Hal yang pertama aku lakukan ketika aku terbangun pagi itu adalah meraba tempat tidurku. Saat aku tak menemukannya, aku akan langsung terperanjat berlari ke sana kemari mencari dia. Seperti biasa, aku tak menemukannya. Rasa gamang dalam dadaku yang aku rasakan empat tahun lalu ini, kembali aku hidupi setiap hari selama tiga minggu setelah aku kembali bertemu Ragil. Tentu saja aku tak pernah bilang padanya tentang hal ini, entah karena aku bodoh atau karena aku berpikir semua itu terjadi hanya dalam kepalaku sendiri.
Namun pagi itu sedikit berbeda, karena dia berada di sisiku membaca entah apa dari telepon genggamnya. Aku pindahkan kepalaku dari bantal ke pangkuannya. Dia sepertinya menoleh sejenak, aku tak yakin, tapi kemudian tangan kirinya mengusap usap pelipisku.
Percaya atau tidak, kami belum membicarakan tentang empat tahun lalu. Ekspresi wajahnya selalu seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Aku sendiri, tak pernah mencoba mendiskusikannya.
Itulah lucunya kenangan. Terkadang kita hidup berdampingan dengan seseorang karena begitu banyak kenangan yang kita miliki dengan mereka, tetapi di lain sisi sebuah trauma mengunci kenangan tersebut dalam peti. Seakan sekarang kenangan tersebut adalah kotak pandora yang akan memporakporandakan hidup yang sedang kita bangun kalau sedikit saja kita usik.
Jadi sebisa mungkin aku tak bernostalgia. Karena aku tau bila aku membahas masalalu kita, membahas bagaimana kami bertemu, tempat yang dulu sering kamu kunjungi, momen-momen saat kami kencan dulu, semua memori itu akan bermuara pada satu hal: hari di mana Ragil Mahzar meninggalkanku.
"Tumben," hal yang pertama kali aku ucapkan padanya. Aku memutar tubuhku, kini aku memandangnya dari bawah. Dia menunduk menatapku dan tersenyum.
"Sayangnya, aku harus pergi sekarang." Dia mengusap kepalaku sekali lagi, kemudian bangkit. Ragil mulai memakai pakaiannya satu persatu.
"Tapi ini hari minggu. Ga akan tinggal aja, dan nonton kartun gitu?"
"Ga dulu kayaknya." Jawabnya singkat sambil mengancingkan kemejanya.
"Padahal gue pengen nonton Digimon Adventure yang Last Evolution bareng."
"Aku 26 tahun sekarang, ga punya waktu untuk hal semacam itu lagi." Dia mengatakannya begitu biasa, sementara jantungku mencelos mendengarnya. Aku menahan napas. Dia tau ini bukan tentan hal semacam itu. Ragil berbalik, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu tapi batal. Dia melihat ekspresi wajahku. Aku memasang senyum yang dipaksakan. "Maaf, tapi aku harus pergi." Dia berjalan menghampiriku, mengecup keningku, kemudian mengangkat daguku. "See you later?"
Aku mengangguk. Hal terakhir yang aku lihat adalah punggungnya dan pintu kostku yang mengayun tertutup.
Aku hembuskan udara yang sudah aku tahan dan rasa mual tiba-tiba menyerangku, menjalar dari perut ke tenggorokan. Aku berlari ke kamar mandi dan memuntahkan segala yang aku makan kemarin malam.
Aku menyiram toilet itu, berkumur, menggosok gigi dan mencuci muka. Setelahnya aku duduk di kaki tempat tidurku.
This is not what I came here for.
What did I come here for?
Dia?
Ataukah jawaban atas kejadian empat tahun lalu?
Aku tau jawaban itu. Dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku tau dengan pasti kenapa dia pergi meninggalkanku waktu itu. Tapi aku ingin dia menjelaskan semuanya, kenapa begitu, kenapa dengan cara seperti itu. Tapi ini sudah tiga minggu dan aku merasa kami sedang bermain sandiwara.
Apa yang harus aku lakukan?
"Lu mau ke resto ini ga? Namanya Lereng Anteng, di Punclut. Lucu deh ada tenda-tenda transparan gitu, apalagi kalo malem jadi bisa ngedate sambil liat bintang." Tanyaku seminggu kemudian. Dari air mukanya, aku sudah tau dia akan berkata tidak. Untuk kesekian kalinya, dia hendak mengatakan sesuatu tapi tak jadi. Aku melipat bibir dan berkata, "oh yaudah mungkin lain kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kintsukuroi
RomanceEmpat tahun lalu, Gema Bimana ditinggalkan oleh cinta pertamanya. Suatu hari dia mendapatkan sebuah pesan dari orang itu. Tanpa sapaan, tanpa menanyakan kabar, tanpa basa-basi, orang itu datang kembali seperti hujan yang tak sama sekali diramalkan...