"Eps. 08"

165 31 5
                                    

Sejeong mengambil kartu dalam tasnya, "ini kupon diskon yang diberikan pelayan untuk tamu yang datang dengan pasangannya, oh maaf. Aku tak punya black card seperti yang kau pamerkan pada pelayan tadi. Tapi, sebagai gantinya. Aku akan memberikan kartu nama ayahku..." Sejeong menyodorkan kartu nama yang bertuliskan Kim Jongdae Direktur dari Group Wj yang bergerak dalam bisnis Furniture. Merupakan pria bersandang duda terkaya ke-3 di korea selatan dan termasuk atasan dari ayah pria yang baru 15 menit yang lalu membanggakan jabatan ayahnya.

Ke-3 pria itu terdiam dan merasa malu. Pria yang disodorkan kartu nama itu tak bisa berkata-kata. Kesombongan mereka entah jatuh dan tercecer begitu saja.

Suara tepuk tangan tiba-tiba menutup adegan itu. "Kim Sejeong, kau sepertinya banyak berubah. Biasanya kau akan marah dan mengamuk lalu menghajar mereka bertiga," tiba-tiba Jaehyun muncul.

"Kalian bertiga, lebih baik pergi dari sini. Sebelum putri jahat ini mengeluarkan tongkat sihirnya..." Usir Jaehyun.

Seperti sebuah perintah, pria itu pergi begitu saja. "Guys, ayo kita pergi," ajak Sejeong mengabaikan Jaehyun dan juga ke-2 teman-temannya.

"Eittss~ sayang banget kalau kalian pergi begitu saja, dandanan mu ini jadi sia-sia," tahan Jaehyun.

"Kau ini kesambet roh pikun yah? Aku sudah bilang, kita tak boleh terlibat lagi satu sama lain. Baik itu di sekolah ataupun di luar," jelas Sejeong.

"Ayolah Sejeong-ah, bagaimana kalau kita pergi karaoke?" Ajak Younghoon.

"Sebenarnya, itu bukan hal yang buruk. Sejeong-ah, masa kita pulang begitu saja? Mood mu juga sedang jelek," Ajak Mina.

"Lagipula Jaehyun tak akan melepasmu dengan mudah, kita ikuti mau mereka. Kami akan menjagamu, Psikopat itu tak akan menyakitimu" Yeeun juga membujuknya.

Sejeong menghela nafas, "baiklah, aku akan menghubungi Naeun. Siapa tahu dia juga ingin keluar dan bermain. Ah Doyoung juga..."

Jaehyun langsung merampas ponsel Sejeong, "Naeun sedang menemani neneknya, dia tak bisa keluar"

"Ah, iya juga. Aku lupa soal itu. Bagaimana dengan Doyoung? Kembalikan ponselku, aku akan menghubunginya"

"Kau tak tahu, pria itu pasti menemani Naeun!" Jaehyun agak kesal menjelaskan hal itu.

Sejeong mengangguk, seolah-olah tahu atau percaya perkataan Jaehyun padahal pria itu juga tak tahu apa itu benar atau tidak.

"Lalu, kenapa kau disini? Kau tak cemburu Naeun dan Doyoung berduaan?" Tanya Sejeong.

"Mereka cuma teman masa kecil untuk apa cemburu? Lagipula, aku tak memiliki alasan untuk cemburu lagi pada Doyoung," tutur Jaehyun dengan suara yang kian mengecil sehingga Sejeong tak mendengar kalimat yang terakhir.

"Ah, kau benar lagi. Seperti kita, Naeun juga tak akan masalah jika tahu soal ini kan?"

"Kau ini cerewet sekali yah, kenapa kau malah memikirkan perasaan Naeun?" Ledek Sejeong.

"Tentu saja, dia tak boleh salah paham. Aku tak ingin mati konyol lagi," Sejeong berjalan meninggalkan rooftop itu.

"Aishh~ kenapa kau selalu membahas itu? Kau sengaja membuatku merasa bersalah euh?" Omel Jaehyun mengikutinya.

Meninggalkan teman mereka yang saling menggoda dengan senyum dan tatapan mata.

*****

Beberapa hari yang lalu, Doyoung menantang Jaehyun bermain basket setelah pulang sekolah. Naeun juga tinggal dan menonton mereka bermain, setelah bermain hampir satu jam. Di menangi oleh Jaehyun, mereka berdua menghampiri Naeun setelah berjabat tangan. "Kalian pasti haus, aku akan membelikan minuman" usul Naeun meninggalkan mereka berdua agar lebih akrab.

Suddenly, I Became a Antagonist (The End✓✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang