07. Cerita Hujan

41 14 3
                                    

Hujan turun tepat di pukul empat sore ini. Aira hanya bisa menatap rintikan hujan dengan mulut yang terkatup. Sekolah sudah hampir sunyi dan hanya dirinya saat ini yang masih berdiri di lobby. Angin yang berhembus bersama hujan membuat Aira agak memeluk dirinya sendiri, langit masih tampak terlihat gelap untuk ukuran sore ini yang sudah mirip senja hari. Ingin menerobos hujan, kilat dan petir masih bersahutan.

“Ck! Bisa-bisa sampai malam nih hujan…” gumam gadis itu sudah menggerutu kesal.

Aulia? Hahaha, anak itu sudah pulang diantar pacarnya. Ryano? Ntahlah, aura pemuda itu dari tadi pagi semenjak Angga menyebutkan kata Ginjal, Ryano tampak jadi pendiam.

Sekarang dirinya?

Oke! Ia gak mungkin kan membiasakan diri untuk terus-terusan merepotkan orang lain. Apalagi oknum Ryano, lagian emangnya ia sedekat apasih dengan Ryano? Ia saja gak pernah tahu tentang pemuda itu selain asik diajak ngobrol bareng, selebihnya ntahlah.

Mungkin Ryano tampak spesial karna tidak bisa dipungkiri bahwa Aira masih naksir dengan Ryano.

Pemuda tampan dengan rahang tegas, sekaligus kedua mata yang apabila tersenyum turut tersenyum. Ryano benar-benar berbeda dimatanya, aahh—Ternyata begini rasanya mencintai seseorang tanpa orang itu menyadarinya.

Aira mulai membuka ponselnya, jemarinya ingin menekan aplikasi OJOL. Tapi insiden waktu itu membuatnya mendengus sebal.

“Terobos aja?” tanyanya juga gak tahan berdiri sendirian di sekolah seperti ini, malah suasana sekolah ditengah hujan sudah menyeramkan karna sepi.

“Ahh, terobos aja deh!” Aira seketika menyimpan ponselnya pada ranselnya, lantas mengeluarkan mantel tas yang memang sudah ada di dalam kancing bawah tasnya.

Namun baru saja gadis itu bersiap menerobos, hujan malah turun semakin lebat disertai banyak gemuruh. Aira kontan mencak-mencak lantas berlari saja sudah tidak peduli, ia lebih takut berada di sekolah sendirian daripada sakit.

Aira berlari dengan kecepatan flash sudah tidak memperdulikan lagi bagaimana cara kerja hujan membuatnya basah dan sedikit takut.

Tepat pada halte Aira bersyukur melihat sebuah biss lewat dan berhenti dihalte. Dengan keadaan yang sudah basah kuyup Aira melompat masuk seraya menempelkan kartu Biss miliknya pada alat Scan. Setelah selesai Aira berjalan mencari tempat duduk yang nyaman, setidaknya vibe hujan saat ini sangat cocok untuk dibuat melamun seraya menatap pemandangan sekitarnya kala hujan turun.

Untung saja hari ini penumpang biss tak terlalu banyak, jadinya Aira menemukan tempat yang cocok bagi dirinya menikmati hujan di dalam perjalanan menuju rumahnya. Gadis berwajah manis itu kini sudah dudk tepat dekat jendela seraya menyandarkan dirinya pada kursi empuk biss.

Hingga sebuah ponselnya bergetar membuatnya bergerak membuka ponselnya.

Mamah : Kamu dimana?
Mamah : Udah naik biss?
Mamah : Kalau belum biar mamah jemput kamu

Tidak bisa dipungkiri jika Aira tersenyum menatap deretan pesan yang dikirim Ibunya. Hmm, itu adalah ibunya, satu-satunya sosok wanita yang selalu ada untuk dirinya. Satu-satunya wanita yang ia punya dengan bakatnya yang dapat berperan menjadi dua orang berarti sekaligus untuknya.

Hmm, semenjak kepergian Ayahnya perlahan Aira dan Ibunya berusaha untuk terbiasa dengan keadaan yang seutuhnya masih membuat dirinya dan Ibunya terpukul.

Aira : Udah di biss Mah..

Setelah mengetikkan balasan gadis remaja itu menyimpan ponsel pada saku bajunya. Biss berhenti pada pemberhentian selanjutnya, sedangkan rumahnya harus melewati 3 halte lagi untuk sampai.

Is Still Just?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang