19. Harus melepaskan?

1.4K 180 10
                                    

"Sayang, kamu mau makan apa? Biar Bunda ambilin buat kamu nih," ujar Kinan.

"Lia biar ambil sendiri, Bunda," balas Lia tersenyum. Gadis itu duduk di sebelah Bagas. "Maaf Lia udah ngerepotin Bunda di sini," ujar Lia.

"Jangan ngomong begitu! Kamu sama sekali enggak ngerepotin Bunda justru bunda seneng kalau kamu ada di sini, sayang," ujar Kinan, "bunda ngerasa sudah punya menantu. Kalian cepat-cepat lulus SMA biar nikah—"

"Bunda! Sudah ih jangan bahas itu," balas Bagas.

Kinan tertawa pelan. "Gapapa siapa tahu kesampaian semua keinginan Bunda, Bang." Kinan melirik Lia sekilas. Ada rasa kasian ke Lia karena sudah diperlakukan semena-mena oleh Farah. Bukan Lia yang bercerita tapi, Bagas yang menceritakan semuanya. "Lia," panggil Kinan lembut, "Lia kalau butuh tempat pulang ke sini, ya? Rumah Bunda sama ayah bakal  terbuka lebar untuk kamu. Kamu jangan ngerasa sendiri, ya?" ujarnya.

"Makasih, Bunda," balas Lia.

Arga sejak tadi terus memikirkan nasib Lia. Lelaki itu bahkan tidak memakan makanan yang ada di hadapannya. Arga mengeluarkan ponselnya dari saku jas warna hitam yang saat ini ia kenakan. Lelaki yang mengenakan kacamata mengirimkan pesan untuk Lia.

"Bentar, Agas," ujar Lia.

Papa
[Di mana? Kenapa semalam gak pulang?]

"Gue harus jawab apa?" gumam Lia.

"Duh nelepon lagi," ujar Lia.

"Lo, gak usah bilang ke papa gue kalau lo itu diusir dari rumah sama mama gue. Lo mau kalau nanti papa marah terus mukulin mama?"

"Papa gue? Lo siapa? Lo cuma anak tiri!"

"Ya benar! Gue anak tiri tapi, mama dan papa lebih sayang sama gue. Suatu saat gue bakal minta mama sama papa buat minta Bagas biar mau sama gue."

Lia tertawa pelan. Saat ini dia tengah menunggu Bagas yang mengeluarkan motor dari garasi.

"Lo enggak usah mimpi!"

"Gue aduin sama mama!"

"Bocah banget lo mainnya ngadu—" Lia menoleh lantaran Kinan menepuk pundak Lia. "Kenapa Bunda?"

"Kirain sudah berangkat. Bunda duluan,ya? Pasti Samuel sudah nangis jadi Bunda mau ke RS." Kinan mengelus kepala Lia dengan penuh kasih sayang.

"Hati-hati, Bunda," ujar Lia.

Lea mengepalkan erat telapak tangannya. Gigi gadis itu bergemulutuk menahan amarah. Di seberang sana Lia tertawa kala mengetahui Lea tidak merespons lagi.

"Gimana, Lea? Mau rebut Bagas dari gue? Jangan mimpi deh! Duh kasian."

"Dih! Belagu banget lo, Lia."

***
Tiga cowok berparas tampan saat ini tengah duduk di depan pos satpam.  Zidan berdiri kala tiga orang gadis cantik melewatinya. Buaya darat kelakuannya memang seperti ini. Berbeda dengan Arya dan Noval yang tampak  sibuk dengan ponselnya masing-masing.

"Aduh! Ada cantiknya Zid—ASTAGA!" Zidan terpekik lantaran seorang gadis cantik dengan tubuh sedikit berisi melemparkan kaleng bekas soda.

"Mamam tuh cantik!" ujar Nelly salah satu mantan Zidan.

"Buset! Kenapa lempar Idan pake kaleng sih? Kenapa enggak lempar Idan pake cinta." Zidan mencebikkan bibirnya dengan sebal.

"Ke kelas sebentar lagi bel masuk," ucap Arya sembari memasukkan ponsel ke saku.

"Gue mau bolos deh soalnya malas belajar," balas Zidan santai. Cowok itu melepaskan headbad yang melingkar di kepala. Ia menyugar rambut tebalnya sembari bercermin lewat kaca pos satpam. "Gila! Gue cakep juga ternyata pantas saja cewek-cewek tergila sama gue. Cewek mana yang gak tergila-gila sama gue," ujar Zidan.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang