─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
KEDATANGAN cahaya. Ratusan potret dari bidikan kamera. Riuh tepuk tangan mengudara lantang menunjukkan eksistensi. Puluhan bucket bunga juga diharapkan bisa terengkuh dua lengan yang sudah mendekap satu papan bertuliskan, "Juara 1 Olimpiade Matematika". Para jurnalis sibuk mencari celah agar bisa mewawancarai bintang besar mereka hari ini.“Jeviar Aryiagautama bisa berikan pesan serta kesannya?! Mari berbicara sebentar.”
“Ayo menuju pojok wawancara sejenak, Jeviar Aryiagautama!”
“Jeviar Aryiagautama, sepatah-dua katanya, tolong!”
Berisik. Suasana terlalu meriah. Dengungan konversasi semakin menjadi-jadi agar mendapat perhatian tokoh utama yang berhasil memenangkan pertarungan sengit dalam olimpiade nasional. Serupa selebriti, anak laki-laki itu mudah menarik atensi lewat sorot elang sedingin kutub nan dibingkai paras menawan bukan main mempesona, pun tentunya juga terletak pada kepribadian misterius yang nyaris tidak pernah terekspos media. Serta ditunjang oleh otak cerdas guna menambah daftar alasan betapa cemerlang murid SMP Ensieas tersebut.
Berbanding terbalik dengan seseorang yang sangat-sangat buruk dalam perhitungan matematika. Mempertimbangkan larutan dalam fisika maupun kimia. Sialnya lagi, ia juga tidak secakap itu dalam menghapal rentetan sejarah Indonesia yang bukan main banyak dan berbelit-belit, kapabel sekali membuat pening kepala.
Dia tidak dilahirkan dengan otak nan pandai ataupun pemikiran cerdas dan cepat tanggap.
Dia cuma seorang anak perempuan.
Bahkan, bagian terburuk darinya merupakan bahwa dia juga seorang "petaka" pada bidang jasmaniah. Sekuat apapun mencoba ahli pada cabang olahraga tertentuㅡsekurang-kurangnya tidak menguras banyak energi, justru yang ia temukan di ujung cerita ialah luka-luka hasil pertarungan bersama alam semesta. Jauh berbeda dari Yaziel Aryiagautama. Maniak olahraga sampai memenangkan pertandingan basket tingkat provinsi lewat satu lemparan di detik-detik terakhir. Tidak tanggung-tanggung, perawakan ramah nan dimiliki si empu membawa cukup banyak relasi sebab pandai sekali mengolah kata tatkala tengah bersosialisasi. Sehingga membangun suasana nyaman serta kondusif di sekitarnya. Berkat itu pulalah Yaziel tergabung dalam klub debat dan membawa pulang dua piala pertandingan debat nasional.
Hah, jangankan demikian. Bertegur sapa dan bersuara kala sesi absensi saja dia mengalami kesulitan unjuk diri, apalagi bersosialisasi begitu. Sudah pasti cari mati.
Dia hanya sebuah batu dalam tumpukan berlian.
Para penjelajah paling gigih pun takkan menjumpai hal-hal menarik dari seorang puan bernama Ghaitsa Aryiagautama. Dia serupa cacat pada pahatan indah dan megah dalam keluarga. Sebatas pajangan tidak berharga yang lama-kelamaan akan tersimpan di bagian sudut gudang yang terbengkalai. Tersembunyi. Penuh debu dan berakhir dilupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Roman pour AdolescentsLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...