Wanodya

22 0 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul 2 siang kala aku berbaring ditempat tidurku. kupeluk gitar yang selalu menjadi kawan setia bagi diriku menghibur diri. Kucoba untuk menyanyikan beberapa lagu yang menurutku cocok untuk kunyanyikan saat ini. Meski ku tahu bahwa suaraku tak begitu bagus, aku tak peduli. Lagi pula, hanya ada diriku sendiri disini.

Sebuah pesan WhatsApp masuk ke dalam ponselku. Ku harap ada sesuatu yang istimewa. Namun hanya sebuah pesan group.

Kucoba untuk membaca pesan-pesan yang masuk ke dalam ponselku. Dan kulihat ada suatu permasalahan yang sedang dibahas oleh kawan-kawan sekelasku. Tugas yang semula diberi deadline hingga pukul 11 malam, kini maju menjadi pukul 5 sore. Karena aku selalu meminta jawaban pada kawanku, aku tak begitu peduli dengan pembahasan tersebut.

"Di, tugas linguistik udah beres belum?" Ucapku pada seorang kawan bernama Edi di kolom chat.

Setelah sekitar 10 menit. Ia membalas pesanku.

"Belum wan, ini lagi dikerjain" Balasnya

Aku pun bergegas untuk membalas pesannya.

"Ntar urang liat ya. Lagi males ini, mood nya sedang kurang baik" balasku berharap ia mengerti.

"Siap wan, ntar dikirim"

Aku kembali membalasnya dengan stiker andalanku. Jangan salah paham, aku tak terus-menerus meminta contekan pada kawanku, tak jarang pula aku memberikan contekan pada mereka. Senang sekali rasanya memiliki kawan yang saling mengerti. Terlebih pembelajaran selama satu semester kemarin kurang aku pahami. Bagaimana tidak, menurutku pembelajaran daring lebih banyak memiliki sisi negatif dalam mempengaruhi semangat belajar. Bahkan sisi positif yang kupikirkan pun hanya sisi positif untuk diriku sendiri. Dimana aku bisa mengkuti kelas dengan diriku yang entah ada di mana, mudah untuk bolos, dan lain sebagainya, terlebih aku bisa disebut sebagai seseorang yang pemalas. Melakukan pembelajaran dengan suasana rumah sering membuat rasa malas dalam diriku lebih mendominasi.

Sembari menunggu kawanku menyelesaikan tugas. Aku pun kembali memainkan gitar milikku dan menyalakan sebatang rokok yang tersimpan di mejaku. Ahh.... Nikmat sekali rasanya. kuucapkan kata syukur pada tuhan atas nikmat yang telah ia berikan padaku. Meski aku lebih sering melupakannya, aku sedang berusaha untuk memperbaiki kebiasan tersebut.

Teringat pada saat itu aku berbincang dengan seorang kawan membahas permasalahan spiritual, dan aku merasa tertampar olehnya.

"Mane pernah gak sih dulu minta suatu hal yang besar, tapi hingga saat ini belum terwujud?" Tanya seorang kawan pada diriku.

"Sering, bahkan bikin saya ragu apakah ia menyayangiku atau tidak" Ucapku.

"Nah, jangan salah, bisa jadi ia memberikan hal kecil dulu secara perlahan agar mane belajar untuk bersyukur. Mungkin ia tidak mau jika mane hanya mensyukuri hal-hal besar, atau bahkan hingga ha-hal besar tersebut malah membuat mane melupakannya" Ia menjelaskan, dan aku hanya diam setelah mendengar apa yang ia katakan.

Aku menyanyikan lagu yang dipopulerkan oleh band benama Bee Gees berjudul "how deep is your love" Rasanya lagu ini cocok untuk saat ini. Terlebih, suasana mendung yang tak menurunkan hujan membuat nada yang kulantunkan begitu nyaman saat masuk kedalam telingaku.

Setelah hampir setengah jam aku bermain gitar dan bernyanyi, aku kembali merebahkan tubuh pada tempat tidurku. Rasanya bosan. Tak ada siapapun di rumah selain diriku, entah kemana keluargaku pergi. Aku bangun terlalu siang saat menyadari tak ada siapapun dirumah ini. Untuk mengurangi bosan, aku pun membuka layar ponselku dan mulai menscroll beranda di instagram milikku.

Semakin lama aku menatap layar, semakin kuat rasa kantuk menyelimuti tubuhku, hingga akhirnya akupun terlelap setelah mencoba menahan kantuk yang terus menerus memintaku untuk terlelap.

FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang