan mencium kedua pipinya.

Kemudian terdengar panggilan untuk keberangkatan ke Prancis. Aku pun menyeret koper ku dan pergi membawa segudang harapan dan meninggalkan keluarga serta sahabatku disini.

Lancarkanlah aku ya Tuhan dan berikanlah mereka semua kesehatan

***

Liam's POV

Aku menekan tombol di jam beker ku agar berhenti berdering. Aku mengerang pelan sambil merenggangkan tubuh.

Perlahan aku membuka mata dan membiasakan mataku dengan cahaya yang masuk ke dalam kamar ku.

Aku membuka jendela dan menarik gorden kamar agar matahari dapat masuk ke ruangan ini. Aku memegang kepala yang sedikit berdenyut sakit karena semalaman aku terus berfikir tentang Sophia.

Tentu saja aku tak tega dengan kondisi nya sekarang. Namun apa yang bisa aku perbuat?

Aku melangkah gontai keluar kamar. Menuju dapur dan menyaksikan yang lain sudah duduk manis di tempatnya masing-masing.

Tanpa Sophia.

"Mana dia?" Aku bertanya pelan.

"Mungkin masih di kamar. Kau tahu semalam dia mabuk. Mungkin dia butuh waktu tidur lebih lama." Zayn menjawab dan mengunyah sandwich isi ayam fillet di tangannya.

Aku bergegas menuju ke kamar paling ujung yang memang berfungsi sebagai kamar tamu. Dengan malas aku mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk.." Astaga, bahkan suaranya terdengar sangat lirih.

Aku memutar gagang pintu dan mendorongnya. Terlihat ia sedang duduk di samping tempat tidur dan memegangi kepalanya. Hatiku sakit melihatnya. Bagaimanapun juga ia pernah menjadi bagian hidupku yang terpenting.

Aku melangkahkan kaki menuji ke arahnya.

"Sophia.." Aku duduk di sampingnya dan menyingkirkan rambut di mukanya.

"Aku.. aku..." Dia masih saja terisak.

"Sst. Sudah. Sekarang kau cuci muka dan benahi rambutmu dulu. Aku akan mengambil pakaian ku yang mungkin bisa kau pakai."

Dia tersenyum bahagia dan menatapku.

"Terimakasih."

"Tentu. Sehabis ini kita dapat membicarakannya dengan tenang."
Aku pun beranjak dan menuju ke kamarku. Mengambil celana jeans dan sebuah kaus lengan panjang yang kupikir cocok untuknya.

Aku meletakkan baju itu diatas tempat tidur.

"Kami menunggu mu di ruang makan Soph!" Aku berteriak sambil menuju ke ruang makan dengan perut yang berbunyi-bunyi.

***

"Kami pergi dulu kawan. Bila kau ada waktu kau dapat menyusul kami!" Teriak louis dari pintu. Aku pun melambaikan tangan ke mereka. Zayn, Niall, Harry, dan Louis akan pergi berjalan-jalan sebentar, meninggalkan aku dan Sophia dirumab kami.

Aku pun menutup pintu seusai mengucapkan salam kepada mereka. Sophia sudah duduk ruang tengah. Kondisinya sudah lumayan, tidak seburuk semalam.

"Well, kurasa kita dapat membicarakannya dengan tenang sekarang."

---

To be continue

Comment please!

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang