Chapter 1 : Kupu-kupu

178 15 2
                                    

Selamat membaca!

.
.
.

Mentari pagi bersinar terang menerangi semesta. Langit cerah dengan awan putih bergelombang terukir jelas di atas sana. Seorang pemuda dengan setelan rapinya terlihat sedang melihat-lihat beberapa bunga yang dijual di toko bunga.

"Permisi Mbak, saya cari bunga mawar satuan warna-warni di sebelah mana, ya?" tanya pemuda itu kepada penjaga toko.

"Oh di sebelah sini Mas, mari..." jawab sang penjaga toko sambil mengarahkan pemuda itu ke arah bunga yang dituju.

"Terimakasih, Mbak."

Mengambil delapan tangkai bunga mawar berwarna-warni lalu membawanya kembali ke depan.

"Bunga mawarnya delapan tangkai ya Mas, ada tambahan?"

"Saya mau satu buket bunga mawar pink."

"Baik mas ditunggu sebentar, ya."

Setelah membayar semua pesanannya, pemuda itu kembali lagi ke mobil BMW putihnya lalu melajukannya menuju tempat tujuan.

Jam sebelas siang, akhirnya mobil bisa terparkir cantik di sebelah mobil hitam milik seseorang.

"Assalamualaikum, maaf lama, tadi macet dikit," ujarnya kepada delapan pemuda yang terlihat menunggunya.

Mereka semua menjawab salam serentak.

Pemilik mobil putih itu membuka pintu belakang mobilnya, semua teman-teman disana berbinar melihat delapan tangkai bunga mawar yang indah.

Ke-9 pemuda itu kini berjalan menuju lapangan sekolah, mereka semua berniat untuk memberikan bunga mawar itu kepada para gadisnya.

"Ini buat Fisya," tutur lembut Samudra sambil memberikan setangkai bunga mawar berwarna merah.

Gadis dihadapannya tersenyum manis dengan mata berbinar. "Makasih banyak, Sam!"

Samudra ikut tersenyum. "Sama-sama..."

Nafisya tidak henti-hentinya menghirup aroma mawar pemberian Samudra. Wangi, dia sangat menyukainya.

Kegiatan wisuda perpisahan mereka dilanjutkan dengan sesi pemotretan, banyak sekali momen-momen yang diabadikan.

Setelah semua rangkaian kegiatan mereka selesai, kini waktunya untung pulang ke rumah masing-masing.

Samudra kebetulan mengantarkan Nafisya pulang menggunakan mobil putihnya. Mereka tidak berdua, ada juga beberapa teman perempuan lain yang juga diantar oleh Samudra.

Sesampainya di pintu gerbang rumah kediaman Nafisya, Samudra memberhentikan mobilnya. Dia kemudian bergegas keluar lalu membukakan pintu mobilnya untuk Nafisya.

"Eh, makasih Sam," Nafisya yang baru saja ingin membuka pintu mobil ternyata sudah didahului oleh Samudra. Dirinya tadi sibuk merapikan berbagai buket bawaannya sehingga tidak menyadari bahwa Samudra sudah keluar dari mobilnya.

Samudra membantu Nafisya membawakan buketnya.

"Mampir dulu, Sam!" seru Nafisya basa-basi.

"Ah, ngga Syaa makasih. Kapan-kapan aja Inshaa Allah Sam mampir, masih banyak kegiatan di pesantren soalnya."

Nafisya mengangguk-ngangguk. "Yaudah kalo gitu makasih banyak ya, udah anterin Fisya pulang."

"Sama-sama Fisya..."

"Yaudah Sam hati-ha–"

"Tunggu sebentar Sya," potong Samudra.

Nafisya mengernyitkan dahi, netranya masih tertuju pada Samudra yang kini berjalan menuju belakang mobilnya, ia terlihat mengambil sesuatu dari dalam sana.

DESAMSYA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang