Chapter 26;

4.6K 262 1
                                    

Untuk pembaca yang terhormat...vote dulu sebelum baca woi.

Anyway chapter selanjutnya mungkin bakal ada 1821, so.. yang gaada ktp minggir dulu🤭.
#

##


Alan mendekatiku. Jantungku berdegup kencang. Heran, kenapa dengan Alan.. tubuhnya bereaksi seperti ini?

"Kakak, anu.. sebenarnya mau makein vibratornya ke kamu.." jujur akhirnya mulut ini.

Alan tidak menggubris perkataanku. Dia duduk di sampingku, di ranjang yang sama. Tangan Alan menyentuh tanganku. Ada aliran listrik yang mengalir di perutku, atau kupu-kupu. Entahlah..

Tangannya hangat, walau AC disini cukup dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangannya hangat, walau AC disini cukup dingin. Aku memandang wajahnya yang manis. Dia juga menatap wajahku lekat tanpa berkata. Namun, tubuh kami berbicara. Kami berciuman, saling melumat, bertukar saliva. Tubuh kami saling mepet. Aku memegangi tengkuk dan pundaknya. Alan meraba pinggang juga punggungku. Lidah kami bergulat.

"Hmmh hah," suaraku terlepas saat mengambil nafas.

"Hmh" seakan tubuh Alan membalas suara tubuhku.

Dagu kami basah oleh saliva, entah milik siapa karena sudah bercampur. Jari kaki bergulat satu antarlain untuk mengurangi rasa terangsang. Kami berdua melepas ciuman. Menatap satu sama lain dan saling berpelukan. Namun, saat aku menatap kebawahku. Tangan Alan disana beserta satu jari menyentuh area intimku dari luar celana. Selangkanganku tanpa sadar juga meresponnya dengan membukanya.

"Look, tubuh lo aja merasa suka sama gue." Kekehnya.

Aku merapatkan kakiku, justru membuat tangan Alan terjepit. Gila, aku merasa ruangan ber-AC ini menjadi panas. Diriku dibuat gila olehnya.

"Alan.." aku memegangi tangannya.

"Jadi lo mau gue berhenti disaat punya lo mulai basah?" Tukasnya.

Tak bergeming, pikiranku kacau karenanya. Aku melepaskan tangan Alan dan tidak berniat munafik. Dia menekan area v dengan jari tengahnya. Tekanannya rendah tapi sudah membuatku tersentak kaget. Kembaliku jepit kakiku.

"Buka" singkat Alan.

Pipiku terasa panas, jari-jariku meremas bantal di belakang. Alan mengelus pelan dari atas ke bawah. Sedangkan, aku panik untuk menyembunyikan suara-suara aneh yang hendak keluar dari mulut. Tangan menutup mulutku paksa. Membekap erat juga dibantu dengan menggigit bibir bawah sendiri.

"Jangan ditahan," kata Alan sambil menekan kembali area itu.

"Hang-" aku menggigit jariku sendiri.

"Gue bilang jangan, ya jangan." Seru Alan sambil memegangi kedua tanganku.

"Se- seb.. amh" tak kuasa menahan suara ini tanpa bantuan tangan. "Sebenta..r" lirihku pelan.

Alan mengabaikan aku. Dia tetap memajumundurkan jarinya, kemudian menepuk-nepukkannya. Tubuhku bergetar menahan rangsangan ini. Sesekali memberontak, namun Alan tidak melakukan hal semacam bdsm, dia tetap melanjutkan permainannya dengan lembut.

"Can i have your gum? but the g replaced by c" bisik Alan di telingaku.

"Ah- diemm." Aku melotot.

Tiba-tiba pintu terketuk, Alan melompat dari ranjang karena terkaget. Aku spontan menutup rok dan membereskan vibrator yang terbuang.

"Makan siangnya untuk pasien nomer 12, tolong dibuka sebentar" seru suster dari depan pintu.

Alan yang panik bersembunyi di toilet. Aku setengah berlari menuju pintu dan membukanya.

Memang gak sebaiknya disini..

***

Bersambung..

Make The Boys Cry [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang