Merasa Bersalah

35 9 0
                                    

Raka berjalan menuju koridor kelas sepuluh, namun baru saja selesai melewati Lab. Biologi langkahnya jadi memelan hingga akhirnya berhenti. Cowok jangkung itu menoleh ke arah belakang, ia mengerjap.

"Sejak kapan gue peduli sama orang lain sih?" Raka mendesah, cowok itu memutuskan berbalik dan kembali ke belakang gedung Lab. Biologi.

Langkah Raka terhenti, ia mengulum bibir dalam melihat dari jauh gadis yang baru saja ditinggalnya itu masih duduk di atas sana dengan kepala menunduk.

"Kayaknya bener ada yang salah sama gue hari ini, bisa-bisanya gue ngerasa bersalah." Raka menggeleng kecil, langkahnya kembali ia teruskan hingga sampai di dekat di mana Ruu berada.

“Sini,” ucap Raka sembari mengulurkan kedua tangan berniat menangkap gadis itu.

Ruu mendongak, ia membelalakkan mata terkejut mengetahui Raka kini berdiri di bawahnya sambil mengulurkan tangan. Ruu segera mengalihkan wajah lalu menghapus bulir bening yang entah sejak kapan sudah membasahi kedua pipi bulatnya.

Raka di tempatnya jadi terdiam, ia jelas tahu apa yang baru saja cewek itu lakukan. Apa tindakannya tadi memang sejahat itu hingga membuat gadis yang biasanya melotot atau berucap dingin padanya kini jadi menangis?

“Kenapa? Ngerasa bersalah lo ninggalin gue?” tanya Ruu dingin namun masih terdengar bergetar.

Raka mengulum bibir, “Hm, kayaknya gitu,” akunya membuat Ruu jadi melebarkan mata tak menyangka dengan balasan itu.

“Jam pertama 10 menit lagi selesai, kita ke UKS aja,” kata Raka kalem masih dengan tangan yang setia terulur walau ia sadar tangan itu sudah mulai kelelahan diangkat tinggi begitu.

Ruu merapatkan bibir, sedikit memajukan diri menyambut uluran tangan Raka yang kini mulai menahan tubuh gadis itu agar tidak terjatuh.

Ruu mengangkat wajah saat merasa kakinya sudah menapak ke tanah, namun ia jadi dibuat bungkam kembali melihat wajah Raka dari jarak dekat. Raka sendiri masih memasang wajah tenang, menatap balik iris kecokelatan milik Ruu yang kini terlihat jadi lebih terang karena cahaya matahari yang memantul di wajah ayunya.

Hening. Keduanya sama-sama terdiam dengan getaran aneh masing-masing. Sampai Ruu mengerjap dan memutus kontak lebih dulu, ia  menegakkan tubuh lalu dengan gugup bergerak sok membenarkan seragamnya.

Raka sendiri sudah berdehem-dehem entah untuk apa, yang jelas kedua pipi pemuda itu jadi merona tanpa sadar.

“Kalau ke UKS bawa tas, nanti Bu Nina curiga kita bolos jam pelajaran. Jadi mending kita tinggal di sini aja.” Raka berujar memecah hening.

“Eh,” Ruu menolehkan wajah, “kalau ilang gimana?”

Raka terkekeh, “Ya kali ah, siapa yang bakal ke sini di jam pelajaran kayak gini?”

“Ah,” Ruu berseru mengerti. “Pak Adi?” ceplosnya kemudian.

Raka merapatkan bibir, ia menghela nafas, “Doanya jangan aneh-aneh.”

“Lah, kan gue Cuma ngomong doang,” sahut Ruu tak merasa bersalah.

“Orang bilang ucapan adalah doa. Ngomongnya yang baik-baik aja,” ucap Raka dengan gaya menasehati.

Ruu mencibir, “Kan lo yang suka ngomong nggak bener,” katanya mencerca.

Raka melirik sinis, “Lo ngga bisa apa nggak usah nyahutin gue?”

Ruu mengendikan bahu acuh lalu berjalan tenang melewati Raka.

Raka menghela nafas panjang, ia meraik ransel hitam gadis itu hingga membuatnya memekik kaget hampir tertarik jatuh.

It's OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang