20. Jauhin Bagas?

1.4K 174 10
                                    

Lia berdecak kagum kala melihat suasana sekeliling bukit. Dia merentangkan tangannya menikmati semilir angin yang menusuk kulitnya.

"Suka tempatnya?" tanya Erland.

"Suka banget! Pokoknya kita harus banyak ngambil gambar di sini--" Lia tidak melanjutkan pembicaraannya kala dia ingat kalau yang ada di sampingnya itu Erland.

"Gue tahu lo itu belum bisa move on." Erland menyelipkan anak rambut Lia. "Melupakan memang susah, tapi lo harus bisa melakukannya."

Lia tertawa pelan kala dirinya mendengar tutur kata Erland di mana Lia harus melupakan Erlangga sementara Erland yang notabennya kembaran Erlangga ada di samping Lia. Wajah cowok itu mirip banget dengan Erlangga. "Lo nyuruh gue melupakan Erlangga sementara lo saat ini hadir mengingatkan gue dengan dia. Gue bakal susah melupakan Erlangga." Lia melirik Erland yang tampak memandang ke arah depan. Entah apa yang saat ini ada di pikiran Lia.

"Ini adalah salah satu tempat yang ingin Erlangga kunjungi sama lo, Lia," ucap Erland. "Kemarin gue gak sengaja buka buku diary dia dan isinya ada keinginan dia ngajak lo ke sini sebagai permintaan minta maaf."

"Gue boleh peluk lo?" Lia memandang wajah Erland dengan penuh harapan. "Gue cuma mau--" Erland menarik tubuh Lia ke dalam dekapannya. Cowok yang mengenakan seragam putih abu-abu serta rambutnya yang acak-acakan menumpukkan dagunya di kepala Lia. Cowok itu mengusap punggung Lia. "Lo kalau mau anggap gue sebagai Erlangga enggak masalah asalkan lo bisa bahagia, Lia." Entah ada tarikan dari mana tiba-tiba bibir Erland menyentuh kening Lia. "Lo harus bahagia."

"Gue mau usut tuntas kematian Erlangga soalnya gue ngerasa ada yang janggal." Manik hitam milik Lia bertemu dengan manik hitam Erland. "Lo mau bantu gue usut tuntas masalah ini?" tanya Lia membuat Erlan tertegun. Lia menggoyangkan lengan Erland. "Erland!"

"Iya-iya mau sayang--eh maksudnya Lia," balas Erland.

***
Kinan mengerutkan keningnya lantaran melihat Bagas yang pulang bersama Raka. Wanita yang menggendong Samuel menghentikkan langkah Bagas.

"Lia mana?"

"Gak ngurus," balas Bagas.

"Biasa lagi cemburu, Bunda. Soalnya tadi di jalan lihat Lia dibonceng sama cowok lain," ucap Raka.

"Makanya cepetan nikah!" saran Kinan.

"Eh mama Lia nelepon nih," ujar Kinan.

"Hallo, Kinan."

"Ngapain nelepon? Tega bener sama anak sendiri!"

"Lia yang salah. Dia sudah nampar Lea."

"Lia gak ngelakuin itu! Anak gue saksinya!" Kinan menyerahkan ponselnya ke Bagas. "Ngomong, Bang!"

"Lia nakal! Dia bikin anak gue nangis. Gue gak pernah ngajarin Lia seperti itu."

Bagas berdeham pelan. "Bukannya selama ini tante terlalu sibuk ngurusin Lea? Bunda Bagas juga punya anak angkat, tapi Bunda adil sama anak-anaknya."

"Kamu benar-benar sudah kena pengaruh buruk Lia."

"Tante kalau ada masalah kesehatan psikologis bisa ko Bagas anterin tante ke psikolog," ucap Bagas.

***
Gadis cantik dengan seragam putih abu-abu yang masih melekat di tubuhnya kini sudah menginjakkan kaki di rerumputan hijau yang terawat. Semilir angin malam menusuk kulit gadis itu. Namun, tangan seseorang menarik Lia. Orang itu adalah seorang gadis yang sudah merebut kebahagiaan Lia. Siapa lagi kalau bukan Lea.

"Anak nakal belum pulang ke rumah-ups! Gue lupa kalau lo itu enggak punya rumah," ujar Lea.

"Anak pungut belagu banget lo!" Lia mengeratkan kepalan tangannya. "Najis gue lihatnya!" ketus Lia.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang