Sorang gadis kecil menolong seorang anak laki-laki yang terluka saat jatuh dari sepeda.
Anak laki-laki itu berterima kasih kepada anak gadis itu dan menjulurkan tangannya berkenalan, "aku Rivaldi! Nama kamu siapa?"
Gadis itu hanya menatap tangan yang menunggu balasan, belum sempat menjabat tangan, seorang wanita dewasa memanggil nama Rivaldi.
"Ingat namaku Rivaldi, simpanlah benda ini, kelak jika kita kembali bertemu, kita akan saling mengingat. Bahwa ditempat ini, kita pernah bertemu!" Anak gadis itu menerima benda bertuliskan nama Rivaldi Anando. Saat terakhir kali mereka bermain bersama.
..........
15 tahun kemudian.
Anjani, seorang buruh pabrik yang bekerja disalah satu pabrik dikawasan Industri daerah Bandung. Ia tinggal tak jauh dari pabrik tempatnya bekerja bersama sang ibu yang kini sedang terbaring tak berdaya setelah kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Setiap hari ia harus mengurus sang ibu terlebih dahulu sebelum berangkat.
"Nak, jika setiap hari seperti ini, kamu bisa kesiangan berangkat bekerja!" Sang ibu menyentuh lengan putrinya yang sedang mengap tubuhnya.
"Bu, aku bahkan tidak bisa membiarkan ibu seperti tidak terurus sebelum berangkat. Ibu tenang saja, lagipula pabrik tempatku bekerja kan dekat!"
Setiap hari, Anjani selalu melupakan sarapan paginya dan makan siang secukupnya dikantin.
"Jani, tumben kamu kesiangan!" Tanya Lidia saat melihat Anjani datang 10 menit sebelum jam masuk.
"Iya, tadi aku nyiapin dulu makanan untuk ibu! Langganan aku sebelumnya tutup. Makanya aku nyari dulu!"
"Anjani, belakang aku lihat wajah kamu kayak kelelahan gitu!"
"Iya, Lidia. Dua minggu ini aku sering ambil lemburan orang lain. Kamu tahu sendiri, ibuku sakit dan aku harus banting tulang mengumpulkan biaya untuk pengobatan ibu."
"Kasihan kamu, Jani. Kamu yang sabar yah. Semoga ada hikmah dibalim ini semua!" Lidia mengusap bahu Anjani memberinya kekuatan.
Anjani tersenyum dipaksakan mendengar nasehat sahabatnya.
Anjani dan Lidia mulai melakukan aktifitasnya. Hingga sore pun tak terasa telah datang.
Tepat jam 17:00 wib, seluruh karyawan pabrik itu pulang. Dan hal membuat Anjani kesal adalah kemacetan yang parah didepan gerbang pabrik setiap kali jam pulang. Anjani tahu jika ia menunggu sampai semua orang pulang, bisa sampai hampir Isya baru tiba dirumah.
Anjani memutuskan untuk mengambil jalan lain yang memang hanya ia yang tahu. Anjani berbalik dan berjalan kearah jalan yang menghubungkan pabrik dengan jalan kecil menuju rumahnya. Sebelum menerobos, Anjani memastikan tidak ada orang yang melihatnya.
Namun, hari itu, mungkin nasibnya yang sial. Ia kepergok oleh seorang laki-laki jangkung berpenampilan sama seperti dirinya.
"Hei, kamu! Apa yang kamu lakukan?" Teriak laki-laki itu melihat Anjani menerobos lubang tembok yang hanya muat satu badan itu. Dengan gesit Anjani masuk dan berlari ketika melihat laki-laki itu menyusulnya.
Anjani terus berlari menuju rumahnya yang jauh dari tempat itu. Nafasnya terengah seperti dikejar seekor anjing.
"Anjani, kamu kenapa, nak! Kok ngos-ngosan gitu?" Tanya Lia sang ibu saat melihat putrinya memegangi dadanya.
Anjani nyengir, "itu, Anjani ketahuan jalan belakang!"
"Kamu ini," ucap Lia menggelengkan kepalanya
"Ibu, mau makan apa?" Tanya Anjani duduk dihadapan ibunya yang tengah bersandar.