Chapter 16;

7.4K 379 5
                                    

Pov Zian*

Kakak terdiam seperti biasa, namun entah mengapa matanya berbicara. Dia menatapku tajam, lebih dari biasanya. Kini mulutnya pun tak tahan untuk menelan kembali kata-kata yang siap keluar.

"Lo kira gue pengecut?"

"Maksud.. kakak?"

"Gue bukan orang yang bakal mendam perasaan gue kayak pengecut lain di luar sana."

"..."

"Kalo gue suka elo, gue bakal confess jauh sebelum lo minta, Zian."

"Kenapa susah dapetin hati lo.."

"Karena hati gue milik Alan, bukan lo atau pun gue sendiri."

Berulang kali penolakan ini terjadi. Hati juga sakit, air mata gue mengalir gitu aja. Gue menengadahkan kepala, berharap air mata ini kembali masuk ke dalam. Kak Hyuna mendengus kesal, dia beranjak dari duduknya dan terlihat mengambil sebuah cambuk kulit.

 Kak Hyuna mendengus kesal, dia beranjak dari duduknya dan terlihat mengambil sebuah cambuk kulit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue yang masih dikelilingi rasa sakit hati tak menggubris tindakannya. Kakak menaiki badanku dan duduk di perut, membuatku harus merebahkan diri ke belakang.

"Tau kesalahan lo?"

Malas bicara, mood juga menghilang seketika karena teringat betapa menyedihkan gue ditolak ribuan kali.

"Jawab, bangsat!"

Ctassh!

"Akh" Pekik gue seketika sambil membusungkan dada.

Selimut menjadi pelampiasan sakit, bahkan gue tidak berhenti meremas selimut itu. Cambukan itu bukan lagi di punggung, melainkan di dada gue. Sakitnya double kill, kejam. Dia bahkan menarik nipple gue seakan memaksa gue menangis.

"Agh, ampun.. gue salah.."

"Lo kelewatan, anjing"

Ctaashh!

"hangh" Gue memalingkan wajah.

Kakak terlihat tidak puas, dia menarik dagu gue agar dia bisa melihat wajah gue.

"Terus menangis."

"Ogah" Gue menepis tangannya.

Ctassh!

"Pembangkang!" seru Kakak.

"Gue bakal nangis kalo lo jadi kuliah di Bandung"

"Tau darimana?"

"Bukan rahasia umum, kan?" Cicit gue.

Dia tersenyum puas, menatap gue dengan bengisnya. Kepala gue di tepuk pelan olehnya.

"Betul, gue mau kuliah disana biar deket sama pacar gue."

"Kenapa gak di Bali aja?" Ucapku sembari menepis tangannya.

"Ada lo soalnya" balasnya singkat.

Permainan berakhir karena gue menyudahinya. Pikiran gue kacau setelah perkataan kasarnya hari ini. Minggu ini adalah permainan terakhir sebelum Kakak ujian. Dua minggu ujian baginya adalah minggu terpanjang bagi gue karena tidak bisa bertemu dengannya.

***

Hari ini sekolah seperti biasa, sedangkan Kakak memulai ujiannya. Gue tidak memberikan dia apapun untuk penyemangat. Pikiran gue bakal kacau kalau mengingat dia terus.

"Zian, dipanggil guru BK" ujar salah satu teman osis.

Gue menurut, menuju ruang BK. Guru BK sudah terlihat duduk di tempatnya, dia juga mengijinkan gue duduk di depannya.

"Kamu juga duduk disampingnya" kata pak guru sambil menjulurkan tangannya.

Terlihat perawakan gadis cantik juga lebih pendek dari gue memasuki ruangan, kemudian duduk di samping gue. Mata gue tidak berhenti memelototinya. Ada apa dengan gadis yang gue sukai?

Bersambung...

Make The Boys Cry [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang