• 12th line •

419 92 57
                                    

On playing

Better With You - Ollie ft Aleesia

• selamat membaca
• bila suka boleh meninggalkan jejak yaa

/aku merasa temponya lambat banget, berharap kalian tetap menyukainya.

😊😊😊

Mobil, robot, boneka, hingga miniatur hewan ditata rapi dari ujung ke ujung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil, robot, boneka, hingga miniatur hewan ditata rapi dari ujung ke ujung. Besar kecilnya telah Niko susun layaknya lomba baris-berbaris saat tujuh belasan. Ia pernah melihatnya di sekitar lapangan kompleks, entah kapan tepatnya. Tak lupa ia menyekat jajaran mainannya itu dengan beberapa utas tali yang sebelumnya digunakan sebagai pengikat wadah penyimpanan. Kini, tidak ada tempat kosong untuk sekadar merebahkan diri di lantai, sebab barang-barang Niko tersebar di mana-mana dan menguasai ruangan.

Sejak turun dari bus dan berjalan kaki dari halte, Niko belum sempat berguling-guling di kasur. Sebenarnya, ia ingin mengajak Juan main pijat-pijatan karena betisnya sejak tadi terus berdenyut. Rasanya seperti banyak kerumuman semut yang menginjak dan bermain perang-perangan di sana. Anak yang telah mengganti kausnya itu memang belum tahu cara memijat yang benar, hanya sesekali pernah mendapati Ina dan Mbok melakukannya di dekat pintu belakang. Maka dari itu, ia mau memainkan peran tersebut dengan Juan. Sayang, lelaki yang biasanya tak absen menemaninya mengurus taman mini di kamar ini tengah menghabiskan kopi di ruang tamu bersama sang ayah.

"Gajah, kenapa kamu hanya makan rumput? Ayam kecap bikinan Mbok enak banget, lho."

Niko berdecak kemudian mengambil hewan lain yang dulu pernah ia rawat di rumah sekitar dua hari. Tidak lama, semua karena ulahnya sendiri yang suka mencakar dan menyakiti kulit pucat Niko. Anak itu membawanya dengan raut yang menekuk, bahkan bibirnya mengerucut. Ia mengentak-entak miniatur kucing tersebut cukup keras saking kesalnya.

"Kamu yang nakal malah udah makan tulangnya."

Iseng, Niko mengadu sesama miniatur gajah yang ukurannya tidak lebih besar dari kucing yang ia pegang. Anak itu tak henti meneriakkan tiruan-tiruan bunyi yang ia ciptakan sendiri. Tawanya makin lepas saat kekalahan buatan yang ia rencanakan berhasil diraih dengan sempurna oleh si gajah. Namun, kesenangan itu tak bertahan lama. Lama-lama ia menghela napas dan memutar bola matanya malas. Lekas merebahkan tubuh yang membuat barisan mainannya berantakan, Niko memandang langit-langit kamar dan merenung.

"Kenapa lama sekali?"

Lagi, anak yang bersungut-sungut itu mengembuskan napas panjang. Ia lekas beranjak dan mengendap-endap menuju tempat Juan mengobrol dengan ayahnya. Niko berjinjit dan mengambil langkah yang lebar-lebar agar cepat sampai. Setelahnya, ia bersembunyi di balik lemari kaca, lalu duduk beralaskan lantai.

Sayup-sayup percakapan hangat yang mampir ke telinga tak serta-merta bisa Niko cerna. Rangkaian katanya, bungkusan maknanya, semua yang coba didengar hanya meninggalkan bekas guratan di keningnya. Ia pun memiringkan kepala, menikmati tanpa bertanya-tanya lagi. Biarkan suara yang bersahutan di kepalanya itu bergulat sendiri. Ia memilih untuk menunggu Juan kembali memperhatikannya, lalu menghabiskan hari di taman samping.

Walk the Line ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang