51 - Bad Wednesday

930 117 8
                                    

Aku memandang kalender dengan dahi berkerut, tepatnya pada tanggal yang kulingkari dan itu hari ini. Hari Rabu yang diminta Alby untuk menemuinya. Kukira keputusanku untuk tidak datang itu sudah bulat. Rupanya, aku masih saja mempertimbangkan bagaimana kalau aku menemuinya hari ini dan memainkan peran demi membuat Claudia cemburu. Itu memang cara terbaik untuk mendorongnya agar segera mengakui perasaannya pada Alby.

Namun, apa aku sanggup menemui Alby hari ini? Maksudku, setelah menamparnya dan dia membuat bibirku berdarah, apa masih bisa aku menatap dengan cara seperti biasanya?

Ini membuatku gila. Kenapa juga aku melingkari tanggal hari ini dengan spidol? Gara-gara memikirkannya, kopiku jadi dingin. Aku mengabaikan banyak hal ketika pikiranku terus tertuju ke sana. Kalau aku tidak datang, apa aku akan menyesal?

Sungguh menyebalkan. Saking frustrasinya, aku menjatuhkan kepala ke atas meja tanpa mempertimbangkan seberapa keras benturannya. Alhasil, aku meringis. Dahiku sakit dan kuharap tidak menyisakan apa-apa di sana, walau mungkin itu memerah sekarang.

Oke. Fokus, Ava. Tidak baik memikirkan orang lain di saat tanganmu sedang memegang stylus. Itu berarti aku sedang sibuk dan tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain. Namun, sebentar lagi waktu istirahat. Tidak masalah seperti ini sebentar, kurasa.

"Hei, Ava, kau baik?" Itu Troy. Dia memang sering ke ruangan ini mengingat tugasnya memang mengawasi kami.

Aku menegakkan badan ketika dia menduduki kursi di sebelah kiriku, lagi. Kurasa dia sering duduk di sana jika sedang mengumumkan sesuatu atau sekadar mengajak kami bicara, seolah-olah kursi itu memang miliknya. Apalagi sejak awal aku masuk kerja, kubikal itu seperti tidak ditempati oleh siapa pun.

"Aku baik. Hanya sedang istirahat sebentar. Maaf."

Troy mengernyit. "Kenapa meminta maaf?"

Aku membenahi posisi duduk dan memegang stylus dengan benar, well seperti seseorang yang siap kembali mengerjakan desain di tabletnya. Troy atasanku, tidak mungkin aku membuatnya berpikiran jelek terhadap kinerjaku. Bahkan seharusnya aku menunjukkan yang terbaik saat ini.

"Kau mungkin melihatku sedang bermalas-malasan." Hanya itu yang terlontar dari mulutku sebelum benar-benar kembali bekerja. Namun, suara tawa Troy membuatku urung mempertemukan ujung stylus dengan permukaan tablet.

"Aku akan menyebutmu malas kalau pekerjaan yang kemarin tidak selesai hari ini, Ava." Ucapannya hanya kurespons dengan senyuman. "Kau melingkari tanggal hari ini. Ada janji?" Oh, kalender yang kuletakkan di samping kiri layar komputer berhasil menarik perhatiannya.

"Tidak. Aku hanya tidak sengaja melingkari itu."

"Itu aneh."

Aku tidak merespons dan lagi-lagi memaksakan seulas senyum. Dengan Troy tidak lagi bicara, aku bisa fokus mengerjakan pekerjaanku.

"Sebentar lagi istirahat, mau makan siang di luar?"

Aku memikirkan tawaran Troy sebentar. Makan siang bersama terdengar menyenangkan, apalagi jika bukan di kantin. Aku perlu suasana yang segar ketika pikiranku sedang kacau. Mungkin dengan menerima tawaran Troy, aku akan melupakan sejenak pertimbangan tentang menemui Alby.

"Boleh. Dengan siapa lagi?" Berdua saja akan canggung. Kurasa Troy adalah pria yang supel, yang selalu punya cara untuk bisa dekat dengan orang-orang baru. Akan sangat wajar kalau kami makan siang bersama dengan orang lain juga.

"Aku belum mengajak siapa pun. Apa makan berdua ide yang buruk? Atau pacarmu akan marah?"

"Pacar siap--" Aku nyaris melupakan Alby beserta status palsu kami. Kendati Alby menganggap bahwa status kami itu benar-benar ada, tetapi aku tetap tidak menganggapnya demikian. "Oh, dia tidak akan marah." Mari anggap kejadian di bar itu bukan salah satu bentuk kemarahannya.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang