Dare tiga

618 28 0
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Gemerlap lampu malam hari terlihat seperti titik-titik kecil. Lelaki itu duduk di atap rumah tua nan usang tidak peduli dengan dinginnya malam menggerogoti kaos oblong yang dirinya kenakan. Setelah pemakaman temanya minggu hari lalu. Dia terus menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi hanya karena rencana yang dirinya rancang malah membuat Gavin celaka. Arlon menyesal mengapa orang suruhan maminya itu malah berhasil menangkapnya.

Arlon merogoh saku celana, ponselnya terus-menerus berdering. Dia menghela napas, kedua orang tuanya menelpon. Ini pasti gara-gara dirinya yang tidak sekolah selama empat hari lamanya tanpa kabar ataupun pulang. Dia lebih sering menghabiskan waktu di rumah peninggalan Gavin yang kini menjadi markas teman-temannya. Arlon sama sekali tidak takut meski teman-temannya selalu pulang.

"Bukan salah Lo!"

Itulah yang Arlon dengar dari teman-temannya. Tetap saja dia merasa bersalah apalagi Kelvin semakin memojokkannya.

"Sial!" Decak Arlon melempar ponselnya benar-benar membuatnya pusing dengan sang papi menelponnya terus menerus. Arlon mengacak-acak rambutnya frustrasi.

Ditempat lain, gadis bernama Zehra itu memasuki kamarnya dengan senyum sangat lebar. Dia lantas menyimpan bukunya rapih di atas meja sedangkan gadis itu menghempaskan dirinya ke ranjang empuk miliknya. Sungguh hari yang indah, akhirnya apa yang dirinya ingin terkabulkan.

"Alvin!!" Senyum Zehra mulai menggila, kelewat senang. Bukan di ajak pacaran melainkan besok mereka akan berangkat bersama untuk pertama kalinya catat pertama kalinya seorang Zehra Feyre bisa berangkat dengan si peringkat pertama.

"Gue gak sabar!" Jeritnya memeluk guling. Jujur saja dia tidak pernah di antar langsung dengan gebetan-nya dari dulu dia hanya menyukai seorang secara diam-diam tanpa ingin mendekatinya, apalagi pacaran dia belum pernah merasakannya. Zehra menatap langit-langit kamarnya membayangkan seandainya Alvin diam-diam menyukainya, astaga Zehra harus apa?

"Enggak Zer, Lo gak boleh pacaran!" Zehra menggeleng menepis pikiran indahnya itu, semakin mengeratkan pelukannya pada guling.

•••

Tring...

Mata Zehra seketika terbuka lebar mematikan alarm dari ponselnya lalu bergegas menuju kamar mandi. Sengaja dia bangun sangat pagi agar tidak ketinggalan berangkat dengan Alvin. Lelaki itu bahkan tidak mengiyakan dengan benar saat Zehra dengan malu-malu mengajak Alvin berangkat bersama-sama.

Dengan semangat Zehra menyiapkan ransel putihnya memeriksa barang bawaan. Tepat, jarum jam menunjukan pukul setengah enam pagi. Zehra mengaitkan ranselnya di kedua pundaknya keluar dari kamar. Senyum dan senandung ria keluar dari pink bibirnya.

"Jam berapa nih hoam," Muka kusut, wajah lesu menghiasi raut Rasion baru saja akan mandi sudah mendapati sang kakak rapih dengan seragam SMU-nya. Zehra membalikan badan menatap sang adik dengan tangan membentuk pistol seraya tersenyum, "semangat dong ketemu ayang!"

ZERLON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang