Detak

9.4K 916 28
                                    


Salah satu hal yang bisa mencuri hati pria adalah, makanan.

"Kamu masak apa hari ini, Narendra?"

Jaemin mengeluarkan kotak bekal berwarna biru tua di hadapan atasannya. Ketika dia membuka tutup bekal itu, aroma makanan langsung tercium.

"Saya hari ini masak ayam ungkep, lalapan, sambel ijo sama ca kangkung, Pak. Saya harap Pak Reno suka sama menu hari ini."

"Aku mau, aku mau juga."

Logan terpogoh-pogoh berlari dari arah pintu mengetahui kakak cantiknya membawa makanan. Dia kembali menyusul Reno untuk bertemu dengan Jaemin hari ini.

"Ini punya Ayah," ujar Jeno.

Logan langsung mencebik dan menghentakkan kakinya kesal, kenapa Ayahnya pelit sekali.

"Eh, jagoan kok ngambek sih. Kakak juga punya hadiah buat kamu. Spesial buat Logan."

Logan langsung bersorak, dia menjulurkan lidahnya ke arah Jeno.

"Spesial buat Logan? Logan mau!!!"

Jaemin mengeluarkan satu kotak bekal makan siang lagi, kali ini lebih kecil. Di membuat bento untuk Logan dengan bentuk karakter lucu. Ada sosis, udang tempura, nasi campur wortel dan rumput laut yang sudah dibentuk seperti karakter kelinci, brokoli krispi, dan buah jeruk.

"Wah, terima kasih makanannya."

Logan senang sekali menerima makanan itu, Jeno sampai takjub karena melihat anaknya yang susah makan sayur jadi bersemangat.

"Kakak ayo makan juga," ajak Logan.

Jeno juga menyuruh Jaemin untuk makan, akhirnya dia mengeluarkan kotak makan berisi menu yang sama seperti Jeno dan memakan makan siangnya dengan perasaan berbeda. Ini sudah kedua kalinya dia makan siang di ruang pemimpin perusahaan. Untuk anak magang seperti dia, ini suatu hal yang tidak biasa.

"Kamu belajar masak sejak kapan?"

"Saya sudah belajar masak sejak usia enam tahun, Pak Reno."

Jeno terkejut, semuda itu? Dia bahkan hanya tahu bermain di usia itu.

"Emak saya harus ke sawah setiap pagi, adik saya masih batita dan saya harus bangun pagi-pagi buat bantu emak."

Jujur saja, Jeno sendiri kadang tidak hafal dengan biodata karyawannya sendiri jadi dia dengan sadar bertanya kemana Ayah Jaemin.

"Ayah sudah meninggal karena jatuh di tempat kerja pembangunan gedung bertingkat sejak saya usia tiga enam tahun. Emak bekerja di tempat Pak Lurah untuk mengurus sawahnya. Jadi sejak kecil saya sudah terbiasa dengan dapur."

Jeno menganggukkan kepalanya, "Adik kamu usia berapa saat ini?"

"Adik saya usia 22 tahun, Pak. Dia sekarang sudah kembali ke Indonesia."

"Sebelumya dia di mana?"

"Dia ke Amerika selama kurang lebih dua tahun. Syukurlah dia bisa mendapatkan beasiswa penuh saat itu."

Mereka sesekali makan sambil mengobrol ringan karena jika tidak begitu, sepi sekali. Logan bersendawa setelah dia merasa kenyang. Dia menepuk-nepuk perutnya yang sedikit membuncit.

"Logan, behave." Jeno menegur putranya dengan tatapan mata, tapi Logan sudah terbiasa dengan hal itu.

"Aku kenyang, Ayah."

Jaemin mengelus rambut Logan, dia tersenyum bahagia karena ada perut yang kenyang karena masakannya. Semua interaksi itu terekam oleh pandangan Jeno, dia suka sekali bagaimana Jaemin memperlakukan putranya.

"Kakak, besok aku mau makan masakan Kak Naren lagi, boleh?"

"Boleh."

Logan kini duduk di pangkuan Jaemin, dia memeluk pria itu dan menyandarkan pipinya di dada Jaemin. Jeno sempat menegus putranya agar tidak bersikap lancang terhadap Jaemin. Namun, Jaemin tidak keberatan dan menyanggupi tingkah manja Logan padanya.

"Besok Pak Reno mau saya bikinin apa?"

Jeno tersentak, dia terlarut dalam fikirannya sendiri.

"Saya sudah lama gak makan nasi uduk. Kalau saya mau makan itu, kamu keberatan masakin buat saya?"

"Gak apa-apa, Pak. Saya juga sudah lama gak masak nasi uduk."

"Ya sudah, itu saja. Kalau untuk lauk, terserah kamu. Saya gak tahu nasi uduk enak dimakan sama apa."

Jeno menyerahkan sebuah kartu pada Jaemin, pria itu sedikit tertegun.

"Ini buat belanja."

Jaemin reflek menolak halus, "Uang yang Pak Reno transfer masih sangat cukup, Pak. Ini berlebihan sekali."

"Gak apa, anggap saja buat biaya tenaga kamu. Jangan ditolak, nanti saya merasa bersalah karena sudah repotin kamu, Na."

"Tapi saya gak enak, Pak. Uangnya masih sangat cukup, kok."

Jeno kembali membujuk sekali lagi dan Jaemin tetap menolak. Akhirnya, Jeno membuat perjanjian dengan Jaemin jika uang yang dia transfer sudah habis, Jaemin akan langsung memberitahunya.

"Bapak gak usah khawatir, uang yang Pak Reno transfer masih banyak sekali bahkan buat dua minggu ke depan."

"Sebanyak itu?" Jeno terkejut.

Jaemin terkekeh melihat ekspresi Jeno.

"Saya tahu tempat mana yang menjual bahan segar dengan kualitas bagus tapi harganya gak mahal."

"Kok bisa?"

Sekali lagi Jaemin tersenyum geli melihat wajah Jeno yang melongo heran. Tak sadar sepanjang obrolan itu ada makhluk kecil yang tertidur di pangkuan Jaemin.

"Saya harus kembali ke ruangan karena waktu makan siang sudah habis."

Jaemin berpamitan setelah menyimpan kotak bekal kosong dan merebahkan Logan di ruang istirahat khusus pimpinan.

"Oh ya, Narendra."

"Iya, Pak?"

Jaemin kembali mengalihkan atensinya kepada Jeno, lelaki itu terlihat memakai jasnya kembali dan berjalan menuju ke arahnya, atau lebih tepatnya pintu.

Jantung Jaemin hampir turun ke lambung saat Jeno tersenyum dengan mata bulan sabitnya dan mengelus pucuk kepalanya.

"Makasih ya makan siangnya."

Hal yang membuat Jaemin tambah terkejut ketika pipinya dicubit pelan oleh Jeno. Astaga, Jaemin merasa kakinya benar-benar lemas seketika.

'Emak!! Jaemin kenapa?!'


At My Worst 🔞 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang