*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Tara ... soal yang tadi—"
"Jangan dibahas ...."
Satya seketika terdiam saat Tara dengan cepat menyela ucapannya, padahal itu kata pertama yang terdengar di dalam mobilnya sejak mereka meninggalkan apartemen Tara.
"Gak usah dibahas lagi ya, Sat ... Lupain aja," sambung Tara yang langsung melepas cekalan tangan Satya yang baru saja mencoba mencegahnya untuk turun dari mobil pria itu.
Suasana canggung kembali menyelimuti mobil itu, Tara menggigit bagian dalam bibir bawahnya karena gelisah. Ia sungguh tak menduga jika ia dan Satya akan terlibat dalam kejadian rumit yang membuat tumbuhnya kecanggungan di antara mereka.
Dua hati yang tengah terluka nyatanya tak baik untuk sering bersama. Hal fatal hampir saja terjadi dan Tara sadar ia akan menjadi yang paling dirugikan jika di antara dirinya dengan Satya sampai terjadi seseuatu yang lebih jauh.
"Gue ... turun ya, Sat," ujar Tara yang membuat Satya mau tak mau menganggukkan kepalanya walau tampak ragu.
Tara baru saja hendak membuka pintu penumpang, namun pergerakannya kembali terhenti dan ia langsung kembali menghadap ke arah Satya.
"Sat ... lo udah lama gak balik ke rumah ya?" tanya Tara yang tiba-tiba teringat permintaan Haura dua hari yang lalu.
"Lo balik ke mana?" sambung Tara lagi saat ia melihat Satya kembali menganggukkan kepalanya.
"Gue balik ke apartemen," sahut Satya dengan jujur, ia sama sekali tak berniat menutup-nutupi hal tersebut.
Tara menghela napas panjang, kembali teringat jika sebelumnya, dipertemuan pertamanya dengan Haura, wanita itu mengatakan Satya tidak pulang karena marah kepada orang tuanya.
"Dua hari lalu gue ketemu Tante Haura," ujar Tara yang membuat Satya seketika mengernyitkan dahinya.
"Balik ke rumah ya, Sat ... Kasihan nyokap lo," ujar Tara lagi dengan nada suara yang terdengar begitu lembut dan tidak terkesan memaksakan perintahnya.
"Lagian ... sekarang masalah lo sama Shiela juga udah selesai kan? Jadi lebih baik lo pulang ke rumah ... orang tua lo pasti ngerasa bersalah banget kalo lo gak pulang-pulang, padahal lo anak mereka satu-satunya ...."
Nada suara Tara seketika kembali terdengar berubah, membuat Satya kembali memokuskan tatapannya pada wanita di sampingnya itu. Bukan hanya suara, namun sorot mata Tara pun tampak berbeda dari sebelumnya.
"Pulang ya, Sat."
Satya yang masih menatap tepat di mata Tara seolah terhipnotis oleh tatapan mata wanita itu, sehingga perlahan ia pun menganggukkan kepalanya dengan patuh.
"Iya ... nanti malem gue pulang ke rumah," ujar Satya setelahnya dan membuat Tara tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya.
Tara akhirnya turun dari mobil Satya, namun tak langsung menutup pintu mobil pria itu, ia berdiri di sana untuk beberapa saat.
"Hati-hati ya, Sat," ujar Tara yang terdengar begitu tulus, sama seperti biasanya.
"Iya," sahut Satya sembari kembali menganggukkan kepalanya dan setelahnya Tara pun menutup pintu mobilnya.
Satya lalu melajukan mobilnya dengan Tara yang seperti biasanya memastikan dulu pria itu benar-benar pergi dari sana. Begitu mobil Satya hilang dari pandangannya, Tara pun berbalik dan ia seketika terkesiap saat melihat Kafka tengah menatapnya dengan tatapan datar dan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romance***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...