Gemas

8.2K 807 49
                                    


"Kalian udah sarapan?"

Jeno baru saja bangun tidur pukul enam. Aroma harum dari dapur membuat pria itu membawa langkahnya ke sana. Jeno melihat anaknya sedang sarapan sambil merecoki Jaemin tentang bus kesayangannya, si Tayo.

"Pak Reno sudah bangun. Mau sarapan sekarang? Saya tadi masak nasi goreng sosis sama sayur buat Logan."

Jeno duduk di kursi, samping putranya. Dia melihat piring Logan sudah bersih, itu artinya putranya makan dengan baik.

"Boleh, kamu juga sarapan sekalian. Yang masak harus makan juga."

Jaemin terkekeh mendengarnya, dia menyiapkan dua piring nasi goreng dan menambahkan acar timun di atas nasi goreng.

"Terima kasih, selamat makan." Jeno tersenyum setelah suapan pertama masuk ke dalam mulutnya. Dia kadang heran, Jaemin memasukkan apa sih kedalam masakannya? Kenapa selalu terasa pas di lidahnya?

"Kamu pakai sihir ya, Na?"

"Maksud Bapak?" Jaemin terkejut, dia sama sekali tidak salah dengar kan?

"Masakan kamu. Kenapa selalu pas sama selera saya? Mirip banget sama masakan Mama saya."

Jaemin terkekeh pelan, "Saya masaknya pakai bumbu dan teknik ala Emak saya, Pak."

"Wah, apa itu?"

"Pakai bumbu kasih sayang. Makanan yang dimasak dengan ikhlas dan rasa kasih sayang nanti jadinya tambah enak."

Jaemin baru saja menyadari apa yang dia katakan, jangan sampai bosnya itu salah faham. Kasih sayang yang dia maksud adalah benar murni perasaaan kasih terhadap manusia, bukan dalam artian lain.

"Kak Naren, di sini aja, gak usah ke kantor Ayah."

Logan tiba-tiba berceletuk karena dia sadar sebentar lagi Ayahnya pasti akan bersiap berangkat kerja.

"Nanti Kak Naren main lagi sama Logan. Pagi ini Kak Naren harus bantu-bantu di kantor. Logan nanti main sama di rumah dulu sama Mbak Ina, ya?"

Mbak Ina itu memang pengasuh Logan yang sudah bekerja sejak Jeno masih kecil. Seharusnya Logan memanggil Mbak Ina itu dengan sebutan Mbak Ina, tapi dia mengikuti kebiasaan Jeno yang memanggil Mbak Ina.

"Mau main sama Kak Naren." Jeno langsung mengambil tindakan karena melihat putranya yang mulai bersikap seperti ini.

"Sayang gak boleh gitu, ya? Kak Naren punya tanggung jawab di kantor."

Logan membanting sendoknya sampai mengenai meja kaca, Jeno hampir saja membentaknya sebelum Naren langsung berlutut di depan Logan dan menggenggam tangannya. Dia ingin langsung bertatapan dengan Logan.

"Logan yakin mau main sama Kak Naren? Kak Naren kerjanya di sana bosenin loh. Nanti gak bisa nonton bus Tayo. Enakan di sini sama Mbak Ina. Logan bisa main, bisa tiduran, bisa nonton. Nanti selama kak Naren di kantor, kak Naren kasih puzzle ya? Tugas Logan nanti nyusun puzzle itu."

Logan terlihat tertarik mendengarnya, "Nanti boleh minta bantu Mbak Ina?"

"Boleh kok. Boleh minta tolong Mbak Ina kalau Logan kesusahan. Kak Naren ambilin, ya?"

Logan memeluk leher Jaemin karena dia ingin ikut pria itu mengambil puzzlenya. Jeno bahkan heran, kenapa Logan sangat patuh pada Jaemin?

"Sebenarnya Logan itu anak siapa sih?" ujar Jeno sambil menggelengkan kepalanya.

Ya, kalau jadi anak mereka berdua gak apa-apa sih.

Ih, Jeno ngarep.

Emangnya Narendra mau sama kamu?

Setelah urusan dengan Logan selesai, Jaemin dan Jeno berangkat ke kantor bersama. Jaemin meminjam setelah baju Jeno yaitu kemeja yang sedikit kebesaran dan celana kain milik Bubu yang tertinggal di lemari Jeno.

Selama di perjalanan, Jeno tak hentinya memuji Jaemin karena dia bisa membuat Logan jinak.

"Bapak apaan, sih? Memangnya Logan apa? Kok bisa jinak." Jaemin sesekelai terkekeh geli.

"Dia nurut banget sama kamu, Na. Saya heran kenapa dia bisa begitu, padahal kalau sama saya, dia selalu aja bantah."

"Saya dulu pernah kerja ngasuh anak, Pak. Saya juga pernah punya adik yang aktif banget. Mungkin karena itu saya gak asing di sekitar anak kecil."

"Pantes kamu berpengalaman."

"Tapi bukan cuma itu, Pak. Saya juga baca buku parenting, ikut seminar, baca jurnal dan juga dengerin curhat tetangga tentang anak-anak mereka. Jadi, saya banyak dapat trik dari mereka. Contohnya, saya selalu kasih pilihan buat anak, biar mereka terbiasa dan merasa dilibatkan dalam memilih sesuatu. Kalau mereka sedang ngeyel, biasanya saya alihkan perhatian mereka dengan sesuatu yang baru dan menyenangkan."

"Seperti tadi pagi? Waktu kamu kasih puzzle ke Logan?"

"Iya. Itu sebenarnya sederhana, tapi saya melihat kalau Logan itu sangat tertarik sama sesuatu yang bikin dia penasaran, salah satunya puzzle. Kemarin bahkan dia ikut buat main catur sama Lucas." Jaemin sedikit tertawa kalau mengingatnya.

"Kok bisa, sih?"

"Iya, jadi waktu itu Lucas lagi main catur pas istirahat makan siang. Logan yang lagi sama saya lihat itu. Dia narik saya dan minta ajarin cara main catur."

Seketika Jeno jadi merasa bersalah, dia ingat sekali bahwa jam kerja kadang membuatnya sulit menghabiskan waktu dengan sang putra.

Mereka sudah sampai di parkiran, Jaemin langsung menyerahkan bekal makan siang sesuai keinginan Jeno. Hari ini dia memasak nasi kuning, ikan patin, perkedel kentang dan sambal terong.

"Saya hari ini harus ikut Pak Rendra untuk survei lapangan sampai jam dua. Bekalnya saya kasih sekarang aja ya, Pak."

"Terima kasih ya, Naren."

"Sama-sama, Pak."

Mereka memasuki lfit bersama, Jaemin di lantai empat dan Jeno di lantai sepuluh. Ketika Jaemin ingin keluar dari lift, dia dikagetkan karena Jeno menaruh topi miliknya di atas kepala Jaemin.

"Jangan sampai sakit ya, dek. Sampai ketemu di rumah."

Tak lupa Jeno mencubit pipi bulat Jaemin.

Astaga, kenapa mereka terlihat seperti pasangan suami-

"Apa yang kamu fikirkan, Narendra!!!"

Jaemin menepuk-nepuk pipinya sendiri karena fikirannya yang melalang buana. Kakinya bahkan terasa gemetar kalau mengingat interaksi mereka tadi.

"Pak Reno, jangan bikin saya lemes dong." 

At My Worst 🔞 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang