Riri terpekur, duduk di atas ranjang Jaemin setelah melihat punggung lebar itu menghilang di balik pintu kamar mandi. Ada helaan dari sela bibirnya. Agak—ekhem—ingat ya, agak sakit hati saat tiba-tiba Jaemin pergi begitu saja, sekedar mengatakan satu kata, maaf. Anjing.
Tubuh Riri masih hangat. Kilasan adegan tadi sempat terlintas di benaknya. Riri menggigit bibir bawahnya lalu mengerang kecil sebelum merebahkan tubuhnya di kasur. Jantungnya berdebar dan seulas senyum kecil menghiasi bibir ranum itu yang masih kebas.
Jaemin sendiri tengah sibuk menenangkan diri juga debaran jantungnya yang menggila. Membasuh wajahnya berulang kali, guna mengenyahkan rasa panas yang menjalari tubuhnya. Ia tatap pantulan dirinya di cermin.
“Gilak lo, Na Jaemin,” tudingnya pada diri sendiri.
*
Tidur Riri sangat nyenyak hari ini. Juga tidak merasakan sakit punggung saat bangun karena ia tidur di kasur empuk. Yeah, walaupun beda jauh jika di bandingkan dengan kasurnya di rumah. Tapi lumayanlah.
Riri mencari sosok Jaemin yang tidak terlihat pagi ini. Biasanya ia melihat Jaemin sendiri berkutat di dapur membuat kopi seperti kemarin. Ah, mungkin mandi. Pikirnya. Lalu segera ia turun dari ranjang. Saat kaki menjejak lantai kamar yang dingin, pintu depan terbuka.
Jaemin masuk dengan langkah lebar. Melepas hoodie dan meletakannya ke atas sofa. Riri tertegun melihat tubuh Jaemin yang kini shirtless. Anjir. Gila kali ya lepas baju. Kan ada orang lain disini. Jaemin terkejut. Ia berdeham saat Riri memerhatikan bagian dadanya. Lalu kembali memakai hoodie yang tadi sempat ia lepas.
Riri tidak merasa canggung sama sekali. Ia malah dengan ceria menghampiri Jaemin. “Lo beli sarapan ya? Gue laper,” katanya seraya mengambil kantung belanjaan dari tangan Jaemin.
Tapi Jaemin mengambil alih kembali. “Lo gak ada jatah,” ujarnya.
Riri berdecak. Mulai lagi sikap dinginnya. “Lo tega ya? Gue laper. Buatin itu yang kayak lo makan kemarin. Sandwich. Kayaknya enak,” si mungil mengekori Jaemin ke dapur.
“Gue bukan koki pribadi atau babu lo ya.”
“Gue tamu disini,” dan Riri masih terus mengekori Jaemin, tiada henti.
“Tamu gak di undang,” jawab Jaemin di sertai lirikan tajam.
“Jaem—“ Dugh!
Tiba-tiba Jaemin menghentikan langkah, membuat Riri menubruk punggungnya. Gadis itu mengerang, memegangi hidungnya yang ngilu akibat tabrakan itu. Sebelum sempat Riri protes, Jaemin lebih dulu berbalik, menarik lengan Riri lalu mendudukkannya di salah satu kursi dekat bar kitchen.
“Jaemin ini, Jaemin itu. Ngatur. Egois. Nyusahin. Bisa diem gak?!” omel Jaemin.
Riri menekuk bibirnya ke bawah. “Tapi gue laper,” keluhnya.
“Diem,” kata Jaemin penuh penekanan. Yang bisa Riri lakukn hanya menurut. Menutup mulutnya rapat dan memerhatikan Jaemin yang kini tengah menyiapkan sarapan.
Tidak butuh waktu lama, dua tangkup sandwich tuna, segelas susu,dan secangkir kopi di hidangkan Jaemin. Dengan binar ceria di matanya, Riri segera melahap sandwich buatan Jaemin dan ternyata memang seenak itu. Kaki Riri bergoyang, menandakan jika ia menyukai makanan buatan Jaemin. Seperti bocah lima tahun. Tanpa sadar, tangan Jaemin ke ulur, mengusak puncak kepala itu lembut.
Menyadari tindakannya, Jaemin lantas menarik tangannya kembali dan langsung meneguk kopinya. Riri hanya mengangkat bahu dan kembali makan. Bersikap seolah Jaemin tidak melakukan apapun. Padahal, sebentar ia merasakan hatinya menghangat karena perlakuan manis Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaemin | 7 Rings [COMPLETED]
Fanfiction[PG+16] | Completed "Gimana jadinya kalo dua makhluk yang selalu terlibat percekcokan sengit tiba-tiba di jodohin?" Present : Jaemin x Riri (OC) With Hyunjin and others :: Bahasa semi baku :: Chapter sudah lengkap :: Don't be silent readers