Djakartah

1 0 0
                                    

Aira kini sudah sampai rumahnya di Jakarta bersama Calla. Ario dan Denia, orangtua Aira berterima kasih pada Calla karena sudah berhasil menarik Aira untuk tinggal di Jakarta, yang kemudian dengan buru-buru, Ario secara langsung menghibahkan rumah beserta sebuah ladang kecil di kampung untuk Pak Sum dan keluarga yang telah menemani ibu dan anak mereka dengan baik selama ini. Selain itu, harapannya, Aira tidak akan merengek kembali ke kampung setelah ini. Karena rumah itu bukan lagi milik keluarganya.

"Calla, makan dulu di dalam yuk. Bude sudah masak banyak, lho," tawar Denia.
"Enggak bude. Calla langsung balik aja, kangen mama papa. Sama kasur," balasnya.

Denia sedikit memaksa sekarang. Namun, Calla tetap menolak. Sedangkan Aira, dia sudah naik ke kamarnya.

Aira tahu, kepulangannya kini selain karena mama dan papa ingin berkumpul bersama keluarganya. Namun juga ada hal lain. Dia tahu, ada hal lain. Namun sementara dia tak mau memikirkannya. dia kembali larut dalam bacaan surah Maryam yang sekarang dia murojaah.

"Ai. Makan dulu, yuk Nak. Mama kangen sama kamu," ucap mama dari balik pintu.

"Iya, Mah. Ai solat dulu. tadi belum sempet di jalan," balas Aira.

"Iya. kalau sudah langsung turun ya. Masmu nanti juga kesini sama Arfan dan Mbak Gendis."

"enjih, Mah," balas Aira dari dalam.

Selepasnya Aira salat dan berganti baju rumah, dia turun ke ruang makan yang sudah ramai dengan suara lain selain mama dan papa. dia ingat betul itu suara Mas Biand dan mbak Gendis.

"Ai. Ya Allah dek," ucap Biand saat melihat adiknya turun dari tanggam dia langsung berdiri dan mendekati Aira. kemudian, lelaki yang terpaut lima tahun darinya itu langsung memeluk sang adik sayang.

"Aaah. mas kangen banget sama kamu," ucap Biand melepas pelukan dan mencium kening adiknya.
"Mas Bi lebay," balas Aira sembari melepas pelukan Biand. Dia merangkul sang kakak dan mengajaknya ke ruang makan.
"Dek," ucap gendis mendekati Aira. Aira melepas rangkulannya pada Biand dan memeluk Gendis.
"Mbak gendis," balas Aira.
"Mbak Kangen sama kamu," ucap gendis yang hanya dibalas anggukan dan senyum dari Aira.
setelah melepas pelukan dari gendis, Aira melihat bocah lelaki berusia 7 tahun yang dia kenal bernama Arfan. Aira baru lima kali bertemu Arfan, itu pun saat idul fitri. jadi wajar bila Arfan kurang mengenali Aira.
"Arfan, sini dong peluk tante," kata Aira merentangkan tangan. Namun Arfan tidak mau dan menggeleng.
"tidak apa-apa sayang. dia tante Aira, adik papa. tantenya Arfan," ucap Gendis memahamkan. Aira mengangguk. Arfan kemudian mendekat dan menyalami Aira. setelahnya, gadis itu memeluk ponakannya yang menggemaskan.

Mereka makan dengan berbagi cerita dan canda. Aira berbagi cerita selama tinggal di desa, gendis berbagi kisah saat dia menjadi mama arfan dan teman sekolah arfan. Biand cerita tentang sebagian hal lucu dan menyenangkan di tempat kerja. papa mama bercerita usaha mereka. dan si kecil Arfan sudah mulai aktif dengan cerita teman sekolahnya.
Aira sendiri, sebenarnya tak tahu bagaimana bergaul dengan anak meski dia dari jusuran pendidikan. Namun, dia hanya berlaku apa adanya dia saja, sampai arfan sendiri yang mendekat.

"Tante, aku punya temen yang kakaknya artis," cerita Arfan.

"oh ya? namanya siapa?"

"Namanya Cacha. Kakaknya namanya Arkana, yang penyanyi dan main film," ucap Arfan, membuat orang-orang di sekitarnya terkekeh.

"Arkana?" tanya Aira tanpa sadar.

"Itu lho Ai. Penyanyi, youtuber, sama pemain film sama sinetron yang lagi naik daun beberapa waktu terakhir. Yang karyanya bahkan dapat pebghargaan di award award di korea gitu," lanjut mbak Gendis.

Aira belum menangkap maksudnya. dia di kampung tidak punya TV meskipun dia bekerja membuat perkakas IoT. Dia tidak pernah lihat dunia hiburan tanah air atau buka IG, FB, YT, atau twitter meski dia terkoneksi internet setiap saat. Aira tak pernah dengar nama Arkana selain anak berandalan SMAnya dulu yang suka buli anak-anak sekolahnya. terlebih Calla dan orang terdrkatnta. Dan jangan lupakan, Arkana juga orang yang pernah masuk rumah sakit setelah di sleding oleh Aira. Semoga saja bukan Arkana yang itu.

"Ini lho, Ai," kata mama sembari menunjukkan ponselnya ke Aira. Aira refleks melihat foto yang dimaksud. Namun, tidak... Itu adalah foto Arkana yang dimaksud pikirannya. Namun Arkana versi ini adalah Arkana versi lebih manusiawi dibandingkan dulu.

"Ganteng ya? Sampai syok gitu lihatnya?" tanya Mama dan mbak Gendis hampir bersamaan. Mereka pun terkekeh kecil.

"Mah," Aira melihat mamanya. Mama Denia langsung menoleh ke anaknya sembari mengendurkan kikikannya.

"Mama nggak inget siapa dia?" tanya Aira ambigu. Mama mengernyit.

"Ingat Ai. dia Arkana, artis yang naik daun," ucap mama meyakinkan.

"bukan itu, Mah. Dia Arkana teman SMA ku. Mama nggak ingat sesuatu tentang dia selain artis?" kata Aira lagi. Mama makin mengernyit.

"Wuih... jangan-jangan dia pengagum rahasiamu, Dek?" tanya gendis.

"emang siapa, Ai?" tanya mama yang memeng benar-benar tidak ingat.

"Anak yang masuk rumah sakit karena Ai hajar," jawab Aira meringis. Dia merasa malu bila ingat zaman SMA nya dulu.

Mbak Gendis dan mama langsung mangap. Seolah itu adalah hal yang tidak terbayang oleh mereka. Mbak Gendis menjadi orang paling syok, karena baginya Aira adalah gadis kalem dan tidak neko-neko selama ini.
Mama syok saat ingat keadaan bocah lelaki yang dihajar anaknya dulu, sampai membuat Aira di skors 2 pekan. Mama bahkan lupa bahwa anaknya yang anggun ini dulu adalah anak badung.
Sedang Aira hanya meringis. Ya begitulah masa masanya di Djakarta. Sebenarnya dia malu untuk kembali ke sini. Namun mau bagaimana, ini tetap Djakarta. tempat tinggal kedua orangtuanya. tenpatnya juga tinggal kini. Oh Djakarta.

Aira Pilih Siapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang