EMPAT

3 0 0
                                    

Arkan melangkah masuk ke ruangan serba putih, diiringi dengan aroma bermacam-macam obat yang menyeruak masuk ke indra penciumannya. Memuakkan.

Arkan tak pernah suka bau obat. Apalagi rumah sakit. Namun sekarang dua hal yang ia benci itu kini malah hampir tiap hari ia jumpai.

"Hai, bro. Gimana kabar lo?"

Arkan menarik satu kursi mendekat ke arah ranjang. Cowok itu duduk, termenung.

Ada begitu banyak alat medis di ruangan ini yang Arkan tidak tahu namanya satu pun. Tapi bukan itu point pentingnya. Melainkan alat-alat itu pun kini ikut terpasang di tubuh sahabatnya. Cowok sebaya dengannya yang kini berjuang melawan kematian.

Arkan menghela napas.

"Gue tahu, lo masih belum mau jawab pertanyaan gue sama kayak kemarin-kemarin."

Arkan berdecak.

"Aih gak asik ah! Lo jangan mati dulu!"

Tiba-tiba ponsel yang ada di kantong celana Arkan bergetar. Cowok itu segera mengeluarkan ponselnya dan bergegas memeriksa chat masuk.

Kanya:
Pulang dodol
Udah malem

Arkan:
Berisik Nyet!

Kanya:
Oh gitu sekarang mainnya
Awas aja lo minta tolong lagi sama gue
Kita gak kenal!

Arkan:
Becanda bah tadi
Serius amat
Iya gue pulang

Kanya:
Nitip beliin kuota ya
Gue gak bisa buka tik-tok nih
Pake uang lo dulu
Uang gantinya nanti minta sama papa

Arkan:
Mba rumah kita pakai wifi padahal :)

"Gue balik dulu ya," pamit Arkan. Kemudian cowok itu terkekeh, bodoh. Mana ada yang menjawabnya. Dia pamit pada siapa?

Arkan berdiri, lalu menundukkan kepala sambil mendekatkan bibirnya pada telinga milik sahabatnya.

"Gue janji, gue bakal bikin dia nyesel udah bikin lo kayak gini."

o0o

"Banguuuuuun!"

Suara riuh dua pantat panci yang sengaja ditabrakkan mengusik pendengaran Arkan yang baru kembali ke bumi.

"Hoaaam.. Hmm!" Arkan menggeliat malas, dirinya masih ingin terus dalam dunia mimpi.

"BANGUN DODOL!" Kanya dengan sengaja membuang dua panci ke lantai agar menimbulkan suara makin berisik.

Melihat Arkan tetap anteng tidur, Kanya berdecak.

"Bangun elah!" jengkel Kanya sembari melempar guling ke wajah Arkan dengan sangar.

"DODOL BANGUN!"

"BANGUUUUUUUN!"

"Iyaaa gue bangun!" kini gantian Arkan yang berdecak. Dengan mata setengah terbuka, Arkan memaksa dirinya untuk duduk.

"Bagus, awas lo tidur lagi!" kemudian gadis itu melenggang pergi ke luar kamar.

Arkan mengucek matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang ingin masuk. Ia melirik jam yang terpampang jelas di dinding. Pukul 05.45? Astaga tu anak gatau ini masih jatah tidur gue, gerutunya.

Seulas senyum terpampang tipis di bibir Arkan, dengan semangat dirinya lalu kembali merebahkan badan. Untuk apa bangun sepagi ini? Arkan berniat ingin melanjutkan mimpi yang tertunda. Dimimpinya tadi padahal hampir saja Arkan mencakar muka songong Bram.

IRASIONALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang