Dua tahun terakhir ini bantal milik si sinoper terasa dingin. Berada di sisi ujung kasur tak dibutuhkan terganti oleh sebuah tangan kurus yang kini bertugas menjaga kepala Nakahara Chuuya agar tertidur nyaman. Kebas? Tentu. Dazai Osamu akan menjawab dengan jujur jika ditanya apakah tangannya mati rasa setiap pagi. Namun itu urusan belakangan, prioritasnya adalah kenyamanan kekasihnya.
Sewaktu pertama kali Chuuya meminta tangan Dazai untuk dijadikannya sebuah bantal ia khawatir tidur Chuuya tak akan nyenyak. Namun ternyata Chuuya lebih cepat terlelap semenjak tangan Dazai menjadi bantalannya. Pada pagi hari ia terlihat baik-baik saja, tidak merasa pegal di bagian leher atau sakit kepala. Ajaib.
Malam ini tidak biasanya Dazai terjaga.
Iris coklat tua-nya memperhatikan wajah terlelap sang kekasih. Manis.
"Cepat bangun, aku mau menjahilimu lagi~" bisiknya sebelum mengecup pelan kening Chuuya yang berkerut. Chuuya punya kebiasaan mengerutkan keningnya saat tidur. Chuuya bilang itu karena dia selalu bermimpi bertemu Dazai yang bodoh di dalam mimpinya.
Kesampingkan ejekan bodoh, Dazai tak bisa menahan senyumnya ketika secara tak sadar Chuuya berbicara dengan gamblang bahwa ia selalu berada dalam mimpinya.
Meski sudah menjalin hubungan sejak mereka menginjak umur 16 tahun. Keduanya baru bisa tinggal satu atap 2 tahun yang lalu. Ada banyak masalah rumit yang harus mereka lewati sampai-sampai keduanya pernah 5 tahun tidak berhubungan sama sekali seperti orang asing. Walau saat bertemu mereka saling melempar amarah dan sarkas pada satu sama lain, tetapi di dalam benaknya Dazai amat bersyukur Chuuya-nya masih sama seperti Chuuya yang ia kenal. Si surai sinoper masih mengakui Dazai sebagai kekasihnya begitu pun Dazai. Masih memiliki perasaan yang sama. Itu menjadi terakhir kalinya mereka berselisih hebat.
Baik Chuuya maupun Dazai berjanji tidak akan membuat mereka berpisah lagi dalam jangka waktu yang lama.
Terdengar klise, tapi keduanya benar-benar tidak ingin berpisah lagi saking saling mencintai satu sama lain. Hingga mereka berdua akhirnya memutuskan untuk meninggalkan port mafia dan hidup di sisi yang benar.
Membuka toko wine-- tentu ini ide Chuuya dan Dazai selalu setuju dengan ide si rambut jingga, mirip seekor anjing yang setia dengan majikannya, kata Chuuya.
2 tahun benar-benar kehidupan yang manis untuk keduanya.
Ya, cukup 2 tahun saja.
Kehidupan manis yang sehari-hari penuh dengan cinta dan tawa penuh keduanya kembali menjadi pahit.
Musim dingin yang menyelimuti seisi Yokohoma terasa lebih dingin setelah hembusan nafas terakhir dari Nakahara Chuuya terlepaskan. Tubuh pucat yang terkulai lemas di hospital bed itu sama sekali tak menunjukkan gerak setelah memaparkan senyum pada pria yang meremat tangannya dan mulai menenggelamkan kedua iris birunya.
Dazai berusaha untuk tak memecah tangisnya, ia mengatur nafasnya, pelan-pelan meraih tangan Chuuya dan mengecupi punggung tangan yang terasa dingin. Jarinya tak bergerak untuk menekan nurse call melainkan menyelipkan tangannya dibawah kepala kekasihnya. Ia tahu jika ia menekan tombol itu maka mereka akan mengambil Chuuya-nya yang telah tidak bernyawa. Ia tidak menginginkan itu.
Kepingan salju mulai berjatuhan terlihat dari balik jendela rumah sakit. Indah dan tenang, seperti Nakahara Chuuya yang tertidur tenang dengan tangan Dazai sebagai bantalnya.
Dazai beberapa kali menelan saliva-nya, mencoba agar tidak meneteskan air matanya. Wajahnya bergerak maju untuk mengecup kening Chuuya cukup lama, kemudian berbisik pelan tepat pada telinga Chuuya.
"Chuuya.. aku mohon.. bangun, aku mau menjahilimu lagi.."
The End
KAMU SEDANG MEMBACA
Call It Fate, Call It Karma | Soukoku/DaiChuu Oneshoot
FanfictionCan i waste all your time here on the sidewalk? Soukoku/DaiChuu Oneshoot | Written in Bahasa.