Chapter 24;

4.2K 260 0
                                    

Detak jantungku lebih keras dibanding suara kendaraan disitu. Bahkan lebih keras dari teriakan orang-orang yang panik dengan suasana itu. Ingatanku soal Alan bermunculan. Bagaimana aku bertemu dan menghabiskan waktu dengannya, dan sekarang..

Salahku, ini semua salahku..

Aku terhuyung melihat itu, kaki ini bahkan tidak kuasa berjalan mendekati tempat kejadian. Tanganku bergetar saat berusaha menelepon bantuan. Darah.. ada darah..

Bruk!

Aku terbangun di ruangan serba putih, ber-AC. Tanganku diinfus. Mataku masih susah dibuka, namun aku paksa.

"Alan.. mana.." lirihku pelan.

"Hyuna?! Dokteeer! Hyuna siuman!" Pekik orang di sebelahku.

Berisik.

Alan mana..

Orang dengan baju putih, samar-samar mendekatiku. Dia memeriksa keadaanku dan berkata,

"Nanti kalau sudah pulih, sudah bisa pulang. Sekarang biarkan dulu, dia masih shock" ucapnya kepada orang di sebelahku. Dokter pun pamit undur diri.

"Alan ma-" ucapanku disela karena kedatangan seseorang.

"Kakak.." sapanya sambil setengah terisak. "Maafin Alan.. maaf ninggalin kakak.."

"Alan? Motor kamu.."

"Itu cuma motor, Alannya nangis di pinggir jalan. Darah itu.. punya kucing yang Alan lihat deket situ." cicitnya sambil memegangi tanganku.

"Dia gak tidur buat jaga kamu, na" ucap mama yang semenjak tadi sudah disampingku.

"Maaf kak.." ucapnya lagi.

"Gapapa, tapi gimana soal masalahnya?" Tanyaku takut dia masih salah paham.

"Udah dijelasin Zian, dia juga yang bantu Alan buat anter kakak kesini."

Akhirnya aku bisa bernafas lega walau berujung di rumah sakit. Not bad. Mama yang melihat Alan mulai menangis akhirnya membiarkan kami berdua.

"Kak"

"Alan"

Kami berbarengan.

"Duluan aja" barengan lagi.

"Gini, kenapa kamu sampai ngeretas ponsel kakak?" Tanyaku penasaran.

"Buat ngejaga akun kakak dari hacker lain." Jawabnya tegas.

"Siapa?"

"Zian, dia meretas ponsel kakak cuma buat memata-matai kakak lewat kamera." Jelas Alan. "Selain karena mengancam kakak, menyentuh kakak, dia bahkan berbuat begitu. Bagaimana pacar imutmu ini tidak marah?!" Protesnya.

Aku tersenyum, "maaf kakak gak mau mendengar penjelasanmu malam itu. Tapi kakak juga mau ngasi penjelasan pribadi ke Zian." Sambil mengelus kepalanya.

"Claire.. dia yang menjelaskan bahwa kakak diancam." Alan tertunduk. "Dia hanya bilang kakak sedang kesulitan, memang dia tidak memberitahukan secara detil.."

"Gapapa, selama masalahnya sudah berakhir."

Alan mengelus kepalaku lembut. Menatapku dengan semua kasih sayang yang dia miliki.

"Jangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan.. buat aku khawatir." Jelasnya.

Pipiku merona, aku yang tersipu hanya bisa terdiam lalu menunduk.

"Maaf" ujarku sambil nyengir.

"Oh bagaimana papa mama, mereka gak marah?" Tanyaku khawatir.

"Awalnya iya, bahkan papa mertua menyuruhku pulang. Tapi Alan bisa jelasin secara rinci juga tujuan Alan kesini"

Aku menyentil keningnya, "papa mertua konon."

"Ih, orang udah di restuin." Protesnya sambil mengembungkan pipi.

"Mana buktinya?"

"Ini Alan disin-"

Papa, mama, dan bunda Alan memasuki ruangan. Aku melepaskan diri dari Alan. Kepalaku tidak bisa berhenti menunduk. Papa membuka suara,

"Gimana?"

"Hyuna udah gapapa"

"Bukan itu, tapi perjodohannya" sahut mama.

Bersambung...

Make The Boys Cry [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang