tiga - Holy Ground

989 246 43
                                    

"Pertama, kau sudah tidak waras. Kau tidak mendengarku sebelumnya? Aku ingin melajang hingga usiaku empat puluh tahun. Dan yang paling penting, aku menyukai semua orang. Laki-laki dan perempuan. Tidakkah kau merasa jijik?"

Sasuke masih tetap sama. Memasang wajah datar andalannya tanpa bicara apa pun. Hanya bersikap sebagai pendengar yang manis.

"Lantas, ibumu tahu?"

"Tidak." Ino akan menggantungnya setelah ini. "Jika dia tahu, tamat riwayatku."

"Kedua, aku tidak suka dirimu. Kau bukan—," sembari menatap pria itu dengan tatapan mencemooh kental. Sasuke harus tersinggung dengan dirinya kali ini. "—tipeku. Maaf sekali, bung. Kau tereliminasi. Lupakan saja permintaan konyol ibuku. Dia panjang umur."

Karena Sakura masih menunggu sampai patung Mesir itu bicara. Sasuke bergeming, menatapnya tanpa ekspresi apa pun. Pria ini membuatnya merinding.

"Kenapa kau ingin sekali menikah? Siapa yang akan mati besok di dalam keluargamu?"

"Tidak ada. Hanya ingin."

"Begitu?" ingin rasanya dia melempar heels ini di depan wajah pria itu. "Kupikir kau sedang frustrasi sama besarnya dengan ibuku."

Sasuke berdecak pelan, menjalin tangannya di atas pangkuan dan tampak santai. "Agar kencan buta ini tidak terulang lagi di masa depan, kasusnya harus selesai. Aku akan menikah. Tidak peduli kau menyukai laki-laki atau perempuan sekali pun, bukan urusanku."

Benar, dia sudah tidak waras.

"Aku serius dengan kencan tiga kali. Kalau kau butuh waktu lebih banyak untuk mengenalku, maka kencan tambahan bisa diatur. Bagaimana?"

Sakura ingin melemparkan dirinya sendiri ke jalan dan berguling dengan air mata. "Aku tidak tertarik."

"Jam berapa kau luang?"

"Kau tidak sibuk?" dia mulai merinding sekarang. "Kau bos besar. Bagaimana bisa sesantai itu? Seharusnya pulang ke rumah dan tidur!"

Suaranya tanpa sadar meninggi. Yang membuat atensi orang sekitar tertuju kepada meja mereka. Sasuke lekas berdeham, memberi isyarat melalui matanya agar Sakura menjaga ucapannya.

"Kau terlalu berisik, Nona Ino."

Sakura melepas satu kekehan pahit. "Dengar, aku sibuk. Saat aku bersantai adalah dengan berendam air hangat, bermain bersama anjing dan menonton drama. Jangan membuatku harus meninggalkan mereka semua demi kencan bersamamu. Mengerti?"

"Hidupmu membosankan."

"Memang." Ini celaan yang kesekian kalinya dari pria itu. Sakura beruntung karena dia masih menahan diri. "Kau tahu itu. Ditambah denganmu, kita berdua bisa mati dalam bosan. Kau masih ingin menikah?"

Pria itu berdeham, bersandar pada kursinya seraya menatap restoran yang senggang. "Aku belum berubah pikiran."

"Aku bisa melihat hantu."

"Apa?"

"Aku kuat minum, sering berdansa bersama pria asing di bar malam. Tempat mana yang belum kukunjungi di kota ini?" tantang Sakura antusias. Yang membuat pria itu terdiam. "Bagaimana bisa pria sesempurna dirimu harus mendapat perempuan seperti aku? Ini mustahil. Aku tidak ingin merusak reputasimu."

"Aku juga tidak sempurna. Kita berdua sama."

Sebentar lagi dirinya meledak. Sakura memasang senyum termasam mungkin sebelum mendesis dan mendengar dering ponselnya berbunyi keras. Kairo menghubungi. Ini tanda bahwa dirinya harus pergi.

"Nah, aku harus pergi."

Karena Kairo menghubungi hanya untuk bicara kalau dirinya pulang lebih awal bersama Ino yang sakit perut. Sembelit tidak tertahankan dan dirinya harus terburu-buru pergi. Meninggalkan Sakura terkunci di kandang singa.

ENCHANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang