Semenjak kejadian itu, Arka tidak pernah terlihat. Jendelanya selalu tertutup rapat tanpa ada bayangan Arka ataupun orang tuanya. Aku hanya bisa mendengar suara para karyawan membuat cemilan dan bakpia, lalu suara beberapa mobil box pembawa barang untuk dijual. Aku hanya diam di balkonku sembari menikmati buku dan secangkir teh buatan Mama. Sesekali melirik balkon milik Arka, namun tidak ada sambutan dari Arka,
Biasanya, ketika aku membaca, Arka akan menyambutku lalu berteriak,
"Kamu baca apa?"
Tapi sekarang, napas Arka-pun tidak kudengar.
Berhari-hari,
Berminggu-minggu,
Berbulan-bulan.
Aku dan Arka seperti lost contact. Hidupku benar-benar murung. Mungkin sudah tiga bulan kami tidak bersua. Berkali-kali aku mencoba move on dari Arka, tetapi bayangan Arka masih ada di pikiranku.
Kali ini, aku mencoba. Mencoba untuk menyukai seseorang untuk kesekian kalinya. Kisahku yang selalu hancur karena kebodohan dan kebangsatan seorang laki-laki, aku akan mencoba lagi. Tapi,
"Kamu kemarin main sama siapa?"
"Eeemmm... Sar, gue bisa jelasin ke elu sekarang,"
"Kamu sudah tidak mengganggapku lagi? Kita suda berjanji untuk tidak memakai kata elo dan gue. Kamu lupa, kamu tinggal dimana?"
"Sarah, aku cuma main sama dia,"
"Sampai ciuman?"
"I.. Itu... Dia aktris. Ja... Jadi kita..."
"Betrick itu siapa?"
"Gini, Sar, gini-"
"Kita putus, ya. Kita putus baik-baik. Kamu sama Betrick, aku akan cari yang lain"
"Sarah!"
Begitu.
Selalu begitu.
Aku selalu menjadi bahan pemanfaatan mereka. Mereka memanfaatkan kebaikan, kepolosan, dan perhatianku yang berlebih. Mereka untung, sementara aku tidak. Mereka berhasil menjadi lebih baik, sedangkan aku semakin buruk dengan kata selingkuh ataupun simpanan.
Aku harus bagaimana?
Di balkon, aku terus menangis. Meratapi kisah hidupku yang kacau karena laki-laki bangsat itu. Meratapi bagaimana dia dengan santainya memakai kartuku untuk bermain belakang dengan wanita lain yang tidak lain adalah adik kelasku. Menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan kekecewaanku.
Orang tuaku dan Kak Rully tidak mau menggangguku jika begini. Mereka hanya diam. Diam dan diam. Mereka tidak mau membantuku, selalu berkata bahwa aku sudah dewasa, mampu menghadapi segalanya. Mampu beradaptasi dengan dunia indah nan kejam. Mampu-
"Sarah?"
Aku mendongakkan kepalaku. Disana, di balkon sana. Seorang yang kutunggu sedang menatapku penuh pertanyaan. Mata kucingnya melihatku dengan bingung.
"Aku akan kesana."
Dia pergi ke dalam. Mengambil selimut miliknya yang sudah diikat seperti tali. Mengikat ujung selimut di pagar balkon, turun kebawah, lalu menaiki rumahku, sementara aku masih diam melihat gerak geriknya. Ketika dia sampai di pagar balkonku, kuratik tangannya dan memeluknya erat.
"Kamu tahu, nggak! Aku kangen kamu," bisikku setengah berteriak. Arka membelai rambut pendekku pelan.
"Aku tahu. Maaf sudah menghilang selama tiga bulan. Arka sudah cerita semua melalui buku hariannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK JENDELA
RomanceIni sebuah kisah, tentang seorang pria manis bernama Arka. Dia selalu menatapku dengan berbagai macam tatapan. Tajam, sendu, senang, haru, dan tatapan lain yang kadang membuatku curiga Arka, si pria tinggi dengan beribu kelakuannya di jendela rumahn...